Aku tidak suka dimata-matai. Tidak peduli oleh perempuan atau laki-laki. Belakangan ini aku sering  melihat Orang Aneh, yang sekarang duduk di pojok kiri restoran dan sesekali tengadah menatapku, mengintil ke mana saja aku pergi.
Maka kuminta Devito menemaniku makan malam, tapi ia sedang menyiapkan masakan untuk tamu istimewa. Semula aku mencak-mencak karena merasa diremehkan olehnya, namun hatiku leleh ketika ia datang bersama pramusaji dengan masakan khusus untukku.
"Silakan dinikmati," katanya seraya menjura.
"Aku belum memesan apa-apa."
"Ini masakan istimewa. Fettuccine alfredo. Khusus untuk merayakan ulang tahunmu."
Aku terkesima. "Sudah lewat."
"Anggap saja hari ini."
"Duduklah," ujarku, "Aku ingin ditemani."
Harus kuakui bahwa fettuccine alfredo masakan Devito mengembalikan seleraku. Aku makin cinta pada masakannya. Dan, hampir tidak percaya mendengar Devito menyatakan cintanya kepadaku. Aku tidak menjawab apa-apa hingga Paman Codet membukakan pintu mobil.
Sejak makan malam dan pernyataan cinta Devito, aku tidak pernah lagi melihat Orang Aneh itu. Seminggu berlalu. Kali ini aku sengaja datang lebih cepat ke restoran Devito. Aku senang karena Orang Aneh itu tidak muncul.
Aku suka kejujuran Devito. Itu sebabnya kuterima cintanya. Lelaki lain mungkin sudah menepuk dada, bercerita dengan mulut berbusa-busa, membesar-besarkan apa yang mereka punya atau apa yang pernah mereka lakukan. Devito tidak, padahal ia koki ternama.