Mengusir semua yang datang tanpa mendengarkan alasan kedatangannya, menilai sepihak tanpa penjelasan, menganggap semua yang datang hanya akan merusak benteng dan keindahan yang ada didalam lapisan-lapisan tersebut.Â
Dan saat itu juga, Xila jauh dari apa yang disebut logika.
Hidupnya pernah sangat sempurna karena sosok pria manis dengan bulu mata sangat lentik.Â
Sampai suatu pagi Xila terbangun dan menyadari bahwa ia telah mengakhiri segala mimpi indah itu.Â
Kini dirinya benar-benar mengerti seperi apa rasanya dibuang, hingga  menjadi sosok yang terlalu pemilih untuk siapa yang akan diajak berjuang lagi bersama-sama.
Karna sesempurna apapun sosok yang baru, tetap saja tidak ada perempuan yang ingin mengulang kembali dari nol, melakukan penyesuaian lagi, saling mendekatkan lagi, memahami lagi, meminta restu pada semesta lagi, pengenalan lagi dan menceritakan kisah hidupnya lagi.Â
Tidaklah mudah memberi kesempatan pada dia si sosok baru saat hati Xila sudah terbiasa terluka, memberi kepercayaan saat hati terbiasa akan kecewakan pada dia yang masih baru.Â
Saat dimana perempuan harus meninggalkan bangunan besar yang sudah dicapainya dalam waktu yang tidak sebentar hanya demi sebuah tanah kosong.Â
Memang bisa saja mungkin nantinya akan jadi bangunan yang lebih baik,Â
namun setelah begitu lamanya membangun, menanti hari saat semuanya sudah sempurna, menyusun peluh demi kokohnya hubungan,Â
bagaimana bisa pada akhirnya hanya untuk ditinggalkan demi tanah kosong yang bahkan tidak ada artinya?