Akhir-akhir ini, kita sering melihat di berbagai platform media sosial tentang kisah yang memiliki kebiasaan menumpuk barang atau bahkan sampah bungkus makanan di dalam kamarnya. Salah satunya seperti video yang diunggah oleh akun tiktok dengan username @martasiahaan98. Video ini dunggah pada 5 Oktober 2023 dan sudah ditonton sebanyak 54,7M kali.
Pada video tersebut menampilkan tentang kisah awal seorang pemilik kos yang heran mengapa koridor bangunan kos miliknya dalam keadaan banjir. Ia telusuri dan ternyata mengarah pada salah satu kamar.Â
Saat ditelusuri lebih lanjut ternyata kamar yang menyebabkan banjir tersebut dalam keadaan yang sangat berantaka. Terdapat banyak sekali kemasan minuman yang berserakan di atas lantai yang licin, tempat tidur dalam keadaan rusak dan kotor, dan kamar mandi dalam keadaan pakaian dalam yang menumpuk serta kran yang terus menyala.
Video ini menarik perhatian netizen dan banyak diantara mereka yang mengungkapkan pendapatnya pada kolom komentar. Banyak dari pendapat netizen yang tidak terlalu familiar dengan fenomena ini, mengasosiasikan bahwa gadis dalam video tersebut merupakan seseorang yang malas, tidak mampu untuk menjaga kebersihan, dan merasa jijik akan kamar yang dihuni gadis tersebut. Namun, sebenarnya, kebiasaan tersebut dapat menjadi tanda dari suatu gangguan mental yang dikenal sebagai hoarding disorder.
Dilansir dari artikel yang diunggah pada website Kemenkes, menjelaskan tentang definisi dari hoarding disorder ini. Hoarding disorder merupakan salah satu gangguan mental yang ditandai oleh kecenderungan untuk menumpuk barang-barang dalam jumlah yang berlebihan hingga menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sehat dan tidak nyaman.Â
Seorang yang mengalami gangguan ini mungkin sulit untuk membuang barang-barang tertentu, bahkan barang-barang yang sudah tidak berguna atau tidak diperlukan lagi seperti kotak pizza atau bungkus makanan. Mereka mungkin merasa terikat emosional dengan barang-barang tersebut, dan proses membuangnya dapat menyebabkan rasa cemas yang berlebih atau bahkan ketidaknyamanan yang sangat besar.
Menurut American Psychiatric Association (2015), memaparkan tentang dua dari 50 orang populasi di dunia mengidap hoarding disorder. Hal ini dapat diartikan sekitar 2 persen dari populasi dunia mengidap penyakit ini, namun 66 persen dari penderita tidak menyadari tingkat keseriusan masalah.Â
Gejala dari hoarding disorder hampir tiga kali lebih lazim atau sering ditemui pada orang dewasa akhir dengan rentang usia 55-94 tahun dibandingkan dengan orang dewasa awal dengan rentang usia 34-44 tahun, meskipun gejala menimbun dapat terlihat sedari kecil.
Penyebab dari hoarding disorder sendiri belum dapat diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami atau menderita ganguan ini yaitu :
- Mengalami gangguan mental, seperti skizofrenia, gangguan obsesif kompulsif (OCD), dan depresi.
- Memiliki keluarga yang juga menderita hoarding disorder.
- Pernah ditinggalkan oleh orang yang dicintai.
- Pernah mengalami kesulitan ekonomi.
- Pernah mengalami kehilangan harta benda akibat kebakaran atau bencana alam
Gejala dari hoarding disorder sendiri meliputi :
- Lingkungan tempat hidup cenderung dalam keadaan sangat berantakan, sering kali sulit untuk berfungsi secara normal.Â
- Kekacauan ini dapat mencakup ruang hidup, dapur, kamar mandi, dan area lainnya.
- Penderita hoarding disorder acap kali mengalami kesulitan dalam membuat keputusan tentang apa yang harus dibuang dan apa yang harus disimpan. Mereka mungkin merasa tertekan atau bingung saat dihadapkan dengan pilihan tersebut.
- Kekacauan di rumah mereka dan perasaan malu terkait kondisi tersebut menyebabkan penderita hoarding disorder cenderung menghindari interaksi sosial dan mengisolasi diri dari orang lain.
- Mengalami gangguan dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi kekacauan dan kesulitan membuang barang dapat mengganggu fungsi kehidupan sehari-hari, seperti kesulitan menemukan barang, kesulitan menggunakan ruang yang dimaksudkan untuk tujuan tertentu (misalnya, memasak di dapur), atau bahkan risiko kecelakaan.
Hoarding disorder sendiri memiliki lima tingkat keseriusan (Christiansen, 2020). Tingkat-tingkat ini diklasifikasikan berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita. Berikut ini merupakan tingkatan dari hoarding disorder:
1. Tingkatan pertama
Tempat tinggal dari penderita terdapat:
- Sedikit kekacauan atau berantakan namun masih terbilang rendah juga tidak terdapat bau yang terdeteksi.
- Pintu atau akses jalan masih dapat diakses.
- Kotoran hewan tidak memenuhi lebih dar tiga ruangan.
Pada tingkat ini memberikan beberapa gejala yang merupakan tanda bahwa seseorang mengidap hoarding disorder, namun tertutupi oleh sedikitnya kekacauan pada tempat tinggal. Akan tetapi, penderita tetap memiliki kesulitan untuk membuang benda serta membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan.
2. Tingkatan kedua
Seseorang yang penderita hoarding disorder pada tingkat ini memiliki ciri sebagai berikut:
- Limbah atau kotoran hewan yang berceceran di lantai
- kurangnya perawatan terhadap hewan peliharaan (apabila memelihara hewan)
- Tempat sampah yang terlalu penuh
- Permukaan wadah makanan yang kotor dan tidak dibersihkan
Orang dengan gejala pada tingkat ini akan malu apabila mengundang teman atau kerabatnya ke rumah karena kondisi tempat tinggalnya. Pada tingkatan ini, hoarding disorder ini dapat menyebabkan anxiety atau kecemasan serta depresi yang menyebabkan penderita menarik diri dari pergaulan sosial.
3. Tingkatan ketiga
Karakteristik pada seseorang yang menderita hoarding disorder pada tingkat ini adalah sebagai berikut
- Kamar tidur atau kamar mandi yang tidak dapat digunakan
- Terdapat sedikit cairan atau zat berbahaya dalam berceceran di lantai
- Adanya tumpukan debu yang berlebih, tumpukan baju, handuk, seprai atau kain sejenis yang kotor
- Terdapat kabel-kabel yang kusut
- Tempat sampah yang meluap dan berceceran keluar
- Bau tidak sedap yang memenuhi tempat tinggal
Pada tingkatan ini, pengidap akan merasa tersinggung dan marah apabila terdapat orang baik teman atau keluarga yang menyinggung mengenai gaya hidupnya atau bahkan barang-barangnya.
4. Tingkatan keempat
Penderita pada tingkatan ini akan memiliki ciri-ciri seperti berikut:
- Terdapat tumpukan kemasan makanan atau minuman yang sudah lama
- Tidak adanya peralatan makan seperti piring, gelas atau sendok dalam keadaan bersih
- Tempat tidur dipenuhi oleh kutu atau tungau atau serangga lainnya, dan tidak menggunakan seprai atau kain sejenis
- Laba-laba serta jaringnya yang terdapat di sudut rumah dalam jumlah yang banyak
- Terdapat hewan pengerat seperti tikus yang bebas berkeliaran
- Lebih dari satu akses jalan yang terhalangi oleh barang-barang
Penderita dengan tingkatan ini memiliki masalah kebersihan yang buruk serta memiliki kemungkinan bahwa penderita tidak mandi selama berminggu-minggu. Penderita sering kali memiliki kesehatan mental yang buruk dan memfokuskan energi emosional pada rencana muluk atau kenangan nostalgia.
5. Tingkatan kelima
Pada tingkatan ini penderita memliki karakteristik seperti berikut ini:
- Kamar mandi serta dapur dlam keadaan yang sangat berantakan
- Kotoran manusia yang terlihat jelas bberserakan dimana-mana
- Makanan busuk yang memenuhi lantai serta di dalam kulkas yang telah tidak berfungsi
Penderita dengan gejala hoarding disorder dengan tingkat paling parah ini biasanya tidak tinggal di rumahnya, melainkan menumang di teman atau kerabatnya. Hal ini dikarenakan kondisi rumahnya yang sangat berantakan sehingga membuatnya merasa tidak nyaman. Penderita juga membuang sampah mereka ke dalam botol atau wadah lain yang tersisa di rumah. Individu pada tingkatan ini biasanya memiliki gejala depresi yang sangat jelas.
Tanggapan penulis terhadap fenomena hoarding disorder ini. Hal yang penting untuk dipahami oleh kita adalah bahwa hoarding disorder bukanlah sekadar masalah kebersihan atau keteraturan. Ini merupakan gangguan mental serius yang membutuhkan perhatian dan intervensi yang tepat. Orang yang mengalami hoarding disorder mungkin memerlukan bantuan profesional untuk mengatasi masalah tersebut, termasuk terapi perilaku kognitif dan bantuan dalam mengembangkan keterampilan untuk mengelola kecenderungan menumpuk barang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H