Sedih dan lemas ketika saya membuka portal berita online hari ini yang diramaikan dengan headline berita pembunuhan seorang ayah kepada 4 anaknya yang masih kecil, dan dugaan KDRT kepada sang istri dengan lokasi kejadian Jagakarsa, Jakarta Selatan. Motif pelaku adalah cemburu kepada istri yang bekerja dan masalah ekonomi.
Percayalah, masalah ekonomi akan selalu ada dalam segala lini kehidupan. Baik dalam kehidupan pernikahan bahkan ketika lajang. Selalu ada saja kekurangan-kekurangan.
Saya menulis artikel ini karena pernah merasakan gejolak-gejolak ini dalam kehidupan.
Ketika lajang, keinginan untuk memiliki barang-barang yang diidamkan. Mungkin, hal sepele dan tidak sulit untuk diwujudkan. Tinggal cari uangnya saja.
Kalo masih single, cari kerja walaupun sulit, gak mikirin ninggalin anak harus bagaimana dan di titip kepada siapa. Begitu sudah menikah dan punya anak, bagi saya pribadi, memilih untuk fokus mengurus anak-anak dahulu.
Bekerja bukan pilihan utama. Jika bekerja, pasti akan banyak makan perasaan. Belum lagi pikiran yang terbagi untuk mengurus anak dan lain-lain. Lebih baik mengalah saja untuk kebaikan semua. Toh rejeki sudah pasti di atur oleh Allah Ta'ala.Â
Kuncinya, komunikasi, negosiasi dengan pasangan. Jika ingin bekerja, apakah pasangan kita akan rela mengurus anak kita? Ridho kah? Mungkin pasangan bilang "iya", tapi apakah ikhlas?
Pernah di suatu ketika, saya bekerja mengajar 1 hari dan meminta izin kepada suami. Urusan makan sudah saya urus dengan baik. Pekerjaan 1 jam yang harusnya saya kerjakan dengan tenang tidak bisa saya kerjakan. Karena memikirkan anak-anak yang di tinggalkan ayahnya di rumah.
Ketika itu, entah mengapa saya merasa tidak tenang. Karena, bukan fitrah seorang laki-laki mengurus anak anak. Pasti akan ada yang satu hal yang kurang sempurna seperti layak nya seorang ibu mengurus anak - anak nya. Benar saja, hal ini malah menambah banyak pekerjaan saya ketika sampai di rumah.Â
Sudah lelah bekerja, anak-anak di rumah tidak dimandikan, tidak digantikan popok dan lain-lain. Lelah hayati!
Saya tidak bisa menuntut suami saya karena tidak apik menjaga anak-anak selama 1 jam saja. Peran ini saya jalani selama beberapa bulan saja. Karena saya tidak sanggup lagi berbagai peran dengan suami.
Masa-masa itu suami belum bekerja. Namun ia masih mau berbagi tugas menjaga anak-anak. Namun, sepertinya hal ini membuat nya tidak mudah dan 'rela' melakukan semuanya.
Saya juga tidak selalu menggangap enteng masalah ini. Lama-lama saya berpikir apakah harus begini jalannya, saya pergi bekerja, suami menjaga anak-anak di kala itu?
Saya menjalani masa-masa ini tidak berangsur lama. Saya harus pergi mencari nafkah tapi tanpa keluar rumah. Yang menjadi solusi pemikiran saya di saat itu adalah bekerja di rumah saja.
Alhamdulilah saya mengajar dan dapat di lakukan di rumah dan ini melegakan kami berdua. Saya tidak lagi mengajar di luar rumah karena memikirkan anak-anak dan suami.
Keadaan ekonomi kami di saat itu tidak lantas membuat saya 'gelap mata' untuk terburu nafsu memilih bekerja dan meninggalkan anak-anak di rumah dengan ayahnya , walaupun ayahnya sedang tidak bekerja penuh waktu pada saat itu.
Saat itu saya harus memikirkan perasaan suami, walaupun menjaga anak- anak tidaklah berat baginya.
Hal ini rawan konflik. Masalah keuangan dan kekurangan menjadi titik puncak perpecahan di dalam kehidupan pernikahan.
Dalam hal apapun, pribadi setiap orang akan diukur dan terukur secara ekonomi. Di masa masa sulit itu, di mana harus mencari nafkah di bawah derasnya hujan sambil membawa anak-anak, kami ikutan terjun ke lapangan. Bukanlah hal yang mudah.
Hidup jauh dari kenyamanan membuat kami justru 'nyaman' karena minim campur tangan pihak ketiga yang membuat perpecahan semakin memburuk di antara kami berdua.
Sabar dan komunikasi adalah 'kunci jawabannya' dalam menyelesaikan soal-soal sulit dalam kehidupan pernikahan.
Ujian ekonomi dalam segala lini kehidupan adalah ujian terberat. Ketika kita dihadapkan dengan masalah kebutuhan, keinginan dan keuangan.
Terlebih, cobaan ini datang ketika sudah ada anak- anak. Saya punya 3 anak yang masih kecil-kecil. Kebutuhan mereka banyak. Terutama soal makanan. Terkadang selalu ada celetukan seperti: "Wah anak 3, masih kecil-kecil, banyak duit keluar", "Entar sekolahnya deketan tuh, banyak pengeluaran", "Lagi boros -borosnya tuh, anak lagi sedang-sedangnya banyak makan", dan lain-lain.
Komentar yang enak menjawab celetukan-celetukan itu ya "bodo amat!".
Pada awal nya saya sempat 'terhasut' menuntut suami agar bekerja lebih keras karena kebutuhan yang banyak.
Namun, itu semua kan pendapat orang. Orang lain tidak merasakan apa yang saya rasakan dan gak perlu orang lain tau penderitaan saya. Tidak meminta belas kasih orang lain. Kami sudah punya solusinya dan tinggal dijalankan.
Masa-masa sulit ini adalah kenangan yang terus kami ingat. Betapa kami ingin sekali ngopi sachet harus mengorek-orek recehan di saku celana dan tas. Membeli beras satu-dua liter dengan keadaan 3 anak. Di rumah harus selalu ada cemilan dan popok. Namun alhamdulillah Allah Ta'ala tidak tidur. Selalu ada rejeki yang tidak terduga tanpa perlu kami mengemis.Â
Murid saya semakin banyak. Suami pelan-pelan mendapatkan pekerjaan paruh waktu yang lebih dari cukup membeli beras dan popok. Hal ini sudah cukup membuat saya tenang. Hanya dengan 2 hal di atas sudah tercukupi. Rahasianya? Sabar. Tidak banyak menuntut, komunikasi, menurunkan ego, saling mengerti perasaan pasangan satu sama lain. Bukan hal yang mudah, sungguh!
Namun jika ingin mahligai pernikahan berjalan mulus , akan ada pengorbanan di sana. Bukan berarti selalu mengalah. Tapi saling pengertian satu sama lain akan terjalin dengan sendirinya.
Bukan hal yang mudah menenangkan emosi yang sudah terbakar. Namun, emosi ini akan sembuh dengan sendirinya dengan atau tanpa kata-kata.
Ketika sebuah kesalahan sudah terjadi, hanya akan ada penyesalan. Namun pelajaran agar tidak mengulang kesalahan kedua kalinya.
Semoga tulisan saya yang tidak sempurna ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H