Tipologi Belajar Anak Didik dan Perbedaaan Individual
Pengertian Tipologi Belajar
Suparman, menyatakan bahwa tipologi belajar merupakan perpaduan dari cara seseorang
menyerap, mengelola, dan memproses informasi. Dalam buku Quantum Learning karya Bobby
de Potter dkk, disebutkan ada tiga jenis tipologi belajar, yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Tipologi belajar merujuk pada pengklasifikasian atau pengelompokan gaya belajar individu
berdasarkan karakteristik kognitif, afektif, dan fisiologis yang unik. Dengan kata lain, tipologi
belajar berusaha mengidentifikasi bagaimana setiap individu paling efektif menyerap, memproses, dan mengingat informasi. Tipe-Tipe Belajar Menurut Teori Psikologi Pendidikan
Diyakini bahwa gaya belajar memainkan peran penting dalam proses belajar mengajar. Menurut
Joko (2006), "Siswa belajar atau memperoleh pengetahuan dengan cara unik mereka." Gaya
belajar didefinisikan sebagai proses aktivitas, penghargaan, dan kecenderungan seseorang. Kebingungan memberi jalan pada motivasi diri dalam hal pembelajaran yang bermakna. Siswa
yang sering dipaksa untuk belajar dengan metode yang tidak sesuai atau tidak cocok untuk
mereka tidak sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan menghambat proses pembelajaran, terutama yang berkaitan dengan memperhatikan materi yang diserap. A. Gaya Belajar Visual
Siswa dengan gaya belajar visual memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) teratur dan rapi, b)
berbicara cepat, c) tidak mudah terganggu oleh suara latar saat mengingat visual, d) lebih
suka membaca daripada mendengarkan, e) membaca dengan cepat dan teliti, f) sering
tahu apa yang ingin diucapkan, meski kesulitan memilih kata, g) mengingat melalui
asosiasi visual, h) kesulitan mengingat instruksi verbal kecuali tertulis, dan i) perhatian
pada detail. Mereka lebih baik dalam mengingat informasi dengan melihat langsung. B. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar auditorial mengandalkan pendengaran. Ciri-ciri siswa auditorial menurut
Bobby De Porter dan Mike Hernacki meliputi: a) berbicara pada diri sendiri saat bekerja, b) mudah terganggu oleh kebisingan, c) suka membaca keras dan mendengarkan, d)
kesulitan menulis tetapi pandai bercerita, e) belajar dengan mendengarkan dan lebih
mengingat diskusi dibandingkan dengan visual, dan f) senang berbicara, berdiskusi, dan
menjelaskan. Dalam penyebutan ciri-ciri tersebut dijadikan indikator observasi karena
mencerminkan karakteristik siswa auditorial dalam proses belajar.
C. Gaya Belajar Kinestetik
Sementara itu, gaya belajar kinestetik ditandai dengan kemampuan menyerap informasi
melalui gerakan dan sentuhan. Ciri-ciri siswa kinestetik menurut Bobby De Porter dan
Mike Hernacki adalah: a) berbicara perlahan, b) sulit mengingat peta kecuali pernah
berada di lokasi tersebut, c) menghafal sambil bergerak, d) menggunakan jari saat
membaca, e) tidak bisa duduk diam lama, f) tulisannya cenderung jelek, g) aktif dan
banyak bergerak, serta h) ingin melakukan segala sesuatu. Siswa kinestetik cenderung
mengingat informasi dengan berpartisipasi langsung dalam aktivitas belajar. Perbedaan Individual dalam Belajar
Perbedaan individu di antara peserta didik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena hampir tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia selain perbedaan itu sendiri. Seberapa jauh seseorang berbeda akan menentukan kualitas perbedaan mereka atau
kombinasi dari berbagai elemen perbedaan tersebut. Setiap orang, baik anak-anak maupun
dewasa, apakah berada dalam kelompok atau sendiri, disebut sebagai individu. A. Perbedaan Biologis
Perbedaan biologis antar peserta didik tidak bisa diabaikan karena faktor ini
mempengaruhi proses belajar. Kesehatan, termasuk kesehatan mata dan telinga, memainkan peran penting dalam penerimaan pelajaran di kelas. Anak yang memiliki
gangguan penglihatan atau pendengaran cenderung mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran. Kondisi biologis ini kadang-kadang membuat guru memberikan
perlakuan yang berbeda terhadap siswa. Sebagian pendidik memasukkan faktor
biologis ini dalam penilaian mereka. B. Perbedaan Psikologis
Perbedaan psikologis pada siswa meliputi perbedaan minat, motivasi, dan kepribadian. Ketiga faktor ini memiliki hubungan positif dengan hasil belajar yang dicapai. Jika
siswa memiliki minat besar terhadap pelajaran, motivasi tinggi untuk belajar, dan daya
ingat yang baik, hasil belajar mereka juga akan optimal. C. Perbedaan Inteligensi
Penelitian mengenai perbedaan individu seringkali menyoroti perbedaan dalam
inteligensi dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar. Ackerman menyatakan ahwa
proses belajar terdiri dari tiga fase yang masing-masing memerlukan kemampuan
intelektual berbeda, yaitu fase kognitif, asosiatif, dan otonom. Salah satu tanda
kematangan intelektual adalah kemampuan untuk mentoleransi ketidakpastian, menghadapi kontradiksi, serta menghargai pendapat yang berbeda tanpa bersikap
skeptis atau bersaing secara negative.
D. Perbedaan Bakat
Meskipun istilah bakat sering disamakan dengan inteligensi, bakat sebenarnya
merupakan salah satu aspek dari inteligensi. Menurut Bingham, bakat adalah kondisi
atau serangkaian karakteristik yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk
memperoleh keterampilan atau pengetahuan tertentu melalui latihan, seperti
kemampuan berbahasa atau bermusik. Implementasi Perbedaan Tipologi dan Individual dalam Belajar
Perbedaan individu sebenarnya mencerminkan perbedaan dalam kesiapan belajar. Setiap anak yang memasuki sekolah memiliki tingkat kecerdasan, perhatian, dan
pengetahuan yang bervariasi, serta kesiapan belajar yang berbeda-beda. Mereka juga
memiliki potensi dan karakter yang unik. Tantangannya adalah menentukan jenis
pendidikan yang sesuai untuk mendukung perkembangan optimal masing-masing
individu sesuai dengan kapasitas dan kecenderungan mental mereka. Secara praktis, menurut Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain (2010), dan Khadijah (2006), pendekatan individual sangat penting dalam pengajaran. Pengelolaan kelas
membutuhkan pendekatan ini, dan pemilihan metode harus mempertimbangkan
pentingnya pendekatan individual. Perbedaan individu yang banyak diteliti oleh para ahli meliputi perbedaan jenis
kelamin, etnis, dan kondisi sosial ekonomi. Menurut Byrnes dalam Khodijah, penelitian menunjukkan bahwa kinerja perempuan dalam tes kemampuan membaca
dan menulis lebih baik daripada laki-laki saat memasuki kelas satu SD. Sebaliknya, laki-laki cenderung lebih unggul dalam tes matematika, sains, dan ilmu sosial pada
awal remaja. Perbedaan paling mencolok antara keduanya terletak pada kelancaran
dan kualitas menulis di semua tingkat usia, di mana perempuan menunjukkan hasil
yang lebih tinggi, sedangkan dalam pemecahan masalah matematis, laki-laki lebih
baik (Khadijah, 2006). Khadijah (2006) juga menjelaskan bahwa perbedaan gender
dalam kinerja kognitif dapat dilihat dari tiga perspektif: (1) genetik/fisiologis yang
menyatakan bahwa gen laki-laki memengaruhi morfologi otak secara berbeda, (2)
sosialisasi yang menunjukkan bahwa perbedaan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai dalam
masyarakat yang ditransfer melalui keluarga, teman, dan guru, serta (3) pengalaman
yang berbeda yang disebabkan oleh perlakuan yang berbeda terhadap anak laki-laki
dan perempuan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI