Mohon tunggu...
Amelia Ratih Amanda
Amelia Ratih Amanda Mohon Tunggu... Freelancer - Gadih minang-PII Wati

Ribet dan ricuh di tulisan, simpel dan kalem didunia nyata.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Wanita Karir, Interpretasi Perempuan Modern Masa Kini?

12 Agustus 2019   07:58 Diperbarui: 19 April 2021   13:15 3602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalimat "Perempuan tidak usah menye-menye. cukup di rumah, mengurus anak, melayani suami. Kerja perempuan hanya seputar di dapur, sumur, dan kasur." sepertinya sudah kedaluwarsa.

Kalau kita amati dewasa ini, hampir tak ada lagi pekerjaan laki-laki yang tidak dapat dilakukan oleh perempuan, walaupun tidak semua perempuan dapat melakukannya. 

Sangat bertolak belakang dengan nuansa delapan puluh tahunan dimana kaum perempuan hanya sebatas rumah dan pasar, sebuah lingkaran sempit, karena kaum perempuan dianggap mustahil mengerjakan apa yang dilakukan oleh laki-laki dengan alasan lemah fisik dan mental.

Dalam era globalisasi ini keterlibatan perempuan sangat esensial. Hampir tidak terlihat lagi perbedaan antara laki-laki dengan perempuan. Keduanya memiliki hak, status, peranan, dan kesempatan untuk berkembang dan berkontribusi dalam struktur masyarakat modern. 

Kita tidak asing lagi melihat seorang perempuan bekerja sebagai buruh pabrik, menjadi sopir angkot, pilot, CEO perusahaan, bahkan menjadi dewan legislatif suatu negara.   

Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut, diantaranya kemajuan IPTEK dan perkembangan budaya dalam masyarakat. Saat ini perempuan tidak lagi terkukung oleh lingkaran sempit itu. 

Perempuan masa kini dengan berani medobrak dan menyuarakan eksistensinya, menunjukkan kemampuan, dan keinginan untuk mencari dan memperoleh membuat mereka dapat menghasilkan karya nyata sebagaimana yang dapat dilakukan oleh kaum laki-laki.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pekerja perempuan meningkat sebesar 2,33 persen menjadi 55,04 persen dari sebelumnya yaitu, 52,71 persen pada Februari 2016. 

Hal itu berarti perempuan saat ini telah semakin aktif mengambil bagian dalam mendukung perekonomian nasional dan memiliki kesempatan yang sama di bidang pekerjaan.

Bahkan, menurut riset dari Grant Thornton tahun 2017, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai peningkatan terbaik dalam hal jumlah perempuan yang menduduki posisi senior di perusahaan dengan peningkatan dari 24 persen di tahun 2016 menjadi 28 persen di tahun 2017.

Dewasa ini, ada isu-isu yang melekat pada perempuan yang telah berkeluarga. Dalam objek yang umum, wanita karir misalnya. Penghasilan suami yang stagnan dan terkadang tidak mencukupi membuat seorang perempuan ikut serta dalam mencari nafkah. 

Selain itu, adanya dogma yang telah terpatri dalam masyarakat bahwa istri yang hanya bekerja dirumah itu pemalas, hanya ongkang-ongkang kaki, dan kerjanya cuma menghabiskan harta suami membuat perempuan di era modern memutuskan untuk menjadi wanita karir. Bahkan hal ini menjadi momok yang sangat mengganggu bagi sebagian besar perempuan.

Alhasil, perempuan-perempuan modern sekarang berlomba-lomba untuk menjadi wanita karir yang berhasil dibidangnya, pulang membawa rupiah, dan tentunya bisa membeli barang yang diinginkannya tanpa campur tangan sang suami.

Pada lini masa, perempuan seperti buah simalakama. Ingin berkontribusi terhadap negara dan bangsa, terpaksa abai terhadap keluarga. Ingin berkontribusi penuh ke keluarga, ia masih tak mampu menutup mata dan abai terhadap carut marut diluaran sana.

Menjadi wanita karir berarti merelakan waktu untuk keluarga berkurang demi pekerjaannya. Ketika wanita karir memilih untuk menitipkan anaknya kepada ART (Asisten Rumah Tangga) atau di TPA (Tempat Penitipan Anak), berarti ia telah kehilangan momen untuk melihat dan memantau tumbuh kembang anaknya. 

Realitanya, banyak anak yang lebih dekat dan nyaman dengan ART (Asisten Rumah Tangga) mereka dibandingkan dengan orang tua mereka sendiri. Padahal, pemberian stimulasi dari orangtua dapat membantu optimalisasi tumbuh kembang anak. 

Misalnya, orang tua bisa menemani anak bermain, membantunya melatih motorik kasarnya dengan mengenalkannya pada pengalaman baru, dan yang terpenting membiarkan anak berkreatifitas dengan caranya sendiri namun tetap dalam pengawasan orang tua. Rugi bukan, jika tidak orang tua yang secara langsung mendidik dan menjaga anaknya dari kecil?

Dinamika lainnya, menjadi perempuan berarti menjadi wanita hebat dengan batasan-batasan yang ada. Batasan tersebut adalah fitrah perempuan. Fitrah perempuan berarti nilai dasar yang ada pada setiap perempuan dengan segala keistimewaannya. 

Perempuan dengan kelemah lembutannya dan kebengkokannya. Pekerjaan laki-laki yang dilakukan oleh seorang perempuan berarti tidak sesuai dengan fitrahnya perempuan. Karena seyogyanya, laki-laki dan perempuan telah memiliki lahan bekerja mereka masing-masing. 

Laki-laki dengan pekerjaan yang membutuhkan fitrahnya yang tegas dan kuat, dan perempuan dengan pekerjaan yang membutuhkan fitrahnya yang penuh akan kelemah lembutannya.

Pengurus Besar (PB) Pelajar Islam Indonesia (PII) melalui Badan Otonom Koordinator Pusat (BO KORPUS) PII Wati merefleksikan satu gagasan besar yang terkait dengan "perempuan" saat momentum Sidang Dewan Pleno Nasional (SDPN) Periode 2015/2017. Gagasan yang kemudian diperkenalkan dengan perempuan "Dari Fitrah ke Kiprah".

Gagasan ini merupakan suatu pandangan internal terhadap badan PII Wati itu sendiri yakninya kemampuan merefleksikan konsep pandangan PII Wati dalam skala besar tapi tetap dalam lingkup keperempuanannya. 

Pun dengan pandangan eksternal yang menyadarkan kita akan fitrahnya seorang PII Wati untuk mengurus anak dan melayani suami dirumah, menyapu rimah biskuit yang berserakan dilantai, atau bahkan sekedar untuk memilih sayur mayur dipasar.

Steering Committee Munas PII Wati, Nurul Huda, pada ajang Muktamar PII ke-30 yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 25 Februari - 2 Maret 2017 yang lalu mengatakan, tantangan yang dihadapi oleh umat Islam saat ini salah satunya adalah rapuhnya peran perempuan, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dimana kiprah yang dijalankan oleh perempuan kurang sesuai dengan fitrahnya.

Lalu, yang menjadi pertanyaan, apakah perempuan tidak boleh bekerja? Tentu boleh, tetapi pekerjaan yang dilakoni harus sesuai dengan fitrah yang mengalir dalam dirinya. Sekarang, harus ada re-orientasi peran perempuan dari fitrah ke kiprah. 

Reorientasi yang dimaksud adalah orientasi ulang cara pandang perempuan terhadap fitrah yang ada dalam dirinya sehingga ia bisa berkiprah dan bersinergi untuk keluarga dan masyarakat.

Perempuan masa kini disamping memikirkan prospek karirnya, ia hendaknya juga sadar akan kewajibannya menjadi madrasah pertama bagi anak dan sebagai wanita yang selalu mencari ridha sang suami. Hal ini bisa dan lebih mudah dilakukan ketika perempuan memilih untuk berprofesi sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga). 

Menjadi ibu rumah tangga merupakan suatu langkah besar dan pilihan hebat bagi perempuan masa kini. Ia telah berhasil melawan egonya sendiri dan mengenyahkan pikiran dari stigma negatif masyarakat sekitar.

Banyak pekerjaan yang bisa dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga. Kehadiran teknologi membawa kemudahan tersendiri bagi masyarakat. Nah, teknologi ini merupakan jembatan yang berujung pada dua cabang, kesuksesan dan kegagalan memanfaatkannya. 

Ibu rumah tangga bisa berjualan online dengan memakai sistem dropship, mereka dapat meraup untung besar dengan modal sedikit atau bahkan tanpa modal. 

Sebut pula menjahit, pekerjaan dibalik mesin jahit ini adalah pekerjaan yang tak lekang oleh masa. Dan hebatnya lagi, siapapun bisa mengerjakannya, apalagi seorang ibu rumah tangga. Tak lupa dengan usaha memasak. 

Baca Juga: Agar Wanita Karir Lebih Hemat Energi Urus Rumah Tangga

Bisa catering, usaha kue dan roti, atau bahkan oleh-oleh khas daerah. Semuanya bisa dilakukan dari balik sebuah bangunan yang bernama rumah. Berawal dari iseng-iseng, ditambah dengan ketekunan hingga akhirnya usaha kecil-kecilan yang dirintis bisa berkembang, bisa menambah karyawan, uang pun mengalir dengan sendirinya.

Ada satu hal yang menarik. Beberapa waktu yang lalu, penulis sempat berkunjung ke toko perlengkapan olahraga milik ketua KB PII Kota Payakumbuh, Ayah Esa Muhardanil. 

Penulis berkunjung dengan maksud menjalin silaturrahmi bersama teman-teman dari PD PII Kota Payakumbuh. Beliau mengatakan "Ekonomi harus kita (umat Islam) pegang, karena jika ekonomi kuat, kekuasaan atau apapun itu akan mengikut." 

Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita sebagai umat islam memutarbalikkan keadaan sekarang, yang mana perekenomian lebih banyak didominasi oleh orang non-muslim. Sektor-sektor penting dan perusahaan-perusahaan besar realitanya dipimpin oleh non-muslim. 

Sungguh miris, islam yang pernah berjaya perekonomiannya pada masa khulafaurrasyiddin dahulu, sekarang lemah, lembek, dan selalu mengikuti arus ekonomi yang dipegang non-muslim seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

Korps PII Wati merupakan kelembagaan badan otonom dari Pelajar Islam Indonesia yang fokus terhadap pengelolaan serta pemberdayaan perempuan dan anak.   

Korps PII Wati memberikan keleluasaan terhadap kader pelajar putrinya untuk mengembangkan potensi diri dan mengaktualisasikannya kedalam suatu tindakan nyata yang berbasiskan kepada nilai keislaman dan kebudayaan. 

Kader pelajar putri masa kini harus cermat dalam menghadapi tantangan zaman. Fenomena wanita karir tadi contohnya. Menjadi wanita karir bukanlah suatu pilihan yang tepat bagi seorang PII Wati yang mendambakan menjadi sosok istri dan ibu yang sesuai dengan fitrahnya.

Dewasa ini, PII Wati harus survive ditengah masyarakat. PII Wati juga harus berjiwa militan dalam menghadapi tantangan zaman serta mampu melakukan terobosan. 

Terlebih di era 4.0, selain mengimplementasikan fitrah sebagai seorang perempuan, seorang PII Wati juga harus memiliki kiprah yang nyata dan bermanfaat bagi dirinya, masyarakat dan bangsa. 

Karena seorang perempuan hebat adalah perempuan yang fleksibel terhadap tantangan zaman dan tetap berpegang teguh kepada pilar-pilar islami tanpa lupa untuk menginspirasi.

Banda Aceh, 31 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun