Selain itu, adanya dogma yang telah terpatri dalam masyarakat bahwa istri yang hanya bekerja dirumah itu pemalas, hanya ongkang-ongkang kaki, dan kerjanya cuma menghabiskan harta suami membuat perempuan di era modern memutuskan untuk menjadi wanita karir. Bahkan hal ini menjadi momok yang sangat mengganggu bagi sebagian besar perempuan.
Alhasil, perempuan-perempuan modern sekarang berlomba-lomba untuk menjadi wanita karir yang berhasil dibidangnya, pulang membawa rupiah, dan tentunya bisa membeli barang yang diinginkannya tanpa campur tangan sang suami.
Pada lini masa, perempuan seperti buah simalakama. Ingin berkontribusi terhadap negara dan bangsa, terpaksa abai terhadap keluarga. Ingin berkontribusi penuh ke keluarga, ia masih tak mampu menutup mata dan abai terhadap carut marut diluaran sana.
Menjadi wanita karir berarti merelakan waktu untuk keluarga berkurang demi pekerjaannya. Ketika wanita karir memilih untuk menitipkan anaknya kepada ART (Asisten Rumah Tangga) atau di TPA (Tempat Penitipan Anak), berarti ia telah kehilangan momen untuk melihat dan memantau tumbuh kembang anaknya.Â
Realitanya, banyak anak yang lebih dekat dan nyaman dengan ART (Asisten Rumah Tangga) mereka dibandingkan dengan orang tua mereka sendiri. Padahal, pemberian stimulasi dari orangtua dapat membantu optimalisasi tumbuh kembang anak.Â
Misalnya, orang tua bisa menemani anak bermain, membantunya melatih motorik kasarnya dengan mengenalkannya pada pengalaman baru, dan yang terpenting membiarkan anak berkreatifitas dengan caranya sendiri namun tetap dalam pengawasan orang tua. Rugi bukan, jika tidak orang tua yang secara langsung mendidik dan menjaga anaknya dari kecil?
Dinamika lainnya, menjadi perempuan berarti menjadi wanita hebat dengan batasan-batasan yang ada. Batasan tersebut adalah fitrah perempuan. Fitrah perempuan berarti nilai dasar yang ada pada setiap perempuan dengan segala keistimewaannya.Â
Perempuan dengan kelemah lembutannya dan kebengkokannya. Pekerjaan laki-laki yang dilakukan oleh seorang perempuan berarti tidak sesuai dengan fitrahnya perempuan. Karena seyogyanya, laki-laki dan perempuan telah memiliki lahan bekerja mereka masing-masing.Â
Laki-laki dengan pekerjaan yang membutuhkan fitrahnya yang tegas dan kuat, dan perempuan dengan pekerjaan yang membutuhkan fitrahnya yang penuh akan kelemah lembutannya.
Pengurus Besar (PB) Pelajar Islam Indonesia (PII) melalui Badan Otonom Koordinator Pusat (BO KORPUS) PII Wati merefleksikan satu gagasan besar yang terkait dengan "perempuan" saat momentum Sidang Dewan Pleno Nasional (SDPN) Periode 2015/2017. Gagasan yang kemudian diperkenalkan dengan perempuan "Dari Fitrah ke Kiprah".
Gagasan ini merupakan suatu pandangan internal terhadap badan PII Wati itu sendiri yakninya kemampuan merefleksikan konsep pandangan PII Wati dalam skala besar tapi tetap dalam lingkup keperempuanannya.Â