Mohon tunggu...
Amela Rahmawati
Amela Rahmawati Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Amar ma'ruf nahi munkar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menyesal

8 Februari 2021   01:05 Diperbarui: 8 Februari 2021   01:29 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Lalu kami membicarakan tentang anak lekaki berusia tiga tahun yang pernah aku dan Alma selamatkan. Namanya Salman, penyakitnya baru diketahui setelah dipindahkan ke panti ini. Ternyata Salman mengidap penyakit bronkitis yang sudah kronis karena terlalu banyak menghirup abu vulkanik.
"Kesian ya, di usianya yang masih tiga tahun udah sakit parah. Belum lagi engga diobatin karena gak ada biaya." Ucap Alma.
"Alma, menurut kamu gimana kalau aku adopsi Salman?" Tanyaku.
"Mau siapa yang urus, kamu kan kuliah. Jangan ngaco deh Zayan!" Jawab Alma ketus.
"Kamu," belum selesai aku berbicara mata Alma langsung melotot padaku. " Maksudnya, kalau aku lagi sibuk banget kan aku bisa nitipin dia ke kamu. Lagian kan kalo aku adopsi dia dia bisa lebih pantau, bisa diobatin juga, diliat progres kesehatanya kaya gimana, terus makannya juga bisa lebih terkontrol."
"yaudah deh terserah kamu aja!" Jawab Alma.


Akupun membicarakan hal ini ke pengurus panti, responnya baik. Namun sayangnya aku tidak bisa menjadi wali untuk Salman, karena aku belum memiliki pekerjaan. Lalu Alma mengajukan diri untuk menjadi wali Salman. Setelah mengisi formulir, dan melewati proses yang panjang akhirnya Alma bisa mengadopsi Salman. Hari pertama Salman kami bawa ke rumah Alma.
"Karena wali salman itu aku, jadi hari pertama Salman harus tinggal sama dirumahku, kedepannya baru di rumah kamu!" ucap Alma.
"Tapi, yang tanggung jawab penuh tetep kamu ya Zayan!" Tambahnya.


Dua tahun berlalu, Salman masih belum sembuh. Keadaannya terus memburuk. Seperti hari ini, aku dan Alma mengajak Salman ke taman di dekat rumahku untuk menghirup udara segar. Tapi tiba-tiba dia sesak nafas dan jatuh pingsan. Kami sangat khawatir, kami bawa Salman ke rumah sakit terdekat.
"Bagaimana keadaannya dok?" Tanyaku pada dokter yang baru selesai memeriksa keadaan Salman.
"Dia harus segera di operasi hari ini juga, paru-parunya harus segera dibersihkan. Dengan biaya yang tidak sedikit tentunya. Jika kalian setuju kalian bisa langsung membayar ke staf administrasi dan menandatangani surat ijin untuk operasi!" Jawab dokter.
"Aku bingung apa yang harus aku lakukan, apa aku jual saja mobilku? Bagaimana menurutmu Alma?" Tanyaku pada Alma.
"Jangan! Aku ada uang peninggalan ayahku, kita bisa pakai uangku saja!" Jawabnya serius.
"Tapi uang itu untuk biaya kuliah kamu! Kamu tau biaya kuliah kamu tidak sedikit" Jawabku sedikit berteriak.
"Dalam hidup memang ada yang harus dikorbankan, Zayan. Lagi pula aku bisa mencari beasiswa. Kalaupun aku harus berhenti kuliah aku tetap bisa melanjutkan hidupku, aku bisa bekerja!" Ucap Alma.
"Seperti katamu, dalam hidup memang harus ada yang dikorbankan. Aku akan tetap menjual mobilku, dengan hanya menggunakan uangmu tetap tidak akan cukup!" Ucapku panjang lebar, baru kali ini ucapanku benar dan realistis.


Uang hasil penjualan mobilku dan uang tabungan Alma, sudah kami bayarkan untuk biaya operasi Salman. Hanya tesisa sedikit, itupun untuk biaya Salman sehari-hari selama di rumah sakit. Operasi berjalan lancar. Dokter keluar dan mengatakan bahwa Salman mengalami koma, namun hal itu adalah hal yang biasa pasca operasi. Kemungkinan Salman koma selama satu minggu. Namun sudah dua bulan telah berlalu, Salman masih belum sadar juga. Aku dan Alma saling bergantian menginap di rumah sakit menjaga Alma. Hari ini, ibu jari dan jari telunjuk Salman bergerak. Kami langsung memanggil dokter.

Dokter hendak memeriksa keadaan Salman, dan kami disuruh untuk menunggu diluar. Ada banyak suster keluar-masuk ruangan Salman dan membawa peralatan besar yang aku tidak tahu untuk apa. Akhirnya dokter keluar dan menyampaikan berita yang tidak ingin sedikitpun aku dan Alma dengar. Salman tidak bisa diselamatkan. Dia meninggal. Aku membeku, dan Alma menagis tersedu-sedu.
"Zayan, Salman meninggal!" Ucap Alma lirih.
"Seandainya kita tidak menyelamatkan Salman dua lalu. Aku sangat menyesalinya!" Ucapku datar.
"Apa yang kamu sesali Zayan?" Dengan tiba-tiba dia berhenti menangis dan menanyakan hal ini padaku dengan nada yang serius.
"Seandainya kita tidak menolong Salman, dia tidak akan hidup sakit-sakitan! Luka bakar dipipimu tidak akan ada! Telapak kakiku tidak akan melepuh! Mobilku mungkin masih ada! Kamu juga bisa tetap kuliah dan menggapai cita-citamu! Selama ini kita hanya buang buang uang dan tenaga, apa kamu tidak menyadarinya?" Ucapku pada Alma dengan suara yang dikeraskan.
"Cukup Zayan, cukup. Kamu menyesal telah menyelamatkan Salman?" Tanya Alma dengan nada suara yang sedih.
"Menyelamatkan? Kita menyelamatkan orang yang memang ditakdirkan untuk tidak selamat, Alma!" Ucapku pada Alma dengan nada yang masih sama.
"Bukankah Salman yang membuat kita bertemu dan dekat seperti sekarang? Aku kecewa padamu, Zayan!" Ucap Alma sembari pergi meninggalkanku. Dan itulah kalimat terahkir dari Alma padaku, juga terakhir kali aku bertemu dengan Alma.

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun