Mohon tunggu...
Celengan Ambu
Celengan Ambu Mohon Tunggu... Lainnya - social worker

seorang emak yang suka urban farming

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Urban Farming, Cara Healing Murah Meriah

23 Mei 2024   08:28 Diperbarui: 23 Mei 2024   14:41 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Split tunas bawang merah (sumber: maria-g-soemitro.com)

Sedikit-sedikit kok healing? Begitu kritik banyak orang tentang kegemaran generasi milenial akan healing. Padahal, kenapa enggak? Healing kan semacam proses "charge baterai" setelah digunakan untuk mengatasi beragam masalah yang menguras emosi.

Healing juga merupakan cara untuk mencapai kebahagiaan. Dan tanpa disadari, individu yang bahagia akan menularkannya pada orang di sekelilingnya.

Banyak orang berlibur, traveling dan aktivitas di luar rutinitas lainnya sebagai pilihan healing. Bebas sih ya. Cara bisa berbeda, tujuannya toh sama, yaitu meluangkan waktu untuk diri sendiri, berdamai dan menghargai diri sendiri.

Nah, saya memilih urban farming. Kegiatan yang tanpa disadari ternyata saya tiru dari almarhum ayah. Di sela kesibukannya sebagai kepala sekolah, beliau menanam berbagai tumbuhan di pekarangan rumah.

Ada tembok batu, tempat beliau menggantungkan berpuluh anggrek bulan, dan saya bertugas menyiram. Ketika para anggrek bulan serempak berbunga, banyak tetangga berdecak kagum dan memuji. Dengan tangkas, almarhum menjawab: "Iya, anak saya yang rajin menyiram".

Huhuhu .....senangnya, cuma menyiram tanaman, eh kecipratan pujian.

Setelah dewasa, aktivitas urban farming berlanjut. Terlebih setelah menjadi ibu rumah tangga kerap mengalami situasi dilematis. Untuk kebutuhan memasak saya butuh bumbu dan rempah, tapi gak banyak, misalnya cuma 2-3 cm lengkuas. Tapi kan gak mungkin beli lengkuas hanya 2-3 cm? Terpaksa beli banyak dan sisanya mengering atau busuk.

Jadi untuk menghilangkan "rasa sebel", saya pun menanam berbagai bumbu dan rempah dapur di pot dan pekarangan rumah.

Kebiasaan tanam menanam ini semakin menjadi setelah saya mempraktikkan zero waste lifestyle yang mengharuskan pelakunya memisah sampah.

Sewaktu tinggal di rumah berpekarangan sih gak masalah. Cukup menggali lubang, saya bisa memasukkan sampah organik ke dalamnya, sedangkan sampah anorganik ke pemulung atau ke petugas sampah.

Beda halnya sekarang, saya tinggal di rumah berukuran 21 m2, ukuran khas perumahan KPR yang sangat sempit. Lahan pekarangan harus dikorbankan dan disulap menjadi kamar/dapur.

Bagaimana dengan sampah organik? Apa boleh buat saya harus mengompos dengan menggunakan pot tanaman. Lapisan terbawah kerikil dan tanah, kemudian sampah organik, terakhir ditutup campuran tanah dan pupuk kandang.

Setelah 2-3 minggu, tanah akan menghitam, dan saya pun bisa memanen media tanam yang kaya nutrisi, yang membantu tanaman saya tumbuh subur.

Senang bukan? Masalah sampah teratasi, saya mendapat bonus kompos. Sewaktu kompos menjadi media tanam urban farming, manfaat saya peroleh semakin banyak, minimal berikut ini:

sumber: maria-g-soemitro.com
sumber: maria-g-soemitro.com

3 Manfaat Urban Farming

Sebetulnya manfaat urban farming mungkin lebih dari 10 manfaat . Gak heran Michelle Obama, istri Presiden Amerika Serikat ke-44 menggalakkan urban farming di masa pemerintahan suaminya.

Namun untuk meringkas tulisan, kali ini 3 dulu aja deh ya:

1. Small Celebration, Sensasi Pencapaian

"Proses gak mengkhianati hasil". Pastinya sering mendengar kalimat ini.

Urban farming itu mudah, sekaligus tidak mudah. Nampak mudah karena cukup menanam calon tanaman maupun benih, maka akan tumbuh tanaman baru.

Sayangnya gak semudah itu. Tanaman harus disiram, disiangi dari gulma dan siap-siap menangis ketika tiba-tiba melihat daun tanaman yang disayang-sayang, habis dimakan ulat atau dikrikiti belalang.

Belum lagi penyakit tanaman, yang entah apa namanya, membuat daun cabai menguning, atau penyakit lainnya yang membuat cabai tidak tumbuh sempurna, bentuknya jadi kuntet.

Namun, apa pun itu, ketika tanaman sayuran seperti pakchoi mempersembahkan daunnya, tomat dan cabai memberikan upeti berupa buah, serta bawang berupa umbi, maka rasanya bahagia banget. Mirip Dora dalam film kartun Dora The Explorer yang meloncat-loncat sambil berteriak: Berhasil...Berhasil!

2. Ekonomi Gak Boncos Lagi

Andai dikonversi menjadi rupiah, hasil panen urban farming sebetulnya gak signifikan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan seperti pengadaan pot, media, air PAM dan lainnya.

Namun paling tidak kita gak jengkel lagi harus beli lengkuas atau jahe senilai Rp 5.000, padahal yang dibutuhkan hanya Rp 500. Urban farming juga memungkinkan kita menikmati hasil pertanian yang masih segar.

3. Lingkungan Hijau untuk Kesehatan

Mengapa pemerintah gemar banget bikin ruang terbuka hijau? Demikian pula dengan para pengembang perumahan, dengan memasukkan kawasan hijau mereka berhasil menaikkan harga jual propertinya.

Tentunya karena banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa lingkungan hijau berkontribusi menurunkan berbagai kasus penyakit seperti asma dan jantung.

sumber:maria-g-soemitro.com
sumber:maria-g-soemitro.com

3 Langkah Urban Farming

Ingin mencoba urban farming tapi bingung memulainya?

Yuk atuh kita mulai:

1. Persiapan

Asyiknya urban farming tuh gak semua peralatan harus dibeli, bisa didapat dengan mengkreasikan barang yang ada, yaitu:

  • Pot/polybag, bisa diganti dengan kaleng bekas kue, bekas kemasan minyak goreng, bekas gallon air minum dan lainnya.
  • Media tanam. Bisa dibeli di pedagang tanaman hias. Pilih yang sudah dicampur: tanah, pupuk hewan dan sekam/serbuk gergaji. Atau bisa juga minta tanah pekarangan dari tetangga.^^
  • Sekop. Selain bisa membelinya secara online (harganya cukup murah), bisa juga menggunakan pisau bekas atau peralatan dapur lain yang sudah tidak digunakan.

2. Pelaksanaan Urban Farming

Mari kita tengok dapur, biasanya ada akar bawang daun, akar bayam/kangkung, bawang merah/bawang putih yang tumbuh tunasnya, semua bisa langsung ditanam.

bawang merah setelah seminggu ditanam (sumber: maria-g-soemitro.com)
bawang merah setelah seminggu ditanam (sumber: maria-g-soemitro.com)

Khusus untuk bawang merah/bawang putih, setelah sekitar seminggu akan muncul beberapa anakan yang bisa displit sesuai jumlah rumpun daun yang muncul, kemudian tanam kembali

Split tunas bawang merah (sumber: maria-g-soemitro.com)
Split tunas bawang merah (sumber: maria-g-soemitro.com)

tanam dan tunggu sekitar 3 bulan (sumber:maria-g-soemitro.com)
tanam dan tunggu sekitar 3 bulan (sumber:maria-g-soemitro.com)

3. Penyiraman, Penyiangan dan Panen

Selain tomat, cabai dan sayuran yang "semua orang juga tahu" waktu panennya, khusus bawang merah selain waktu sekitar 3 bulan untuk panen, juga daun tanaman akan menguning.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun