Sikap terbuka Jokowi inilah yang membuat kelompok posisi, agak kesulitan menghajarnya. Menanggapi adanya distribusi isu hoax dan fitnah yang ditujukan padanya, Jokowi tetap bijaksana. Tuduhan yang kadang mengerikan juga dialamatkan kepadanya, semua satu persatu dihadapi.
Politisi yang satu ini bukan tipe pemimpin penakut yang lari terbirit-birit bila diserang. Lawan politik dirangkulnya. Buktinya, Prabowo Subianto diangkatnya sebagai Menteri Pertahanan. Politik dengan narasi kebencian juga ditangani dengan menghidupkan edukasi.
Tinggal beberapa hal terkait komunikasi publik yang dinilai kurang maksimal, menjadi Pekerjaan Rumah. Yang kedepannya dikoreksi, dimana jajaran KSP sebagai benteng dari Presiden rasanya masih lemah dalam menanggapi dialektika publik. Selain lamban, sering kali out of context. Bahkan, melahirkan masalah baru. Memberi ruang kepada publik untuk menghantam lagi Presiden Jokowi.
Politik identitas yang menjadi senjata bagi kelompok politik tertentu meracuni nalar publik. Dampaknya, rakyat terbelah. Menjadi yang pro pemerintah dan anti pemerintah. Atau yang disebut Pancasilais vs Agamais. Tentu melahirkan kesenjangan, disparitas ini menjadi racun mematikan.
Yang buahnya melemahkan solidaritas rakyat. Memicu konflik sosial. Membuat rakyat saling beradu, tidak mau duduk semeja mencari solusi bersama. Produksi isu sektarian, sentimentil inilah yang sebenarnya cukup banyak mengganggu pemerintahan Jokowi saat ini. Alhamdulillah, karena kehebatannya Jokowi tetap kokoh.
Manuver dengan segala macam cara, untuk memakai tangan rakyat dengan menggunakan istilah "people power" juga terpental. Tidak mampu membuat Jokowi jatuh dari kursi kekuasannya sebagai Presiden. Biasanya, skenario busuk, hasilnya malah membunuh diri mereka niatnya tidak lurus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H