Berkolaborasi, mengkombinasikan kekuatan dengan sejumlah politisi senior. Tidak hanya itu, para Ketua Umum partai politik juga mampu secara tidak sadar diorkestrasi Jokowi. Semua sumber kekuatan politik, peta atau bentuk koalisi politik diaturnya.
Jokowi potret pemimpin sederhana, tapi sikapnya membahana. Tidak sehebat Soekarno dalam berpidato, tapi diplomasi, keberanian, dan keberpihakannya tak perlu diragukan lagi. Terutama ketika berharapan dengan pihak pemerintah Asing.
Jejak rekam Jokowi akan selalu melekat di hati rakyat. Karena kenapa?, karena tampilan politiknya dibangun dengan standar dan ukurannya rakyat kecil. Rakyat dapat mengakses cara kerja, gaya hidup Jokowi. Pemimpin yang tidak mau mubazir bicara.
Sikap tegasnya diperlihatkan dalam kebijakan keberpihakan. Jokowi kelihatannya, tidak terbiasa basa-basi politik. Sosok pemimpin Indonesia yang satu simple, tak mau neko-neko. Sedikit bekerja, namun perbanyak bekerja. Lihat saja slogannya, kerja, kerja, kerja.
Wajah kepemimpinan merakyat, berdialog dengan rakyat juga dilakukan Jokowi. Kalau ditelisik, dalam sejumlah kunjungan Kepresidenan di daerah, Jokowi termasuk yang paling beda. Sering kali protokoler ditabraknya. Itu semata untuk bertemu langsung dengan rakyat.
Presiden Jokowi hendak memastikan bahwa program populis yang dirancang dan dialokasikan untuk rakyat benar-benar tersalurkan dengan baik atau tidak. Itu kemungkinan yang membuat dibeberap tempat saat kunjungan ke daerah, Jokowi menyapa langsung rakyat. Para pengawalpun sering kesulitan melakukan pengamanan.
Pola komunikasi dengan rakyat, merangkul dan duduk setara harus diakui tengah diupayakan, menjadi ikhtiar yang terus-menerus dilakukan Jokowi. Hanya saja, protokoler yang melekat pada dirinya sebagai pejabat negara yang membatasinya. Membatasi dirinya berdialog bebas dengan rakyat. Padahal, kalau mau ikut kata hati dan perilaku kepemimpinan, Jokowi tak mau ada batasan seperti itu.
Jokowi tak punya skandal politik. Sosok yang bersih, tidak cacat moral. Kalau sedikut tercoreng, itu bukan karena faktor Jokowi. Citra Jokowi rusak oknum orang-orang disekitarnya. Pola kepemimpinan politik Jokowi juga cukup menarik, yakni dengan pendekatan politik akomodasi.
Betul bahwa Jokowi tak mau ada rivialitas yang berlebihan. Jangan karena hal itu, membuat program pemerintah terhambat. Cara meramu kekuatan politik, memang perlu kita belajar pada Jokowi. Tak ada permusuhan yang sejati dalam politik.
Dan hal tersebut dimengerti betul Jokowi. Pro kontra dalam politik sebagai bagian dari khasanah demokrasi adalah perlu diberi ruang adanya perbedaan. Pada sisi konflik interest yang terlampau kencang, yang berpotensi merusak persatuan inilah yang tidak diinginkan Jokowi.
Alhasil, tafsir politik ditunjukkan Jokowi melalui konsolidasi demokrasi. Pendekatan politik akomodatif semua kepentingan politik tak lagi berbenturan berlebihan. Masih dalam tahap wajar sampai sekarang ini. Jokowi tak mau benturan politik yang kuat melahirkan polarisasi di tengah rakyat.