Mohon tunggu...
CJ Amary Kumang
CJ Amary Kumang Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang belajar menulis

Masih bergulat dengan pertanyaan tidak penting

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Brand Activism dan Customer-Centric

7 Februari 2022   15:24 Diperbarui: 7 Februari 2022   15:29 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Activism. Sumber Ilustrasi: Unsplash.com/@claybanks

Di situasi ini, siapapun yang menawarkan pengalaman yang memudahkan konsumen, dari perkenalan hingga closing, merekalah yang potensial dipilih konsumen. 

Hasil survey Patrick Spenner dan Karen Freeman terhadap lebih dari 7000 konsumen dan ratusan ahli pemasaran di seluruh dunia menampilkan kecenderungan bahwa konsumen lebih suka memutuskan membeli didasarkan atas informasi yang sederhana. 

Sederhana disini maksudnya adalah penjual mampu meyakinkan dengan ringkas seperti bertanya tentang kenapa produk tersebut diinginkan konsumen, diberikan informasi testimoni dan review produk dari pihak ketiga yang ahli, lalu mengarahkannya untuk membeli di website resmi.

Kesederhanaan tersebut berpengaruh kepada pengalaman berbelanja yang tidak rumit. Informasi yang sederhana dan alur yang tidak rumit sebenarnya membantu konsumen atas permasalahan banyaknya opsi yang tersedia, yaitu mereka butuh diyakinkan bahwa keputusan mereka adalah pilihan tepat. 

Kesederhanaan yang ditawarkan tersebut berpengaruh ke persentase pembelian kembali sebesar 9% dan merekomendasikannya ke orang lain sebesar 115%. Efek selanjutnya adalah apa yang disebut sebagai loyalitas.

Konklusi
Jika menggunakan hasil survey Edelman bahwa 64% konsumen membeli/memboikot produk berdasarkan keyakinan akan nilai yang diangkat brand, maka mengangkat isu sebagai sarana pemasaran juga bisa dikategorikan sebagai customer-centric karena konsumen melihat tersebut sebagai hal yang penting. Tahun 2020 adalah puncak dari banyaknya isu yang berusaha diangkat oleh brand-brand terkenal seperti Nike, Unilever, Pepsi, dan lainnya.

Brand activism adalah refleksi yang terjadi di sosial dan punya resiko yang besar jika digunakan. Akan sangat disayangkan jika sebuah brand sudah memilik produk yang bagus tapi salah ambil langkah ketika akan mengangkat isu ini. 

Menarik untuk dilihat bagaimana reaksi Michael Jordan di tahun 90-an ketika banyak orang mempertanyakan solidaritasnya terhadap isu yang juga diangkat Nike sebagai brand yang mengontraknya.

Tahun itu, ia tidak mengambil posisi politis apapun, karena ia tahu pihak yang berseberangan pun tetap punya peluang membeli sepatunya: "Republicans buy shoes, too".

Daftar Resensi:

Cook, Sarah. 2008. Customer Care Excellence: How to Create an Effective Customer Focus. Kogan Page. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun