Mohon tunggu...
Amartha Putri Pramana
Amartha Putri Pramana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sociology

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sticker WhatsApp: Bentuk Budaya Komunikasi Massa Baru

5 Juli 2021   00:08 Diperbarui: 5 Juli 2021   00:50 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang pernah mengira bahwa kehidupan modern akan membawa manusia pada berbagai kemudahan? Salah satu kemudahan itu tercermin dari pola komunikasi manusia yang semakin mudah. Dahulu, untuk dapat berkomunikasi dengan teman atau kerabat yang berada di tempat yang jauh terasa begitu sulit. 

Melalui surat yang dikirim pos, kita harus menunggu surat itu sampai ke tempat tujuan memakan waktu yang sangat lama. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia mampu membuat berbagai instrumen yang berhasil menghilangkan ruang jarak dan waktu, diawali dari penemual telepon kabel, handphone, hingga smarthphone.

Perkembangan global juga turut andil mendorong kehidupan manusia di berbagai belahan dunia untuk masuk ke era globalisasi. Dalam era ini batas batas antar wilayah dapat hilang melalui sistem digitalisasi. 

Hal inilah yang membuat derasnya arus informasi dan komunikasi. Semua orang perlahan lahan mengalihkan hidupnya dari ruang nyata ke ruang-ruang digital. Dunia maya telah menjadi kehidupan kedua bagi masyarakat dunia. Setiap orang hidup di dunia maya melalui akun-akun media sosial pribadi. 

Berjejaring tanpa harus terhambat oleh latar belakang kebangsaan, agama, suku, budaya, negara dan lain seterusnya, sebagaimana seperti di kehidupan nyata.Van Diik dan Castell dua tokoh sosiologi komunikasi menyebut fenomena ini sebagai "Network Society ".

Network society  adalah suatu trem yang sederhana, seperti struktur sosial berdasarkan jejaring yang dioperasikan melalui teknologi informasi dan komunikasi (Pandu, dkk , 2019). 

Network Society ini terwujud dalam berbagai bentuk komunikasi massa online salah satunya adalah applikasi WhatsApp. Kini WhatsApp telah menjelma menjadi salah satu product dari budaya massa dalam bentuk New Media.  

New Media sendiri merupakan bentuk media baru yang dikategorikan tengah berkemabang saat ini, media ini berkembang baik dalam segi Teknologi, Komunikasi, Maupun Informasi (Elvinaro, 2007 : 26). 

Didirikan sejak tahun 2009 Kini WhatsApp berhasil meraih berbagai pencapaian, ini didukung oleh hasil riset yang dilakukan oleh lembaga We Are Social  yang berkolaborasi dengan GlobalWebIndex terhadap pengguna internet di rentang usia 16-64 tahun, secara global, kecuali di Tiongkok. 

Survei ini dilakukan pada kuartal IV-2020 dan dirilis pada April 2021. Survei tersebut menunjukkan bahwa Whatsapp menjadi media sosial terfavorit para pengguna internet di seluruh dunia. 

Dari seluruh responden yang disurvei, ada  sekitar 24,1% responden yang menyukai WhatsApp dibandingkan dengan platform lainnya. Di tahun 2020 saja,  jumlah pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) WhatsApp telah mencapai dua miliar pengguna.

Khusus di Indonesia sendiri, lembaga statistic online Indonesia yaitu  Katadata Insight Center (KIC) telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan riset literasi digital. Risetnya telah menjaring 1.670 responden dari seluruh provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa, WhatsApp kini telah menjadi media sosial favorit masyarakat Indonesia. 

Aplikasi tersebut dimiliki 98,9% respondend, sisanya disusul oleh Facebook yakni dimiliki  89,8% responden dan Youtube yang dimiliki 87,8% responden. 

Menurut  Reuters Institute Studi Jurnalisme yang bermitra dengan  YouGov, aplikasi ini juga telah  menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia dalam membagikan berita.  

Hal ini terangkum dalam dengan tajuk  Reuters Institute Digital News Report 2021 yang menyatakan sebanyak 60% respondennya mengatakan membagi berita melalui WhatsApp (Katadata.id).

Fakta fakta ini didukung oleh perkembangan Whatsapp yang begitu luar biasa, lihat saja bagaimana Whatsapp telah bertransformasi dengan menyediakan berbagai fiture-fiture baru dalam perjalanannya, seperti status WhatAapp baik dalam bentuk teks, foto, dan video singkat, lalu yang paling menarik dan booming dalam beberapa tahun terakhir yaitu fiture stiker. 

Dimana fiture tersebut pengguna dapat membalas pesan melalui stiker dengan berbagai bentuk. Kehadiran stoker dalam aplikasi ini membuat komunikasi antara teman menjadi jauh lebih menyenangkan, karena respond kita dapat diekspresikan secara lebih nyata melalui gambar atau stiker yang kita kirim. Bahkan tak jarang stiker stiker tersebut dibuat dengan menggunakan potongan foto dari wajah teman. 

Stiker ini bukan hanya mengisi ruang komunikasi antar pribadi tapi juga menjadi media ekspresi dalam komunikasi yang ramai atau grup WhatsApp.

Dalam kacamata sosiologi kebudayaan ini fenomena ini menjadi sangat menarik, karena seperti yang ungkapkan sebelumnya bahwa kini WhatsApp merupakan representasi dari budaya massa, sehingga secara langsung segala perkembangannya akan sangat mempengaruhi pola budaya komunikasi massa. 

Struat Hall pernah menjelaskan tentang representasi, menurutnya representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan, representasi adalah kemampuan untuk menggambarkan atau membayangkan (Hall, 2005: 18-20). 

Representasi menjadi penting mengingat budaya selalu dibentuk melalui makna dan bahasa, dalam hal ini, bahasa adalah salah satu wujud simbol atau salah satu bentuk representasi.

Makna dari kebudayaan sendiri selalu diperantarai oleh bahasa untuk dibagikan kepada setiap anggota kebudayaan. Dari sini, Hall mengemukakan pentingnya representasi sebagai sarana komunikasi dan interaksi sosial, bahkan ia menegaskan representasi sebagai kebutuhan dasar komunikasi yang tanpanya manusia tidak dapat berinteraksi. 

Lebih jauh mengenai representasi Hall mengembangkannya dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan semiotik dan pendekatan diskursus. Pemikiran ini memiripkan wujudnya dengan konsep encoding dan decoding yang ditelurkan Hall dalam pengkajian media. 

Encoding adalah bagaimana informasi dikemas oleh sang penutur (pemroduksi informasi), sedangkan decoding adalah bagaimana pengonsumsi informasi merekonstruksi informasti tersebut (Storey, 2006: 11-12). 

Dalam kacamata Hall tentu saja stiker yang dikirim oleh pengirim merupakan bentuk Encoding, dan bagimana sang penerima memaknai pesan dari stiker tersebut merupakan bentuk dari Decoding.

Pendekatan semiotikanya diteruskan oleh tokoh sosiologi kebudayaan beraliran strukturalis yaitu Ferdinan de Saussure. Dalam perspektifnya Saussure menyatakan bahwa bahwa Bahasa itu hasil dari konstruksi makna, maka Bahasa selalu diperantai oleh tanda dan penanda. Dalam kasus stiker WhatsApp kita bisa menganalisisnya melalui kacama Saussure bahwa stiker dalam WhatsApp sendiri merupakan bagian dari simbol Bahasa. 

Bagaimana komunikasi antar individu melalui stiker bisa berjalan dengan baik karena keduanya saling memaknai apa yang mereka kirim dan apa yang mereka terima. Bagaimana cara memaknainya terbentuk dari apa yang mereka tafsirkan melalui ekspresi dari stiker yang dikirimkan. Stiker yang dikirim oleh pengirim adalah tanda, dan makna yang direkonstruksi oleh penerima adalah penandanya. 

Komunikasi di dalam WhatsApp dengan media stiker berjalan dengan demikian. Misalnya jika stiker tersebut mengirimkan foto atau gambar seseorang yang tengah tersenyum dan mengacungkan jempol, maka secara otomatis sang penerima akan memaknai tanda itu sebagai arti dari kesepakatan atau persetujuan.  Begitu juga dengan bentuk stiker yang lain. 

Cara kita memaknainya akan dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat kita merekonstruksi makna simbol yang tersimpan secara kolektif dalam alam bawah sadar masyarakat kita. Misalnya dalam kasus yang sama, masyarakat Indonesia menyimbolkan kesepakatan dengan ekspresi senyum dan ibu jari yang diangkat, maka jika simbol tersebut diubah kedalam stiker otomatis penerima akan memaknainya sebagai tanda dari kesepakatan.

WhatsApp sampai saat ini masih terus berkembang seiring dengan perkembangan global. Berbagai pembaruan-pembaruan terus dilakukan sebagai bentuk pengembangan kemampuan teknologi komunikasi. 

Dalam sosiologi kebudayaan hal ini karena menjadi representasi budaya massa, Hall mengemukakan pentingnya representasi sebagai sarana komunikasi dan interaksi sosial, bahkan ia menegaskan representasi sebagai kebutuhan dasar komunikasi yang tanpanya manusia tidak dapat berinteraksi. 

Pemikiran ini memiripkan wujudnya dengan konsep encoding dan decoding yang ditelurkan Hall dalam pengkajian media. Stiker yang dikirim oleh pengirim menjadi suatu tanda dan makna yang direkonstruksi oleh penerima. 

Dengan adanya perkembangan WhatsApp yang semakin canggih, haruslah dapat diikuti pula dengan perkembangan pola pikir para penggunanya agar dapat memanfaatkan fitur-fitur dari WhatsApp sendiri, dalam hal ini yaitu sticker dengan bijak dan tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun