Mohon tunggu...
Amar Alfian
Amar Alfian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pasaman Barat

Amor Fati Fatum Brutum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manusia dan Kekuasaan dalam Arus Sejarah

13 Agustus 2024   16:46 Diperbarui: 13 Agustus 2024   16:47 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia, dalam sejarah nasional di republik ini sering kali difokuskan pada narasi-narasi besar yang mendukung integrasi dan pembangunan negara, sementara narasi yang bertentangan atau mengancam stabilitas sering kali diabaikan atau diredam. Misalnya, peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan penumpasan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) diatur sedemikian rupa dalam narasi resmi yang menonjolkan peran militer sebagai penyelamat bangsa, sementara penderitaan para korban salah tangkap dan kontroversi di sekitar kejadian tersebut kurang mendapatkan perhatian yang layak.

Penulisan sejarah yang bias seperti ini tidak hanya berdampak pada cara masyarakat memahami masa lalu, tetapi juga pada identitas kolektif dan arah kebijakan di masa depan. Ketika sejarah dipelintir untuk melegitimasi kekuasaan, masyarakat cenderung kehilangan akses terhadap kebenaran yang lebih luas dan kompleks, yang dapat menyebabkan distorsi dalam pemahaman tentang diri mereka dan masa depan negara.

Sejarah sebagai Alat Politik Penguasa

Dalam temuan lain sejarah tidak hanya ditulis oleh pemenang, tetapi juga digunakan sebagai alat politik oleh penguasa. Penguasa yang bijak memahami bahwa kontrol atas narasi sejarah memungkinkan mereka untuk membentuk identitas nasional, melegitimasi kekuasaan mereka, dan mengarahkan kebijakan publik sesuai dengan kepentingan mereka.

Di banyak negara, termasuk Indonesia, di republik ini pengajaran sejarah di sekolah-sekolah sering kali digunakan untuk menanamkan ideologi tertentu dan menciptakan kesadaran nasional yang sesuai dengan agenda pemerintah. Misalnya, selama era Orde Baru, pendidikan sejarah di Indonesia sangat difokuskan pada pemujaan terhadap Soeharto sebagai bapak pembangunan dan penyelamat dari ancaman komunisme. Narasi ini digunakan untuk melegitimasi kekuasaan Soeharto dan menekan setiap bentuk oposisi politik.

Penggunaan sejarah sebagai alat politik juga terlihat dalam bagaimana pemerintah sering kali mengorganisir peringatan peristiwa-peristiwa sejarah tertentu yang mendukung agenda mereka, sementara peristiwa yang tidak sesuai dengan narasi resmi diabaikan atau diredam. Ini menciptakan versi sejarah yang tidak seimbang, di mana masyarakat hanya diberikan sebagian dari kebenaran, dan perspektif alternatif sering kali tidak mendapat tempat.

Penggunaan sejarah sebagai alat politik dapat memiliki dampak jangka panjang yang berbahaya. Ketika sejarah dipelintir untuk melayani kepentingan penguasa, masyarakat dapat menjadi terpecah, dan kepercayaan publik terhadap institusi-institusi negara bisa terkikis. Selain itu, penguasa yang menggunakan sejarah untuk menekan oposisi atau menutupi kesalahan mereka sendiri sering kali menciptakan kondisi yang mengarah pada ketidakstabilan politik di masa depan.

Relevansi dengan Kondisi Indonesia Saat Ini

Konsep-konsep mengenai kekuasaan, siklus kekuasaan, dan sejarah yang ditulis oleh pemenang serta penggunaan sejarah sebagai alat politik memiliki relevansi yang mendalam dengan kondisi Indonesia saat ini. Sebagai negara dengan sejarah panjang perjuangan dan perubahan politik, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mengelola kekuasaan dan memelihara kebenaran sejarah.

Di era Reformasi, Republik ini telah mengalami transisi menuju demokrasi yang lebih terbuka, namun tantangan terkait dengan penggunaan kekuasaan dan kontrol narasi sejarah tetap ada. Misalnya, meskipun terdapat kebebasan pers dan kebebasan berekspresi yang lebih besar, narasi sejarah yang dihasilkan oleh pemerintah masih cenderung bias dan sering kali digunakan untuk mendukung agenda politik tertentu.

Kontrol atas narasi sejarah masih menjadi alat penting bagi penguasa untuk mempertahankan kekuasaan dan melegitimasi kebijakan mereka. Misalnya, isu-isu terkait dengan sejarah kelam seperti peristiwa 1965 masih menjadi topik sensitif, dan narasi resmi sering kali tidak mencerminkan kompleksitas yang sebenarnya. Ini menunjukkan bahwa meskipun bangsa ini telah membuat kemajuan dalam banyak aspek, tantangan dalam hal transparansi dan keadilan sejarah tetap ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun