Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Bijak Memilih Pemimpin Daerah

2 Desember 2020   23:33 Diperbarui: 2 Desember 2020   23:35 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah jenis iklan politik yang dalam bahasa Undang-Undang sebagaimana yang diungkapkan oleh Budiman Tanuredjo dalam kolom politik, Kompas Sabtu 2/Maret/2019 disebut sebagai peraga kampanye. Dengan demikian, kampanye merupakan instrumen menjual janji dan harapan sekaligus sebagai sarana untuk memoles diri.

Terdapat sejumlah calon pemimpin politik tertentu lebih memilih diskusi (sosialisasi) sebagai kesempatan untuk tampil dan memperkenalkan diri kepada warga.

 Pemimpin memang harus bisa berdiskusi, mendengar gagasan dan menyampaikan argumentasinya. Forum diskusi dilihat sebagai peluang untuk mempertajam visi perjuangan mereka dan kesempatan untuk didengar oleh dan mendengar langsung sejumlah warga. Namun persoalannya, tak banyak warga yang hadir pada kesempatan ini. Bahkan bukan tidak mungkin instrumen ini juga menjadi kesempatan para calon pemimpin untuk mengumbar fitnah dan kebencian bagi para calon lainnya. (bdk. Paul Budi Kleden, Bukan Doping Politik (catatan tentang Pemilu) Ledalero, 2013). 

Realitas ini tentunya sangat tidak diharapkan terjadi karena berintensi untuk mengobok-obok emosi warga dan menciptakan konflik yang berlandaskan politik. Bahkan lebih dari itu praktik demikian sejatinya melunturkan nilai demokrasi dalam Pilkada. Cita-cita peningkatan derajat demokrasi yang diperjuangkan melalui proses Pemilu menjadi nihil.

Untuk itu kampanye harus dilaksanakan secara aman dan tenteram sembari mengedepankan nilai luhur demokrasi. Kampanye yang jujur dan transparan berarti tidak  sekedar menjual pencitraan politik semata atau pemasaran harapan semata melainkan mesti berangkat dari realitas masyarakat yang menjadi locus utama sehingga melahirkan visi dan misi yang sungguh-sungguh konfrontatif dengan situasi warga. Oleh karena itu kampanye politik hendaknya menjadi landasan bagi warga untuk mempertimbangkan secara jernih setiap calon pemimpin yang ada sebelum jatuh pada pilihan yang pasti, jujur dan demokratis.  

Oleh karena itu, beberapa kriteria yang dimaksudkan (bdk. Paul Budi Kleden, 2013) adalah:

Pertama, pemimpin yang tahu diri. Maksudnya orang yang memiliki kesadaran akan perannya sebagai pemimpin dalam sebuah demokrasi. Seorang pemimpin demokratis yang tahu diri tidak berperilaku dan bertindak sebagai penguasa feodal yang menentukan secara sewenang-wenang apa yang mesti terjadi di wilayahnya. Dalam hal ini, pengalaman seseorang sebagai pemimpin perlu digunakan untuk menilai kemampuan dan sikap demokratisnya.

Kedua, pemimpin yang jujur. Kejujuran adalah dasar moralitas kepemimpinan. Inti dari kejujuran politik terdapat dalam penggunaaan mekanisme yang legitim dalam mencapai satu tujuan. Kejujuran mestinya tampak dalam proses pencalonan. Apabila satu pasangan calon secara tidak jujur merebut dukungan dari pasangan lain, sangat dikhawatirkan bahwa pemimpin seperti ini bakal menggunakan berbagai cara tidak terpuji untuk merebut apa yang menjadi hak orang lain.

Ketiga, pemimpin yang mempunyai komitmen jelas terhadap usaha pemberantasan korupsi. Tidak salah apabila dikatakan bahwa masalah utama kemiskinan di daerah adalah salah urus atau  salah tata kelola. Seorang pemimpin hanya dapat memerangi korupsi, apabila dia sendiri cukup bersih dari dugaan korupsi. Dugaan korupsi akan menjadi semacam borgol yang menyulitkan seorang pemimpin untuk memberantas korupsi secara konsekuen.

Keempat, pemimpin yang mempunyai program pembangunan ekonomi yang mengandalkan kekuatan rakyat. Sebab yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat adalah program dan strategi perekonomian yang berbasis rakyat.

Kelima, pemimpin yang percaya diri. Seorang pemimpin yang percaya diri tidak menjual program yang terlampau banyak dan membingungkan, tetapi sanggup berkonsentrasi pada beberapa program yang sungguh mendesak bagi peningkatan mutu hidup rakyat. Kepercayaan diri pun diperlukan berhadapan dengan para pendukung dan pengusung. Ketergantungan yang terlampau kuat pada partai pendukung dapat berakibat pada pengalihan kendali kepemimpinan ke tangan pengurus partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun