Pada tahun 1855 muncullah surat kabar pertama yang menggunakan bahasa Jawa yang bernama 'Bromartani' di Surakarta. Dan pada tahun selanjutnya yaitu 1856 terbit surat kabar berbahasa melayu pertama yaitu 'Soerat Kabar Bahasa Melajoe' di Surabaya.Â
Dua tahun setelahnya pada 1958, terbitlah surat kabar berbahasa Betawi yaitu 'Soerat Chabar Betawie', 'Selompret Melajoe' pada tahun 1860 di Semarang, 'Bintang Timoer' pada tahun 1862 di Surabaya, 'Djoeroe Martani' pada tahun 1864 di Surakarta dan 'Biang Lala' 1867 di Jakarta.Â
Sejak pertengahan abad ke 19, perkembangan pers telah mampu menyerap budaya pers dengan memanfaatkan media cetak sebagai sarana untuk meningkatkan, membangkitkan serta menggerakkan kesadaran bangsa Indonesia.Â
Sehingga melalui perkembangan tersebut, pihak masyarakat dan pengasuh pers mulai semakin dekat hingga membentuk kelompok, organisasi atau lembaga-lembaga dan pihak wartawan menjadi tokoh dalam pergerakan menerbitkan pers.Â
Salah satu organisasi yang terlihat eksis yaitu Budi Utomo yang lahir sejak mei 1908. Melalui organisasi ini, pers menjadi sarana komunikasi utama untuk menumbuhkan kesadaran nasional dan meluaskan kebangkitan bangsa Indonesia.Â
Hal ini diikuti dengan lahirnya surat-surat kabar dan majalah, seperti Fikiran Ra'jat, Benih Merdeka, Daulat Ra'jat, Sora Ra'jat, Soeara Oemoem, dan lainnya.Â
Diawal kemerdekaan atau sepanjang masa demokrasi hingga menjelang Orde Baru di tahun 1966, perkembangan pers nasional sangat mempengaruhi kehidupan politik dan dunia kepartaian. Melalui pers, pola pertentangan antara kelompok pemerintah dan kelompok oposisi juga tumbuh dan bahkan menimbulkan pihak-pihak pendukung dari keduanya.Â
Perubahan bentuk partai politik dan pemerintahan mengubah profil sikap dan posisi pers media cetak. Beberapa surat kabar bahkan memilih model pers bebas seperti negara-negara liberal, derajat kebebasan dan persepsi tanggung jawab sangat ditentukan oleh masing-masing jurnalis.Â
Kehancuran G30S/PKI adalah awal mulai dibenahnya kehidupan nasional dengan pembinaan pers secara lebih sistematis dan terarah. Undang-undang pers pertama adalah UU no 11 tahun 1966 dan pengembangan pers nasional lebih lanjut diwujudkan dalam UU no 21 tahun 1982.
Sehingga perkembangan media cetak Indonesia memasuki babak baru dengan terciptanya lembaga Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dimana melalui hal ini pelaksanaan kebebasan pers dikendalikan oleh pemerintah atau kebebasan pers bertanggung jawab pada pemerintah.Â
Pada tahun 1998, muncullah gerakan reformasi terhadap rezim orde baru dan keberhasilan gerakan ini melahirkan peraturan perundangan sebagai pengganti peraturan perundangan yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.