Mohon tunggu...
Amanda MeisyaSalsabila
Amanda MeisyaSalsabila Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

12 Mipa 4

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Berjuang di Tengah Pilu

24 Februari 2021   08:35 Diperbarui: 24 Februari 2021   08:47 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aarav bangun! Ayo cepat siap-siap"

Sedang enak-enaknya tidur tiba-tiba aku dibangunkan oleh sosok yang sudah tidak asing lagi bagiku. Itu ayahku yang membangunkanku agar segera bersiap untuk sholat subuh berjamaah di masjid. Sebenarnya aku berniat untuk menolak, bukannya malas tetapi karena sakit di badanku ini belum hilang. Ketika aku ingin berbicara, tiba-tiba ....

"Ayah tunggu lima menit lagi di bawah"

Kalimat itu keluar dari mulutnya. Kalimat yang tidak menerima sedikit pun bantahan disetiap katanya. Aku pun cepat-cepat bersiap untuk ke masjid karena takut ayah menunggu terlalu lama.

Nama orang yang disebut itu adalah namaku Aarav Alanza, remaja laki-laki yang sedang beranjak dewasa tetapi dipaksa untuk menjadi lebih dewasa karena suatu kondisi yang aku sendiri pun tak menyangka bahwa suatu kondisi tersebut adalah suatu kondisi yang harus aku jalani.

Tidak hanya sekarang bahkan sejak aku masih kecil pun aku sudah dihadapkan pada kondisi yang tidak disangka-sangka akan terjadi padaku. Semuanya berbeda dari apa yang aku harapkan. Aku terkejut ternyata hidup itu sangat menarik dan penuh dengan kejutan.

Pada awalnya semuanya baik-baik saja. Tenang bak air sungai yang mengalir tanpa ada riuh yang bersahutan kesana kemari mengganggu ketenangan sekitar. Tetapi perlahan aku mulai lelah berdiam diri di tengah rumah besar ini hanya dengan seorang asisten rumah tangga yang selalu setia menemaniku.

Aku kesepian disini. Setiap hari ditinggal kerja oleh kedua orang tuaku tanpa kenal waktu. Bahkan terkadang mereka pergi ke luar kota hanya untuk pekerjaan. Padahal aku disini anaknya sedang butuh perhatian dari mereka. Tetapi tak apa, perlahan aku bisa memakluminya.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Entah mengapa keadaan kedua orang tuaku semakin kesini semakin aneh. Terkadang mereka tidak bertegur sapa, kadang mereka tidak terlihat bersama, dan kadang salah satu dari mereka tidak pulang ke rumah.

Awalnya aku tidak memusingkan hal itu. Aku hanya sibuk dengan kegiatan yang biasa dilakukan dengan asisten rumah tanggaku yang selalu menemani dan merawatku setiap hari. Sampai suatu waktu aku yang tengah tertidur mendengar kegaduhan yang mengganggu tidurku. Otak polosku berpikir itu hanya suara televisi yang terlalu kencang saja. Aku mencoba membuka mataku karena suara itu sangat mengganguku tetapi ketika aku terbangun, aku melihat disekitarku tidak ada siapa-siapa. Akhirnya aku putuskan untuk mencari asisten rumah tanggaku. Tetapi sepertinya aku salah mengambil keputusan. Ketika aku sedang mencari asisten rumah tanggaku, aku melihat pemandangan yang sangat tidak indah. Dimana sekitar 100 meter di depanku, ayahku dengan teganya memukul dan menampar bundaku tanpa perasaan.

Aku yang waktu itu tidak mengerti apa-apa langsung berlari memeluk kaki bundaku sembari teriak dan menangis. Sangat kentara bahwa mereka sangat terkejut ketika aku datang dan ayahku segera pergi dari situ.

Disitu aku langsung bertanya kepada bunda walaupun air mataku terus mengalir deras

"Bunda, ayah kenapa memukuli bunda seperti itu?"

Tetapi bunda menjawab pertanyaanku dengan tenang

"Ayah tadi tidak sengaja sayang. Sudah lupakan yu tidur lagi dengan bunda"

Aku hanya mengangguk dan beralih ke gendongan bunda untuk tidur kembali.

Sehari, dua hari setelah kejadian itu memang ayah tidak berulah lagi tetapi Minggu berikutnya ayah mengulangi hal yang sama dan berlanjut hingga sekarang. Bahkan tidak hanya bunda, sekarang aku pun menjadi sasarannya untuk melampiaskan rasa kesalnya. Sangat mudah baginya untuk melakukan kekerasan itu kepada kami tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Aku yang sudah mulai lelah pun mencoba mencari pelampiasan. Awalnya aku mengikuti kegiatan yang positif seperti belajar bela diri tetapi semakin kesini godaan untuk melakukan hal yang kurang baik semakin datang. Seperti temanku yang mengolok-olokku karena tidak mau merokok agar mau merokok dan pada akhirnya aku mencobanya dan aku ketagihan.

Suatu waktu ketika aku pulang ke rumah sedikit telat, aku sudah melihat mobil ayah terparkir di teras rumah. Aku heran tidak biasanya ayah masih sore begini sudah ada di rumah. Ketika aku masuk ke rumah dan mengucapkan salam, aku lihat ayah tengah sibuk dengan pekerjaannya jadi aku langsung masuk ke kamar. Tetapi belum ada lima menit aku sampai di dalam kamar, ayah memanggilku dan menyuruhku agar segera menemuinya. Ketika aku sampai di hadapan ayah, aku langsung duduk dan bersandar di sofa sembari memejamkan mataku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ayah yang menyadari bahwa aku sudah datang pun mulai berbicara

"Jadi, Ayah sudah menentukan kamu bakalan lanjut sekolah kemana."

Aku yang mendengar itu pun refleks bertanya

"Kemana?"

" Ke SMA 04 Tangerang Selatan! Dan ayah tidak menerima bantahan!"

Mendengar itu sontak aku langsung membuka mata dan menolak itu mentah-mentah

"Ngga Ngga! Apaan sih yah? Kan Aarav maunya ke SMK kenapa di daftarinnya ke SMA sih?!"

"Kamu mau ngapain di SMK?! Mau tetap keras kepala ambil teknik otomotif?! Mau jadi apa kamu? Tukang bengkel?!"

"Ya ga gitu lah yah. Yang mau sekolah kan aku, yang ngejalanin kan aku jadi harus senyamannya aku lah!"

"Ayah ga nerima bantahan Aarav! Pokoknya kamu ayah daftarin di SMA! Nanti biar kamu kuliah ambil jurusan Hukum atau apa saja yang bisa menjamin masa depan menjadi cerah"

Aku yang mendengar perkataannya hanya bisa memendam kekesalan dan segera pergi ke kamar tanpa mengucapkan apapun lagi kepada ayah. Karena aku tidak bisa menahan emosiku akhirnya aku putuskan untuk pergi ke tongkrongan. Ketika aku keluar kamar, ayah sudah tidak ada lagi di rumah tetapi aku tidak peduli, aku hanya pamit kepada asisten rumah tanggaku dan segera pergi.

Yang biasa aku lakukan ketika aku sedang mengendarai sepeda motor di jalan untuk menghilangkan beban adalah ugal-ugalan. Bunyi klakson terdengar sana-sini bak auman singa yang kelaparan penuh dengan emosi. Tetapi aku tetap melakukannya dan tidak mempedulikan itu sama sekali.

Sesampainya di tongkrongan, aku langsung di sambut oleh teman-temanku. Ketika aku menampakkan mukaku di sana, mereka sudah tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja karena ketika selesai bertegur sapa aku langsung membakar sebatang rokok yang sedari tadi aku bawa dan langsung menghisapnya. Aku pikir aku sudah nyaman dengan kehidupanku yang seperti ini.

Tak terasa matahari pun sudah tergantikan oleh bulan yang sedang menyapa ramah di langit indah itu. Aku memutuskan untuk pulang tetapi ketika aku sampai di rumah, aku melihat pemandangan yang paling aku benci. Ayah menyakiti bunda lagi dan lagi. Entah sudah keberapa kalinya.

Aku yang melihat ayah seperti akan menampar bunda tidak tinggal diam, aku berusaha menghalangi bunda agar tidak terkena tamparan ayah. Dan benar, akhirnya aku yang terkena tamparannya. Ini menyakitkan, tamparan itu sangat keras. Aku tidak bisa membayangkan jika tamparan itu mengenai pipi mulus bundaku, pasti bunda kesakitan.

Setelah ditampar oleh ayah, aku berontak dan terjadilah adu argumentasi sampai saat ayah menyadari ada sesuatu yang tidak beres denganku.

"Aarav kamu merokok lagi?!"

Aku yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh ayah hanya bisa terdiam.

"Jawab ayah Aarav!"

Aku sama sekali tidak menjawab

"APA-APAAN KAMU SEPERTI ITU?! SUDAH AYAH BILANG JANGAN PERNAH MEROKOK LAGI AARAV! KAMU INI MASIH DI BAWAH UMUR! MAU JADI APA KAMU NANTINYA?!"

Ketika aku akan berbicara, tiba-tiba aku diseret ke kamar mandi dan dikunci hampir seharian disana. Jikalau bunda tidak membukakan pintu, aku tidak tahu bagaimana nasibku saat itu.

Itulah yang aku alami selama bertahun-tahun. Mendapatkan kekerasan kadang tanpa alasan yang jelas bagiku. Terlebih ketika aku menduduki bangku SMA. Pukulan dan cacian itu sudah menjadi makanan sehari-hari apalagi ketika aku terciduk sedang nongkrong di tempat biasa aku berkumpul dengan teman-teman, ketika aku terciduk sedang merokok, atau bahkan ketika pihak sekolah menelepon orang tuaku karena aku ketahuan ikut tawuran.

Walaupun ayah adalah ayah kandungku dan terkadang ayah bersikap bak malaikat. Tetapi entah mengapa kebencianku terhadapnya terus bertambah. Rasa sakit hati atas perlakuan kasar ayah terhadap aku dan bunda semakin merebak.

Pulang ke rumah terasa mimpi buruk bagiku. Rumahku bukan sebenar-benarnya rumah, entah harus disebut apa tempat itu. Tak jarang aku memilih kabur dari rumah ketika aku sudah tidak tahan dengan perlakuan ayah. Entah itu kabur ke villa keluargaku yang di Bogor, entah itu ke rumah temanku, atau bahkan diam di pinggir jalan bergabung dengan preman-preman di sana.

Hal itu terus terjadi sampai pada suatu saat aku merasakan sakit luar biasa di daerah sekitar pinggangku dan aku segera dilarikan ke rumah sakit. Sesampainya di sana ternyata ginjalku mengalami sedikit masalah tetapi untungnya itu tidak harus di operasi jadi aku hanya perlu menjalani pengobatan saja selama beberapa hari.

Setelah kejadian itu aku berharap ayah akan berubah tetapi ternyata harapanku tidak menjadi kenyataan. Beberapa waktu dari beresnya pengobatanku ayah kembali mengulang kekerasan yang biasa dia lakukan terhadap kami.

Penderitaanku tidak hanya sampai situ. Setahun kemudian dari kejadian yang terjadi masalah di ginjalku, aku kembali mengalami sakit yang luar biasa bahkan lebih sakit dari sebelumnya di sebelah kanan perutku. Dan di situ aku segera dilarikan kembali ke rumah sakit.

Sesampainya di sana aku langsung diperiksa oleh dokter dan ternyata aku mengalami usus buntu dan harus segera dioperasi. Tanpa berpikir panjang orang tuaku mengiyakan perkataan dokter agar aku segera dioperasi karena takut terjadi sesuatu yang lebih parah nantinya.

Akhirnya aku menjalani operasi yang tidak pernah sedikit pun terbayangkan olehku akan mengalami hal ini. Beberapa jam kemudian operasi berhasil dilakukan dan aku harus dirawat inap selama beberapa hari.

Karena pengaruh obat bius jadi ketika operasi selesai dilakukan aku tidak bisa langsung sepenuhnya sadar. Butuh waktu beberapa saat untuk aku bisa menyesuaikan keadaan setelah aku sadar.

Satu waktu, aku merasa ingin ke kamar mandi tetapi di ruanganku tidak ada siapa-siapa. Entah kemana orang tuaku aku pun tak tahu, mungkin sedang menjemput nenek dan saudaraku yang akan datang menjengukku.

Karena tidak tahan, akhirnya aku memaksakan diri untuk berjalan sendiri tetapi pada saat kakiku menyentuh lantai dan sudah sepenuhnya menopang badanku, tiba-tiba aku terjatuh karena masih belum kuat untuk berdiri.

Aku merasakan sakit yang teramat sangat dan aku melihat darah mengalir dari bekas operasiku yang belum mengering. Entah harus bagaimana, aku mencoba memanggil siapa pun yang harus aku panggil dengan lirih karena untuk berteriak pun aku tidak memiliki kekuatan. Sampai akhirnya aku mendengar suara bunda yang berteriak memanggil dokter ketika melihat kondisiku dan pada saat itu juga aku tidak sadarkan diri.

Aku tidak ingat bagaimana kejadian setelah aku tak sadarkan diri dan berakhir berbaring kembali di tempat tidur rumah sakit yang aku tinggali tadi. Tetapi ketika aku sadar, aku melihat semua yang ada di sana menangis.

"Akhirnya sayang kamu bangun juga"

Ketika mendengar itu dari mulut bunda, aku bersyukur ternyata benar aku masih hidup, aku pikir tadi aku tidak akan selamat.

"Iya bunda, memangnya aku tidak sadarkan diri berapa lama?"

"Seminggu"

Aku terkejut mendengar perkataan bunda. Jadi selama ini aku koma dan membuat banyak orang khawatir termasuk ayah. Di situ ayah langsung memelukku dan mengucapkan bahwa aku tidak boleh membuat semua orang khawatir lagi seperti sekarang.

Antara senang dan tidak suka bercampur menjadi satu ketika ayah memelukku jadi aku hanya membalasnya dengan anggukan dan senyum tipis.

Sepulangnya aku dari rumah sakit, kehidupanku sedikit lebih normal. Aku sudah berjanji pada bunda bahwa aku akan berubah menjadi lebih baik, aku tidak akan melakukan kenakalan yang biasa aku lakukan.

Beberapa bulan kemudian keadaanku sudah jauh membaik dari sebelumnya dan tiba dimana itu adalah hari kenaikan kelas dan ketika aku datang bersama bunda, wali kelasku berbicara dengan bundaku bahwa aku tidak boleh melakukan satu pun kenakalan lagi jika tidak aku akan di blacklist dari sekolah. Bunda yang mendengar itu hanya bisa tersenyum dan menjawab seadanya.

Ketika sampai di rumah, aku diajak berbicara oleh bunda.

"Kamu dengarkan yang tadi wali kelas kamu bicarakan? Sekarang bunda ingin bertanya mau kamu seperti apa?"

"Aku berusaha untuk tidak melakukan kenakalan lagi bunda tapi aku gabisa janji kalo aku bakalan khilaf nanti"

Bunda yang mendengar jawabanku hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Kamu mau tetap disitu atau mau pindah sekolah? Sepertinya pergaulan di sana tidak terlalu bagus. Bunda tidak mau kamu seperti ini terus"

Aku yang mendengar itu langsung berpikir untuk mewujudkan keinginanku

"Boleh itu Bun, aku mau pindah tapi ke SMK ya Bun"

Setelah aku berbicara seperti itu aku langsung mencium bundaku dan pamit untuk bertemu teman-teman. Bunda hanya bisa pasrah untuk menuruti kemauanku karena memang bunda benar-benar ingin aku berubah.

Pembicaraan ini sampai ke telinga ayah ketika ayah sudah pulang dari pekerjaannya. Dan ayah langsung emosi karena memang ayah sangat menentang aku bersekolah SMK dan kejadian buruk pun terulang kembali. Tetapi aku tetap teguh dengan pilihanku bahwa aku akan tetap pindah ke salah satu SMK yang ada di sekitar rumahku. Sampai pada akhirnya ayah menyerah dengan keinginanku.

Hari-hariku ketika bersekolah di sekolah baruku berjalan dengan lebih baik dan tentunya ketika sampai di rumah terkadang mimpi buruk itu terjadi lagi. Terus begitu sampai beberapa bulan setelah aku bersekolah di SMK itu aku mendapat kabar bahwa orang tuaku akan berpisah.

Bak disambar petir di siang bolong. Emosi, sedih dan semacamnya bercampur menjadi satu. Karena tak terima dengan kenyataan ini aku putuskan untuk pergi ke rumah nenekku. Di sana aku menangis, menumpahkan segala emosi yang terpendam. Meruntuhkan sejenak benteng pertahanan yang sudah aku bangun selama bertahun-tahun.

Sejak kejadian itu sikapku perlahan berubah menjadi lebih dingin. Sebenarnya aku sudah lelah dengan semua kejadian yang terjadi di dalam hidupku. Tetapi aku masih memiliki bunda yang harus aku banggakan. Aku tidak berontak seperti dulu, aku hanya lebih memfokuskan kemana aku harus mengambil langkah dan bagaimana aku harus melanjutkan hidupku setelah lulus sekolah agar aku bisa membuat orang-orang di sekitarku bangga. Dan aku harus mematahkan omongan-omongan yang selalu di keluarkan oleh teman-teman orang tuaku setiap bertemu denganku bahwa nantinya aku hanya akan mengikuti orang tuaku agar bisa bekerja di salah satu perusahaan yang orang tuaku tempati untuk bekerja.

Menjelang kelulusanku, aku harus menyiapkan laporan hasil PKL yang sebenarnya lebih mirip seperti skripsi S1 dan harus menjalani sidang dari laporan yang telah aku buat. Sudah berkali-kali aku menyusun ulang laporan tersebut karena berbagai alasan. Mulai dari adanya kesalahan sampai file laporanku hilang.

Setelah laporanku disetujui oleh guru pembimbing, akhirnya tiba hari dimana aku harus menjalani sidang. Selagi aku menunggu giliranku dipanggil, aku sarapan terlebih dahulu di kantin sekolah bersama dengan teman-temanku. Setelah selesai aku kembali lagi ke depan ruangan sidang tetapi aku merasakan hal yang tidak enak di dalam tubuhku. Dan aku baru ingat bahwa aku salah makan. Aku memakan makanan yang dilarang oleh dokter dan alhasil beberapa menit kemudian aku pingsan dan dilarikan ke UKS.

Hal itu sampai ke telinga bundaku dan bundaku langsung menjemputku ke sekolah agar aku dibawa ke rumah sakit. Karena ini aku mengharuskan mengganti jadwal sidang.

Hari-hari berikutnya aku berhasil menyelesaikan sidang dan aku tinggal menunggu kelulusan. Selagi menunggu kelulusan, aku menghabiskan waktu dengan bermain bersama teman-temanku dan juga aku mencari pekerjaan.

Awalnya aku berpikir untuk kuliah tetapi aku masih lelah jika harus langteru dijejali materi-materi pelajaran jadi berpikir aku ingin bekerja saja.

Tibalah hari kelulusanku dan itu berarti babak baru dalam hidupku baru saja dimulai. Berhari-hari aku belum mendapat pekerjaan. Sampai suatu hari aku mencoba untuk melamar ke satu usaha yang menjual minuman dan akhirnya aku diterima tetapi aku tidak nyaman dengan pekerjaan itu jadinya aku mengundurkan diri. Setelah itu aku mencoba mengikuti pelatihan untuk menjadi Satpol-PP tetapi fisikku tidak kuat dan berakhir pingsan dan muntah-muntah. Akhirnya aku mengundurkan diri lagi.

Segala pekerjaan sudah aku jalani sampai aku mencoba untuk bekerja di car wash tetapi aku mengundurkan diri lagi. Aku sempat ingin menyerah tetapi aku teringat kembali kepada bunda. Akhirnya karena aku merasa tidak ada pekerjaan yang cocok denganku, aku berusaha membuka suatu usaha. Usahanya yaitu custom baju jersey dan cetak foto polaroid.

Awal-awal terasa sangat berat. Mulai dari karena sepi sampai dicemooh oleh orang-orang. Mereka selalu menganggap aku tidak bisa sukses dengan caraku. Mereka selalu berpikir aku anak manja yang hanya bisa bergantung kepada orang tua hanya karena aku anak tunggal. Memikirkannya saja sudah membuatku pusing ternyata semakin banyak orang yang berpikir seperti itu.

Sempat terpikirkan lagi olehku untuk menyerah tetapi aku bertekad untuk menjadi orang sukses karena bukan untuk diriku sendiri saja tetapi untuk orang tua dan keluargaku juga. Terutama untuk mematahkan argumen orang-orang yang berpikiran sempit tentangku.

Selagi aku membuka usaha aku mencoba untuk melamar pekerjaan di berbagai tempat tetapi masih belum mendapat panggilan. Di saat-saat seperti itu bunda terus menyemangatiku. Dan juga hal yang tidak terpikirkan olehku sebelumnya datang kepadaku, yaitu ayah datang lagi ke hidupku dan mulai mendekatiku lagi. Ayah berkata bahwa dia menyesali semua perbuatannya. Awalnya aku sulit untuk menerimanya, aku selalu menghindar jika ayah datang. Tetapi semakin lama aku berusaha untuk menerima kehadirannya.

Ketika aku sudah bisa menerimanya, ayah menawariku pekerjaan tetapi mungkin rezeki ku ada di usaha ini. Usahaku mulai ada kemajuan. Semakin kesini pesanan terus datang. Aku sangat bersyukur tetapi di tengah-tengah muncul beberapa kendala.

Diawali dengan munculnya pandemi yang menyebabkan ekonomi masyarakat menurun. Tetapi aku tidak menyerah, aku tetap berusaha untuk mempertahankan usaha ini. Ketika usahaku sudah mulai stabil kembali, aku ditipu oleh salah satu pembeli. Dia memesan selusin baju tim sepak bola, dia sudah membayar DP dan bajunya sudah siap diantar tetapi ketika aku menghubunginya si pembeli ini tidak bisa dihubungi.

Disitu aku sedikit frustasi. Dan aku bercerita kepada ayah. Akhirnya ayah yang mengganti kerugian ku dan baju yang telah selesai dibuat aku bagikan kepada orang-orang yang lebih membutuhkan.

Setelah kejadian itu usahaku terus membaik dan selalu ada kemajuan. Tidak menutup kemungkinan ada saja kendala di tengah jalan dan disitulah tantangan untukku agar bisa tetap mempertahankan usahaku. Aku terus berusaha dan berjuang agar aku tidak menyerah ditengah jalan.

...

Di tengah lamunanku aku tersadar karena asisten pribadiku menepuk bahuku dan memberi tahu bahwa client yang sedari tadi aku tunggu sudah datang.

Tak terasa cukup lama aku terduduk di kursi cafe dan memikirkan kisah dan perjuangan hidupku agar bisa menjadi seperti yang sekarang. Padahal seingatku tadi aku sedang meminum secangkir teh sembari melihat persentase perkembangan perusahaanku melalu gawai kesayanganku.

Sekarang aku sudah memiliki banyak cabang usaha dan beberapa anak perusahaan. Terkadang jika aku memikirkannya, seringkali aku tidak menyangka bahwa aku bisa mencapai ini semua. Disamping dari omongan orang-orang dahulu aku sangat bangga kepada diriku sendiri karena bisa bertahan dan berjuang sampai sekarang. Mungkin jika dulu aku menyerah di tengah jalan aku tidak akan bisa menikmati kesuksesanku sekarang.

Kegiatanku sekarang seperti ini, meeting, menandatangani kontrak kerja sama, pergi ke semua cabang dan anak perusahaan yang aku punya untuk mengecek perkembangan usahaku. Terus berulang seperti itu kegiatanku di setiap harinya. Walaupun menjadi lebih sibuk tapi setidaknya aku berhasil mewujudkan impianku dan berhasil membuat orang-orang terutama bunda dan ayahku berkata bahwa mereka bangga kepadaku.

Aku sangat bersyukur, walaupun aku memiliki masa lalu yang tidak begitu indah tetapi itu bisa memotivasiku agar terus maju dan terus menerus belajar dari kesalahan di masa lalu agar tidak terulang di masa sekarang maupun di masa mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun