Mohon tunggu...
Amanda Lubis
Amanda Lubis Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswi

كُنْ عَالِمًا ، أَوْ مُتَعَلِّمًا ، أَوْ مُسْتَمِعًا ، أَوْ مُحِبًّا ، وَلاَ تَكُنْ الخَامِسَةَ فَتَهْلَكُ

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Buku "Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam"

8 Maret 2020   23:47 Diperbarui: 8 Maret 2020   23:45 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Judul: Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam

Penulis: Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA

Penerbit: Naila Pustaka

Tahun Terbit: 2011

Bab I

Manusia adalah makhluk mukallaf yang dibebani kewajiban dan tanggung jawab. Dengan akal pikirannya ia mampu menciptakan kreasi spektakuler berupa sains dan teknologi. Manusia juga bagian dari realitas kosmos yang menurut para ahli pikir disebut sebagai al-kain an-nafiq, "makhluk yang berbicara" dan "makhluk yang mempunyai nilai luhur".

Banyak sekali  al-qur'an dan hadits yng menjelaskan tentang betapa belajar dan menuntut ilmu itu penting, baik itu ilmu pengetahuan sosial maupun ilmu pengetahuan alam. Dan bagi orang Islam, pengetahuan bukan  pikiran yang terpencil dan abstrak, melainkan merupakan bagian yang paling dasar dari kemaujudan dan pandangan dunianya (world-view). Dengan menganut pandangan dunianya sendiri, umat Islam memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, yaitu membangun dasar ilmunya sendiri, sistem pengetahuan pribumi yang organik, dan tanggung jawab moral terhadap umat manusia dan alalm untuk menjamin bahwa keduanya berada pada kondisi kesejahteraan material atau spritual yang terbaik.

Dilihat dari segi metode yang ditempuh menurut paradigma Barat, agama dan ilmu tidak bisa bertemu. Dari segi metodenya, ilmu diperoleh dari jalan inderawi (pengamatan) sedangkan agama diperoleh dari keimanan atau wahyu yang dibawa oleh rasul. Namun secara asasi ilmu dan agama itu tidak dapat dipisahkan. Mengapa demikian? Karena ilmy bertujuan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia dan agama pun tidak lain juga bertujuan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat.

Menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan bagi umat Islam memang sudah menjadi dasar dan landasan yang dituntut oleh ajaran-ajarannya (al-qur'an dan hadits). Dan prinsip berpikir Islam, yaitu bahwa Allah adalah Zat Yang Wujud, Yang Maha Mengetahui dan segala sumber dari ilmu pengetahuan. Berbeda dengan cara berpikir ala Barat yang sekuler. Sumber pengetahuan adalah kesadaran mengenai Yang Kudus, maka tujuan ilmu pengetahuan adalah kesadaran mengenai Yang Kudus itu.

Dengan kesadaran Yang Kudus dan pengenalan kepada-Nya, maka manusia juga akan mengenal dirinya. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk mengenali diri dan kepribadiannya, mengenai fitrahnya untuk kemudian dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan sosial.

Dalam perspektif Islam, filsafat merupakan upaya dalam menjelaskan cara Allah menyampaikan kebenaran atau yang haq dengan bahasa pemikiran yang rasional. Dan tujuan dari filsafat Islam adalah untuk membuktikan kebenaran wahyu sebagai hukum Allah dan ketidak mampuan akal untuk memahami Allah sepenuhnya, juga untuk menegaskan, bhawa wahyu tidak bertentangan dengan akal.

Selanjutnya dalam buku ini akan membahas tentang teori ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam, yang pembahasannya mencakup: teori dan konsep, kedudukan dan fungsi, strategi pengembangannya dan tanggung jawab ilmuwan muslim terhadap ilmu dan teknologi.

Bab II

Zaman Yunani Kuno berlangsung kira-kira dari abad ke 6 SM hingga awal abad pertengahan, atau antara kurang lebih 600 tahun SM hingga awal 200 SM. Pada zaman ini banyak melahirkan pakar filsafat yang berjasa besar dalma perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, misalnya Thales (kurang lebih 625-545 SM), Anaximandors (kurang lebih 610-540 SM), Anaximanes (kurang lebih 538-480 SM), Phytagoras (kurang lebih 580-500 SM), Xenophanes (kurang lebih 570-480 SM), Heraklistos (kurang lebih 540-475 SM) dan seterusnya.

Pasca Yunani, bangsa yang berbudaya tinggi adalah Romawi. Dapat dikatakan, bahwa dalam kegiatan keilmuan bangsa Romawi pada umumnya hanya berpegang pada karya-karya tokoh Yunani, terutama Aristoteles yang tanpa banyak mengadakan perubahan.

Pasca Hellenisme dan Romawi kemudian disusul dengan masa patristik, baik pastristik Timur maupun Barat. (Disebut demikian karena masa ini adalah masa bapak-bapak gereja, kira-kira pada abad ke-8).

Setelah itu kemudian muncul zaman pertengahan, atau disebut juga dengan zaman baru Eropa Barat. Hampir dua abad lamanya, filsafat modern yang dimulai sejak abad ke-16 diisi oleh pergumulan hebat antara rasionalisme dan empirisme, sehingga seorang pakar besar Immanuel Kant (1724-1804 SM) dengan karyanya yang masyhur, Kritik dereinen Vernunft berhasil "memugar" objektivitas ilmu pengetahuan modern.

Demikianlah kemajua berpikir manusia dari kurun ke kurun mengalami perkembangan, mulai dari zaman Yunani Kuno, zaman renaissance (abad ke-15), Aufklarung (abad-18) hingga abad ke-19 dan abad ke-20, mulai dari J.C Fichte (1762-1814 M) hingga gabriel Marcel (1889-1973 M), bahkan hingga sekarang.

Sealanjutnya pada bab dua ini menjelaskan tentang filsafat ilmu dan perkembangannya.

Filsafat adalah tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi dan dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Sedangkan ilmu adalah bagian dai pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam pengetahuan tercakup didalamnya ilmu, seni, dan agama.

Secara garis besar, Jujun S. Suriasumanteri menggolongkan pengetahuan menjadi 3 kategori umum, yaitu: 1) Etika (pengetahuan tentang baik dan buruk). 2) Estetika/seni (pengetahuan tentang indah dan jelek). 3) Logika (pengetahuan tentang benar dan salah).

Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Ada 3 komponen yang menjadi objek kajian filsafat ilmu, yaitu ontologi(menjelaskan mengenai pertanyaan apa), epistemologi (menjelaskan mengenai pertanyaan bagaimana), dan aksiologi(menjelaskan mengenai pertanyaan untuk apa).

Bab III

Para ilmuwan muslim memiliki perspektif yang berbeda-beda dalam merespon sains modern.  Pertama, kelompok yang menganggap bahwa sains modern bersifat universal dan netral dan semua sains tersebut dapat ditemukan dalam al-qur'an. Kedua, kelompok yang berusaha memunculkan persemakmuran sains di negara-negara Islam, karena kelompok ini berpendapat, bahwa ketika sains berada dalam masyarakat Islam, maka fungsinya akan termodifikasi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan cita-cita Islam. dan kelompok yang Ketiga ingin membangun paradigma baru (epistemologi) Islam, yaitu paradigma pengetahuan dan paradigma perilaku.

Alghazali berpendapat bahwa pembagian ilmu ada dua: 1. ilmu fardhu ain dan kifayah 2. ilmu yang terpuji dan yang tercela

Dalam Islam, batasan untuk mencari ilmu adalah bahwa orang-orang Islam harus menuntut ilmu yang berguna dan melarang mencari ilmu yang bahaya nya lebih besar daripada manfaatnya (ilmu sihir, ilmu forkas, dan sebagainya), sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "sebaik-bik ilmu adalah ilmu yang bermanfaat"

Pemikiran Islam abad 20 khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1997, mengklasifikasikan ilmu dalam dua kategori:

1. Ilmu abadi (ilmu yang berdasarkan wahyu yang tertera dalam  al-qur'an dan hadist, atau yang diambil dari keduanya).

2. Ilmu yang dicari (ilmu kealaman dan terapannya "teknologi" yang dapat berkembang secara kuantitatif)

Dan didalam bab ini, penulis juga memberikan pendapat bahwasanya yang dipersoalkan bukan ilmu agama dan non, tetapi kepada kepentingan (untuk apa ilmu tersebut)

ilmu-ilmu Islam dalam perkembangan modern sekarang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar: kelompok dasar dan kelompok cabang. Klompok dasar mencakup: tafsir, hadist, akidah/ilmu kalam(teologi), filsafat ilmu, tasawuf, tarekat, perbandingan agama dan perkembangan modern(pembaharuan) dalam Islam. Kelompok cabang terdiri dari: ajaran yang mengatur masyarakat yang terdiri dari ushul fiqh, fiqh mu'amalah, fiqh siyasah, fiqh ibadah, peradilan dan perkembangan modern (pembaruan).

Al-qur'an dan al-sunnah merupakan pedoman bagi umat Islam, selain itu juga sebagi sumber mutlak dari pengetahuan dan perilaku mutlak yang menyangkut keabsahan.

Epistemologi dalam tradisi pemikiran Barat bermuara pada dua pangkal pandangannya, yaitu rasionalisme dan empirisme yang merupakan pilar utama metode keilmuan (scientific method), dan pada gilirannya kajian epistemologi tersebut dapat membuka perspektif baru dalam ilmu pengetahuan yang multi-dimensional.

Sebagaimana dituturkan oleh al-Qardhawi, bahwa menurut Islam cakupan ilmu tidak hanya terbatas pada ilmu menurut pandangan Barat modern yang eksperimental saja tetapi ia meliputi: pertama, aspek metafisika. kedua, aspek humaniora. ketiga, aspek material.

Abdul Mun'im Khallaf, seperti yang dikutip oleh Zaitun menyebutkan, bahwa ilmu dalam perspektif Al-qur'an dibedakan menjadi tiga jenis: pertama, ilmu perolehan. Ilmu yang paling istimewa yang diberikan Tuhan kepada manusia. Kedua, ilmu yang dibangun atas dasar pengalaman inderawi (empiri sensual). Ketiga, ilmu yang didapatkan melalui wahyu oleh para nabi dan rasul.

Kedudukan dan fungsi ilmu dalam islam yaitu sebagai usaha bagi manusia untuk memahami hukum Allah yang pasti bagi alam semesta penciptaan-Nya ini.

Berikut nya yaitu hubungan antara Ilmu, iman dan amal. Yaitu ilmu adalah tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, iman sebagai pengakuan dengan lisan dan praktek dalam bentuk amal shaleh (rukun-rukun), dan amal sebagai pengaplikasian dari ilmu dan iman yang telah dimiliki oleh orang tersebut. Dan tiga hal ini masih berhubungan filsafat, karena tujuan agama adalah menerangkan apa yang benar dan yang baik. Demikian pula halnya dengan filsafat, agama disamping wahyu juga mempergunakan akal seperti halnya filsafat.

Bab IV

Gerakan keilmuan dalam Islam sudah dimulai sejak zaman Rasulullah, sebagai pembawa risalah Islam yang berisikan sistem ajaran-ajaran. Kemaudian gerakan keilmuan ini berlanjut lagi pada masa khalifah Abu Bakar As-Siddiq hingga dinasti Abbasiyah. Gerakan keilmuan ini berupa penerjemahan karya-karya filsuf tentang ilmu pengetahuan. Dan gerakan keilmuan ini terus berkembang hingga akhirnya mengalami kemunduran. Banyak ahli sejarah membuktikan, bahwa kemunduran ini karena dua faktor, yaitu: eksternal dan internal. Faktok eksternal adalah karena kekalahan umat Islam dalam perang Salib yang berkepanjangan (Hitti hanya menyebutkan antara tahun 1144-1270), dan adanya serangan yang amat dahsyar dari bala tentara Mongol dibawah komando Jengis Khan (1155-1227) dan cucunya, Hulagu Khan (1217-1265). Kemmudian faktor internal nya adalah semakin memudarnya tali persaudaraan umat dan munculnya fanatisme golongan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun