Mohon tunggu...
Tika Amanda
Tika Amanda Mohon Tunggu... -

Karena rasa itu untuk diungkapkan dengan wadah yang halal..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kamuflase Derit Jendela

6 September 2012   07:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:51 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ternyata permainan yang mau dia ajak adalah catur setengah. Sampai sekarang aku tak tahu nama permainan itu. (Yang ku tahu itu hanya memainkan setengah bagian papan catur dimana buahnya dipilih sendiri dan mengisi dua baris di ujung. Mainnya dengan cara pion tersebut melangkahi satu kotak pion disebelahnya hingga sampai di tempat lawan dengan formasi yang lengkap.)

Ya sudah, aku pasrah saja. Daripada tak diajak main.

***

Sudah hampir satu jam main permainan itu. Ngantuk! Tapi abangku sepertinya berekspresi biasa saja. Jelas saja aku mengantuk. Untuk anak seumuran itu, siapa tidak mengantuk diajak main seperti itu dengan suasana seperti sedang tanding catur skala nasional saja? Lengkap dengan suasana sunyi rumah bak di kuburan. Maklum jam siang biasanya tivi rumah diistirahatkan dulu. Huufh...terima sajalah nasibku..

Untunglah datang angin yang bersemilir lembut mengendap dari balik jendela. “Aah, segar..”, dalam hatiku. Tetap sunyi. Hingga terdengar suara derit jendela perlahan namun panjang, setidaknya memecah kesunyian sesaat. Mataku masih fokus pada papan catur. Sampai akhirnya terdengar suara terkekeh kecil yang tidak kusadari sebelumnya, membuyarkan fokusku. Kuangkat wajahku. Kulihatlah tubuh makhluk manusia didepanku itu bergetar. Makin lama makin kecang hingga gelak tawa menggelegar membuncah. Apa ada sesuatu yang tak kusadari terjadi?

Abangku, yang dari tadi super serius, memecah keheningan itu. Tapi apa penyebabnya?

“Ada yang aneh, Bang?”

“Bwahahahaaa..Tidak, tidak..”

“Lantas kenapa tertawa?”

“Alhamdulillah tidak apa-apa..”, jawab abang sambil terkekeh.

Beberapa detik suasana netral dan terkendali. Saat aku kembali fokus dengan papan catur. Kudengar kembali suara terkekeh dari abangku. Mungkin dia benar-benar tak bisa menahan gelinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun