Ternyata permainan yang mau dia ajak adalah catur setengah. Sampai sekarang aku tak tahu nama permainan itu. (Yang ku tahu itu hanya memainkan setengah bagian papan catur dimana buahnya dipilih sendiri dan mengisi dua baris di ujung. Mainnya dengan cara pion tersebut melangkahi satu kotak pion disebelahnya hingga sampai di tempat lawan dengan formasi yang lengkap.)
Ya sudah, aku pasrah saja. Daripada tak diajak main.
***
Sudah hampir satu jam main permainan itu. Ngantuk! Tapi abangku sepertinya berekspresi biasa saja. Jelas saja aku mengantuk. Untuk anak seumuran itu, siapa tidak mengantuk diajak main seperti itu dengan suasana seperti sedang tanding catur skala nasional saja? Lengkap dengan suasana sunyi rumah bak di kuburan. Maklum jam siang biasanya tivi rumah diistirahatkan dulu. Huufh...terima sajalah nasibku..
Untunglah datang angin yang bersemilir lembut mengendap dari balik jendela. “Aah, segar..”, dalam hatiku. Tetap sunyi. Hingga terdengar suara derit jendela perlahan namun panjang, setidaknya memecah kesunyian sesaat. Mataku masih fokus pada papan catur. Sampai akhirnya terdengar suara terkekeh kecil yang tidak kusadari sebelumnya, membuyarkan fokusku. Kuangkat wajahku. Kulihatlah tubuh makhluk manusia didepanku itu bergetar. Makin lama makin kecang hingga gelak tawa menggelegar membuncah. Apa ada sesuatu yang tak kusadari terjadi?
Abangku, yang dari tadi super serius, memecah keheningan itu. Tapi apa penyebabnya?
“Ada yang aneh, Bang?”
“Bwahahahaaa..Tidak, tidak..”
“Lantas kenapa tertawa?”
“Alhamdulillah tidak apa-apa..”, jawab abang sambil terkekeh.
Beberapa detik suasana netral dan terkendali. Saat aku kembali fokus dengan papan catur. Kudengar kembali suara terkekeh dari abangku. Mungkin dia benar-benar tak bisa menahan gelinya.