Berbeda hal nya dengan peserta jalur asuransi atau eksekutif yang dapat langsung ke rumah sakit atau memilih dokter spesialis sesuai dengan keinginannya. Minimnya rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan dinilai tidak fleksibel.
Sementara itu puskesmas memiliki jam kerja yang terbatas dan menjadi titik awal proses berobat pasien BPJS membuat antrian panjang seringkali menghiasi. Banyaknya peserta BPJS mengharuskan para pasien yang ingin berobat perlu mengantri panjang untuk mendapatkan fasilitas kesehatan.Â
Selain itu kondisi ini dipersulit dengan peserta BPJS yang hanya dapat ke rumah sakit yang sudah disebutkan oleh Faskes 1 sehingga peserta tidak dapat sembarang pergi atau menentukan rumah sakit nya sendiri.Â
Hal ini dikarenakan peserta BPJS hanya diperbolehkan berobat di rumah sakit yang sudah memiliki kerjasama dengan BPJS Kesehatan sebelumnya. Peserta tidak dapat menggunakan jaminan kesehatan nya di rumah sakit yang tidak memiliki kerja sama dengan BPJS.
Tantangan yang dihadapi peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan memang tidak sedikit, selain seringkali diharuskan untuk antri panjang, pembedaan ruang antri dan proses administrasi pun seringkali kita dapati di beberapa rumah sakit. Kesulitan mendapat fasilitas kamar rawat inap karena kamar untuk peserta BPJS seringkali penuh. Obat obatan juga tidak seluruh dijamin oleh BPJS, hanya beberapa obat saja yang ditanggung dan peserta diharus menanggung obat sendiri jika menginginkan obat diluar ketentuan.
Setiap prosedur rumah sakit maupun instansi lainnya tentu memiliki perbedaan bagi masyarakat mandiri atau eksekutif dengan masyarakat yang mendapatkan bantuan melalui BPJS Kesehatan.Â
Meskipun pembedaan hingga kesenjangan terjadi pada proses administrasi, seharusnya tidak pada pelayanan kesehatan. Perbedaan pelayanan dari peserta BPJS dengan masyarakat mandiri atau eksekutif dengan asuransi seringkali kita dapati.Â
Pelayanan pihak rumah sakit seringkali tidak memenuhi standar yang seharusnya. Pada salah satu penelitian tentang Kualitas Pelayanan Pasien BPJS menyebutkan bahwa adanya disfungsi dalam pelayanan kesehatan. Pihak rumah sakit melihat status sosial masyarakat dengan cara pembiayaan yang dilakukan oleh individu sehingga kesenjangan sosial yang terjadi di rumah sakit didasarkan pada cara pembiayaan.
Hal ini juga didukung dengan keluhan masyarakat terkait kualitas pelayanan dokter dalam menangani pasien dengan peserta BPJS. Masyarakat menilai bahwa dalam melayani peserta BPJS tidak tanggap dibandingkan dengan masyarakat jalur eksekutif. Adanya kesenjangan, perbedaan akses yang mengakibatkan perbedaan prioritas pelayanan antara pasien peserta BPJS dengan pasien eksekutif.
Berdasarkan ilustrasi realitas tersebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sebagai penyedia jaminan kesehatan perlu meningkatkan mutu pelayanan serta mengurangi adanya kesenjangan dan diskriminasi yang terjadi, baik melalui pihak rumah sakit maupun tenaga kesehatan. Selain itu akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan berlum memenuhi standar pelayanan publik yang cukup baik.Â
Perlunya peningkatan mutu prosedur, sistem pelayanan BPJS, sarana prasarana hingga tenaga kesehatan. Dalam meningkatkan mutu pelayanan di bidang kesehatan, masyarakat seharusnya mendapatkan jaminan kesehatan dengan menerapkan sistem kesehatan yang merata sehingga pasien peserta BPJS tidak perlu menerima kesenjangan oleh pihak rumah sakit hingga perlakuan diskriminasi.Â