Dengan alasan pengendalian jumlah perokok aktif, pemerintah terus menerus menaikkan tarif cukai rokok yang berujung pada kenaikan harga jual pada konsumen. Siapa yang diuntungkan dengan kenaikan harga ini? Pemerintah? Pelaku usaha Rokok? atau perokok aktif?
Industri Rokok di Indonesia saat ini hanya menguntungkan bagi Pemerintah dan Produsen rokok yang telah dikuasai asing. Petani tembakau?, tahun 2012 ekspor tembakau kita cuma 147 juta ton sementara impornya 507 juta ton. Maka enggak heran harga tembakau lokal anjlok di tahun 2013
Perbandingan pendapatan pemerintah dari cukai rokok dan kenaikan harga rokok mainstream yang mencekik kaum perokok, dari tahun 2009-2013
kenaikan
kenaikan harga jual rokok per-tahun
tahun
Pendpt. Cukai
Djarum 76
Surya 12
Dji 123
Inter GP
Mild 16
2009
55.40
Rp 5,000
Rp7,500
Rp8,500
Rp7,000
Rp8,500
2010
63.30
Rp 5,500
Rp8,000
Rp9,500
Rp8,000
Rp 10,500
2011
66.00
Rp 6,500
Rp8,500
Rp 10,000
Rp9,000
Rp 11,500
2012
80.00
Rp 7,000
Rp9,000
Rp 11,000
Rp 10,000
Rp 12,000
2013
95.00
Rp 7,500
Rp 10,500
Rp 12,000
Rp 11,000
Rp 13,500
Total naik
72%
50%
40%
41%
57%
58%
2009-13
dalam Trilliun Rp
(data cukai diolah dari sumber ini)
Tujuanya sih baik, menaikkan harga jual rokok dengan maksud bisa menekan angka perokok aktif. Agar mereka tidak kuat membeli lagi rokok?.Tapi,
Perokok itu adalah orang yang sedang sakit, sedang kecanduan nikotin, sedang kena racun. Ini harusnya substansi yg dibidik pemerintah bila ingin menghentikan laju perokok pemula dan mengurangi angka perokok aktif. Sumber masalah adalah rokok-nya, bukan manusia yang merokok.
Kebijakan rokok mahal malah memiskinkan perokok, merugikan perokok padahal yang jadi masalah adalah rokoknya. Ini berarti mengatasi masalah dengan masalah.
Orang yang sedang kecanduan, berapa pun harganya ya tetap saja dibeli. Jadi menaikkan pungutan cukai rokok sama saja dengan memeras orang yang sedang sakit parah dan kecanduan. Apa bedanya dengan bandar narkoba?
Ironisnya, si perokok ini kebanyakan justru dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Dalam himpitan ekonomi dan harga rokok yg mencekik, mereka disuguhi tontonan pejabat-pejabat yg menghambur-hamburkan uang negara yg diantaranya bersumber dari cukai yg dipungut dari mereka, dan jumlahnya terus naik tiap tahun.
Jadi, sasaran kebijakan pemerintah yg sebenarnya baik ini adalah perokok. Yang jadi masalah adalah manusia perokok, bukan rokok. Si Racun adalah perokok bukan rokok. Si Sampah adalah orang yang merokok bukan rokok.
Maka si perokok berhak untuk diperas dengan menaikkan harga rokok, pada saat perokok sakit mereka tidak mendapat apapun dari cukai yang mereka sumbang untuk pemerintah. Seharusnya di dalam KTP tertulis status perokok atau tidak, sehingga bisa mengklaim uang cukai yang diantaranya diperuntukkan untuk menjamin kesehatan mereka.
Solusinya
Sasaran pemerintah harusnya fokus pada sumber masalah, yaitu rokok. Kurangi jumlah ketersediaan rokok di pasaran, sehingga dengan sendirinya perokok juga akan berkurang. Toh rokok ini bukan bahan pokok.
Bila benar-benar memperjuangkan kesehatan badan dan kesehatan kantong perokok, produk rokok harus dibatasi jumlahnya. Produsen rokok dilarang membuat produk rokok baru. Dan melarang membuka pabrik rokok baru. Bukan seperti sekarang yg hampir tiap bulan selalu ada rokok baru.
Daripada mahal, rokok harus susah di dapat. Toko-toko yang menjual rokok harus memiliki izin khusus dan tidak sembarang toko boleh menjual rokok. Dengan sendirinya rokok akan mahal.
Pemerintah juga harus menyediakan penawar rokok bagi pecandu rokok, seperti permen nikotin atau minuman nikotin, asal tidak merugikan seperti asap rokok. Tentunya juga bisa menjadi lapangan kerja baru bagi para buruh rokok.
Sebagaimana dulu negara bisa memaksa rakyat untuk tidak lagi menggunakan minyak tanah dan beralih ke elpiji. Maka pemerintah harusnya bisa memaksa perokok dengan ngemut permen karena rokok langka di pasaran.
Sekian dan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H