Mohon tunggu...
Amalia Fatma
Amalia Fatma Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Mancing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Segenggam Garam Memberi Beribu Pelajaran

13 Juli 2024   08:42 Diperbarui: 13 Juli 2024   08:58 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di kala mentari datang menyapa, sinarnya merambat pada setiap celah sudut. Di ujung Desa terdapat rumah sederhana yang terbuat dari kayu. Rumah ini sudah cukup tua namun masih layak dihuni.  Aldo tinggal di rumah ini bersama neneknya, pasalnya ayahnya sudah meninggal saat  berusia tujuh tahun. Hal ini membuat ibunya terpaksa bekerja demi menafkahi keluarganya.

Di Minggu pagi yang cerah, suara gemercik air terdengar di bilik kamar mandi. Tak lama Aldo keluar menggunakan baju dengan rambut tersisir rapi, menandakan siap memulai harinya. Saat menyusuri ruang tamu, ia bertemu neneknya yang sedang duduk.

"Nek, aku pergi main dulu ya," kata Aldo dengan tersenyum. Walau hanya tinggal bersama neneknya, senyum Aldo terukir dengan kuat di wajahnya, menolak luntur.

Tentu saja, Nenek Aldo merasa senang atas keceriaan cucunya dan menjawab, "Ini masih pagi, bukankah kamu belum sarapan?"

"Nanti sajalah, Nek. Aku mau bermain," jawab Aldo cepat, lalu berlari keluar menuju lapangan.

Di dalam lapangan, terdapat beberapa anak yang berkumpul. Terlihat salah satu dari anak tersebut menangis.

Dengan heran, anak berkuncir dua bertanya, "Mengapa kamu menangis Rina?"

"Ayahku belum lama ini pulang setelah tiga Minggu lamanya di luar kota," jawab Rina dengan tersedu-sedu.

"Lantas, apa yang membuatmu menangis? Bukankah kau seharusnya senang dengan kedatangan ayahmu?" tanya salah satu teman lainnya.

"Aku mengajaknya bermain, namun ia malah menghiraukan. Tak hanya itu, keesokan harinya ia langsung pergi keluar kota tanpa mengucapkan sepatah kata pun padaku. Kurasa ia sudah tak menyayangiku," kesah Rina dengan sedih. Tak lama air keluar dari kedua matanya.

"Mengapa kamu begitu sedih akan masalah remeh itu? Lihatlah aku walau ayahku telah meninggal, tapi aku tidak nangis sama sekali tuh," sebut Aldo dengan bangga, lalu melanjutkan, "Jadi, lebih baik kita bermain saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun