Mohon tunggu...
Amadhea Rahma
Amadhea Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

8 Maret 2023   00:31 Diperbarui: 23 Maret 2023   21:29 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Perkawinan adalah perintah agama, setiap perintah agama adalah bagian dari ibadah setiap makhluk Allah SWT kepada penciptanya. Perintah Allah SWT mengenai perkawinan telah dipaparkan penulis pada bab sebelumnya. Sebuah perintah Allah SWT kepada hambanya tentu tidak sekedar perintah, melainkan ada tujuan mulia atas perintah itu. Tujuan yang mulia dari perkawinan adalah menjadikan keluarga yang bahagia. Keluarga yang bahagia itu adalah keluarga yang mencapai sakinah, mawaddah, dan Rahmah ketiga hal ini merupakan suatu keniscayaan yang sepatutnya tercapai

            Dalam hal perkawinan, Allah SWT memerintahkan hambanya tentu ada tujuan yang perlu dipahami oleh manusia tentang tujuan perkawinan. Adapun tujuan dari sebuah perkawinan dapat diulas dari beberapa gambaran ayat Suci Al-Qur'an seperti :

  • Untuk membentuk keluarga sakinah dan keturunan
  • Untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat
  • Untuk menciptakan rasa kasih sayang
  • Untuk melaksanakan ibadah
  • Untuk pemenuhan kebutuhan seksual
  •             Prinsip yang ada pada perkawinan Sebuah perkawinan tentu memiliki prinsip yang harus dicapai agar terwujud perkawinan yang sesuai dengan tujuan. Mengingat tujuan sebuah perkawinan adalah membetuk rumah tangga yang kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa dengan terwujudnya sakinah, mawadah, dan rahmah maka itu semua memerlukan pijakan prinsip yang kuat. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tidak merumuskan prinsip mengenai perkawinan secara detail. Pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 hanya ada satu pasal yang jelas mengatakan perkawinan itu berazaskan monogami. yang perlu diperhatikan dalam perkawinan disamping pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, ada beberapa pendapat lain didalam islam tentang prinsip yang diperlukan yaitu :
  • Prinsip untuk memilih jodoh yang tepat
  • Prinsip mengawali dengan khitbah (peminangan)
  • Prinsip menghindari larangan dalam perkawinan
  • Memenuhi syarat tertentu
  • Sukarela/persetujuan
  • Ada saksi
  • Memberikan mahar
  • Prinsip kebebasan untuk mengajukan syarat
  • Bertanggung jawab
  • Melakukan pergaulan yang baik.

Alasan Melakukan Perkawinan

            Secara manusiawi, perkawinan adalah sebuah fitrah yang diberikan oleh Allah SWT kepada hambanya untuk hidup "ahmah" Kita semua tahu bahwa Allah SWT menciptakan makhluknya dengan cara berpasang-pasangan, artinya secara tidak langsung mereka akan Bersama demi mewujudkan kehidupan. Hal terpenting yang harus dijaga dalam mencari alasan melakukan perkawinan adalah selalu berpegang teguh pada alasan mewujudkan ahmah, mawadah, dan -ahmah. Beberapa alasan melakukan perkawinan yang disampaikan didalam ayat suci Al-Qur'an yang dapat kita ambil hikmah adalah :

  • Alasan berkembang biak, mendapatkan keturunan (Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 1)
  • Alasan melestarikan kehidupan (Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 72)
  • Mendapatkan kasih saying (Alasan ini terdapa pada Q.S Ar-Rum ayat 21)
  • Alasan memperkaya baginya (An-Nur ayat 32)
  • Hukum Kawin dan Sumber Hukum Perkawinan

            Sebelum membahas mengenai sumber hukum, sepatutnya kita mengetahui hukum asal dari perkawinan menurut pandangan islam. Hukum melakukan perkawinan asalnya adalah mubah, mubah artinya sesuatu yang diperbolehkan yaitu sepanjang syar'I tidak melarang maka diperbolehkan ataupun sebaliknya. Tetapi sifat hukum mubah ini dapat berubah Kembali kepada pelakunya sendiri, dapat menjadi sunah, wajib, makruh bahkan haram. Penjelasan hukum nikah antara lain :

  • a) Mubah

Mubah merupakan asal dari hukum sebuah perkawinan, yaitu hukum terhadap suatu perbuatan yang dibolehkan untuk mengerjakannya. Perbuatan mubah ini tidak diwajibkan dan tidak pula diharamkan. Bagi seorang calon mempelai yang kondisinya tidak terdesak untuk melakukan perkawinan diserta alasan-alasan yang mewajibkan untuk segera menikah, maka ia boleh untuk tidak menikah terlebih dahulu. Menurut Hambali arti dari mubah dalam praktek seperti bagi orang yang tidak mempunyai keinginan menikah itu diperbolehkan, karena kondisi yang ia hadapi belum menuntut untuk menikah.

  • b) Sunnah

Sunnah itu artinya adalah apabila melakukan perkawinan maka itu lebih baik karena ia memang telah pantas dan memasuki waktu kawin. Maksudnya dalam praktek adalah bila seseorang yang telah mempunyai kemauan untuk menikah ditunjang ia sudah memiliki kemampuan baik lahir maupun batin dan jika ia tidak menikah ia tidak khawatir terjerumus untuk melakukan perzinaan. pendapat ini diutarakan oleh mahzab hanafi dan hambali. 

Berbeda pendapat, mahzab maliki mengatakan sunah terhadap orang kurang menyukai perkawinan tetapi menginginkan keturunan dan ia mampu untuk melakukan kewajiban dengan memberi rizki yang halal dan telah mampu melakukan hubungan seksual. Mahzab syafi'I menganggap perkawinan itu hukumnya sunnah bagi orang yang melakukannya dengan niat ingin mendapatkan ketenangan jiwa dan sudah ingin mempunyai keturunan.

  • c) Wajib

Hukum perkawinan menjadi wajib bagi mereka yang sudah mampu secara lahir dan batin. Ditambah dengan ia sudah memilki nafsu yang sangat mendesak untuk segera melakukan perkawinan dikhawatirkan ia melakukan zina. terhadap kondisi yang sudah dialami seperti ini pada seorang laki-laki, maka ini hukumnya menjadi wajib. Dijelaskan oleh mahzab maliki, sepanjang ia tidak mampu menahan dari perbuatan zina, maka ia harus berpuasa. Apabila ia tidak sanggup untuk berpuasa, maka ia wajib segera untuk menikah.

  • d) Makruh

Kawin menjadi makruh hukumnya apabila seorang yang menikah tidak mampu memberi nafkah kepada isterinya meskipun si wanita pada faktanya ia lebih kaya dari si pria. Ada pula yang mengatakan apabila akai a ternyata orang yang lemah syahwat, dan ada pula yang mengatakan ia mampu untuk menikah, tetapi tidak punya keinginan untuk dapat memenuhi kewajiban rumah tangga dengan baik.

  • e) haram

Haram hukumnya melakukan perkawinan terhadap seseorang yang memang tidak mempunyai kemauan (niat) dan kemampuan lahir batin. Artinya orang tersebut tidak akan mempunyai rasa tanggung jawab didalam kehidupan rumah tangganya. 

Keadaan seperti ini dalam sebuah perkawinan justru akan menimbulkan dampat akai a yang besar seperti menelantarkan istri, menimbulkan perselisihan dsb. Ada juga perkawinan yang dilarang hukumnya bila ia menikahi seseorang dengan maksud jahat seperti untuk menyakiti, menelantarkan, atau lebih jahat lagi dari hal tersebut. Al-qurtuby menyatakan bahwa jika seorang pria tidak mampu menafkahi istrinya dan membayar maharnya, memenuhi haknya, tidak mempunyai kemampuan syahwat untuk menggauli istri, akai a wajib menerangkan dengan terus terang agar calon istri tidak tertipu oleh pria tersebut.

Sumber Hukum Perkawinan Islam

            Sudah sangat jelas bahwa sumber hukum perkawinan islam yang paling utama adalah Al-Qur'an. Hal ini merujuk dari berbagai ayat yang ada di dalam Al-Qur'an menyerukan tentang perkawinan, pengertian, tujuan, alasan, manfaat, dan sebagainya. Hukum perkawinan islam bersumber dari :

  • Al-qur'an
  • Sunnah rasul
  • Metode Ijtihad, ijma, dan qiyas oleh mujtahid. Ada beberapa metode yang digunakan oleh sebagian mujtahid dalam menentukan hukum perkawinan yakni :88
  • Istihsan
  • Mashlahat Mursalah
  • Istishab
  • Urf atau adat
  • Perkataan sahabat Rasul
  • Syar'man qablana
  • Rukun dan Syarat Perkawinan

            Mempelajari tentang rukun dan syarat yang ada pada hukum perkawinan Islam di Indonesia, maka kesemuanya itu ada hubungan benang merahnya dengan prinsip perkawinan yang ada pada Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Mengingat umat Islam di Indonesia dalam konteks perkawinan tetap harus tunduk pada hukum Undang-undang yang berlaku, walaupun secara khusus fiqih munakahat juga membahas persoalan itu. Artinya walaupun tulisan ini mengkaji hukum perkawinan islam di Indonesia tetapi yang berlaku tetaplah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

            Oleh karena itu rujukan penulisan ini tetap mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dalam menjabarkan rukun dan syarat. Sekiranya ada beberapa hal tertentu yang terkait dengan rukun dan syarat pada fiqih munakahat itu dapat dikatakan sebagai tambahan atau perbandingan dalam hal mengkaji rukun dan syarat perkawinan. Bila dikaji lebih dalam, penentuan adanya rukun dan syarat ini sesungguhnya penjabaran dari asas-asas yang ada perkawinan. 

Asas-asas tersebut yang dijadikan pedoman untuk mengatur hal-hal teknis yang kemudian diuraikan pada rukun dan syarat Asas yang terkandung didalam Undang-Undang no. 1 Tahun 1974 secara singkat terdiri atas 6 macam hal seperti tujuan perkawinan adalah 1. Membentuk keluarga yang kekal, 2. Sahnya perkawinan baik secara keyakinan dan peraturan, 3. Berasaskan monogami terbuka, 4. Asas matang jiwa raga, 5. Asas mempersulit perceraian, 6. Kedudukan seimbang antara suami dan istri. Dari asas-asas tersebut diatas, maka akan dirincikan menjadi rukun dan syarat-syarat dalam perkawinan. Adapun rukun nikah adalah :

  • 1. Pengantin lelaki (Suami)
  • 2. Pengantin perempuan (Isteri)
  • 3. Wali
  • 4. Dua orang saksi lelaki
  • 5. Ijab dan kabul (akad nikah)
  • Terhadap rukun diatas, maka akan akan dapat dijabarkan bahwa syarat-syarat sah sebuah perkawinan itu antara lain :
  • Syarat adanya kedua mempelai
  • Syarat saksi dalam perkawinan
  • Syarat wali dalam perkawinan
  • Mahar
  • Syarat Akad (Ijab Qobul)
  • Pencegahan perkawinan
  • Pembatalan perkawinan
  • Hak dan Kewajiban Suami dan Istri
  • Keabsahan perkawinan dan pencatatan perkawinan

Perjanjian Perkawinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun