Mohon tunggu...
Amadhea Rahma
Amadhea Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia

8 Maret 2023   00:31 Diperbarui: 23 Maret 2023   21:29 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Secara kesimpulan Yahya Harahap mengungkapkan bahwa pembentukan KHI ini merupakan upaya untuk mempositifkan hukum Islam di Indonesia. 

Penulis sendiri berpendapat bahwa kehadiran KHI ini tidak hanya mencerminka hukum islam, tetapi juga menyesuaikan dengan kondisi di masyarakat Indonesia. Walaupun KHI dibuat berdasarkan hukum Islam, tetapi penyusunan mengenai hukum perkawinan tetap mengacu pada hukum perkawinan yang pernah ada seperti halnya mengacu pada Undang-Undang No. 22 Tahun 1946, Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 Tentang pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk untuk wilayah Jawa Madura dan untuk wilayah Jawa Madura, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Artinya KHI ini tetap menjabarkan persoalan perkawinan dengan merujuk pada Undang-Undang perkawinan yang sudah ada. 

Oleh karena itu dengan keberadaan KHI jelas segala pendapat ulama yang dulunya hanya ada pada kitab fiqih menjadi hukum Islam yang dipositifkan di Indonesia. Indonesia adalah negara hukum, konsekuensi dari negara hukum adalah setiap tindakan yang menimbulkan akibat hukum harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi hukum.

Pengertian Perkawinan

            Dijelaskan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Undang-Undang ini tidak hanya mengatur masalah hubungan perdata saja, tetapi peraturan ini menjadi dasar hukum yang sangat erat kaitannya dengan hak-hak dasar seorang anak manusia, atau lebih kepada perikehidupan masyarakat sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hak yang melekat pada konstitusi berkaitan pada ketentuan pada pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak dasar untuk membentuk suatu ikatan perkawinan. 

Rumusan dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 1 adalah : "perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang Wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian ini tidak jauh berbeda dari pengertian yang didefinisikan didalam ajaran Islam, yaitu didefinisikan dengan akad yang kuat antara laki-laki dan perempuan demi mewujudkan ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga dengan diliputi penuh rasa kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah SWT"

Sejalan dengan definisi diatas, pengertian perkawinan menurut Islam dijelaskan didalam bab Dasar-dasar perkawinan pasal 2 Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan "perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakah ibadah" Ditambahkan pada pada pasal 3 tujuan dari perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Artinya secara islam, pengertian perkawinan ditambahkan dengan kata akad mitssaqan ghalidzan yang pada prinsipnya adalah ungkapan dari ikatan lahir batin. Ikatan yang dibuat antara laki-laki dan wanita secara lahir batin yang mengandung makna bahwa perkawinan tidak sekedar hubungan keperdataan semata, melainkan perjanjian yang lebih sampai kepada dasar ketuhanan Yang Maha Esa.

Dari pengertian perkawinan pada pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan pasal 2 Kompilasi Hukum Islam dapat diketahui bahwa pengertian perkawinan perbuatan yang dimana subyek dan obyeknya diatur jelas oleh undang-undang berdasarkan pada perintah agama. Perkawinan sendiri mempunyai efek yang luas bagi mereka yang melangsungkannya tidak hanya bagi mereka saja tapi juga bagi agamanya

Tujuan Perkawinan Tujuan perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 terdapat pada pasal 1 yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Secara pengertian, rumusan pada pasal 1 Undang-Undang Perkawinan sudah dipaparkan pada bab pengertian perkawinan sebelumnya. Pada konteks bab tujuan perkawinan, akan diulas lebih kepada tujuan perkawinan sebagaimana ajaran Islam. Melihat pada Kompilasi Hukum Islam, tujuan perkawinan dirumuskan pada pasal 3 KHI yaitu mempunyai tujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahma.

Bila diperhatikan rumusan mengenai tujuan perkawinan sedikit berbeda antara Undang-Undang Perkawinan dan KHI, tetapi perbedaan itu sesungguhnya hanya pada keinginan dari perumus supaya dapat memasukkan unsur-unsur mengenai tujuan perkawinan. Artinya perbedaan itu bukan untuk memperlihatkan sebuah pertentangan didalam tujuan perkawinan, melainkan lebih memasukkan unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya dalam tujuan perkawinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun