Hingga akhirnya sekitar jam 3 pagi, setelah para suster dan dokter sibuk mempersiapkan kamar operasi dan meninggalkan saya seorang diri, tangis sayapun mengalir deras. Â Perasaan takut, sedih dan sakit yang luar biasa membuat saya menangis dan terus menangis.
Astagfirullah, saya merasa sangat ngeri mengingat betapa dekatnya saya dengan kematian malam itu. Â Saya merasa masih sangat tidak siap untuk menghadap Sang Pencipta. Â Saya belum bisa mempertanggungjawabkan kehidupan yang sudah dipinjamkan kepada saya selama ini. Saya tidak akan bisa menjawab pertanyaan apa yang sudah saya lakukan selama hidup saya sebagai pengembara di dunia ini.
Sudah cukupkah saya membaktikan diri kepada kedua orang tua saya sebagai balas budi seorang anak?
Sudah cukupkah saya membahagiakan suami saya dan menjalankan amanah sebagai seorang istri?
Berbagai pertanyaan membuat saya menangis dan terus menangis. Â Sampai sekarang pun, saya masih terus menangis saat melihat kaki saya yang terbalut dan belum bisa digunakan kembali.
Tapi, saya kemudian tersadar bahwa saya masih beruntung karena diberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri untuk 'panggilan' berikutnya. Â Saya jadi terpikir bahwa kematian bukanlah hal yang bisa saya tawar. Â Kita tidak akan pernah tahu kapan waktu kita untuk kembali pada-Nya.
Kini, saya mencoba 'berdamai' dengan kematian. Â Kini saya menganggap bahwa kematian bukanlah hal yang harus kita takutkan melainkan hal yang harus kita perhitungkan dan persiapkan dengan baik.
Mencoba menghindari dan mengurangi perbuatan dosa sambil menjalankan segala perintah-Nya bukanlah hal yang mudah tapi juga bukan hal yang mustahil. Â Paling tidak saya akan mencoba!
Saya terus mengingatkan orang-orang yang saya cintai betapa berartinya mereka dan betapa berterima kasihnya saya atas segala kebaikan mereka. Â Setiap malam sebelum tidur, saya memeluk dan mencium tangan kanan suami saya yang terluka sambil meminta maaf atas kesalahan-kesalahan saya.
Sebelum menutup mata, saya bisikkan pernyataan cinta saya kepada suami. Â Setelah menutup mata, saya panjatkan doa memohon maaf dan berterima kasih pada Sang Pemilik Kehidupan. Sekadar berjaga-jaga sekiranya kematian menjemput sebelum saya sempat melihat matahari pagi bersinar lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI