Mengobati Flu Babi dan Flu Burung dengan Regulasi Respon Inflamasi. Oleh Robert Melamede, PhD, CSI (Chief Science Officer)
Masalah yang muncul dengan pendekatan terkini dalam mengalahkan Flu Babi adalah kita tidak bisa mengalahkan virusnya karena mereka terlalu canggih dalam bermutasi. Menggunakan sasaran antigenik yang berbeda untuk membuat vaksin yang lebih universal dan efektif di masa depan mungkin bisa berhasil, tetapi kita butuh sesuatu sekarang untuk mempertahankan diri dari serangan Flu Babi. Kami mempercayai solusinya adalah dengan merubah bagaimana tubuh kita berhadapan dengan virus. Penemuan terbaru mengenai fungsi anti-inflamasi dari zat cannabinoid bisa memberikan kita obat baru yang bisa mengubah bagaimana tubuh merespon virus-virus ini dan memberikan pengobatan yang efektif dan tidak beracun. Makalah ini menyajikan sebuah teori, dengan referensi peer reviewed yang mendukung penggunaan cannabinoid untuk mencegah kematian akibat infeksi Flu Babi. Bila bahaya yang ditimbulkan oleh Flu Babi saat ini bisa juga diatributkan pada ARDS (sindrom gangguan pernafasan dewasa), maka proposal kami dapat mencakup juga permasalahan tersebut.
1.0 Pengantar : Sistem Endocannabinoid
Konsep mengenai termodinamika yang jauh dari keseimbangan yang telah dirintis oleh penerima nobel, Ilya Prigogine, menyediakan penjelasan fisik dari seluruh proses biologis [1,2]. Sebuah karakteristik internal yang muncul, dan meliputi seluruh tingkat organisasi kehidupan, adalah osilasi dari fenomena biokimia yang saling bertentangan, yang sering juga dihubungkan dengan proses inflamasi dan anti-inflamasi. Dengan cara yang sama ketika suhu di dalam rumah bervariasi disekitar kumpulan titik-titik tertentu yang ditentukan dengan thermostat, interaksi antar reaksi yang tak terhingga dalam biokimia manusia berosilasi atau “bergetar” di sekitar kumpulan titik tertentu yang meningkatkan atau menurunkan respon inflamasi dan produksi radikal bebas terkait [3]. Evolusi telah memilih sistem endocannabinoid sebagai pengatur yang penting akan jalur biokimia dari inflamasi [4].
Intinya, inflamasi menghasilkan radikal bebas yang bisa dianggap sebagai friksi biokimia, dan endocannabinoid dianggap sebagai ‘minyak’ kehidupan [5] yang fungsinya mengurangi friksi (gesekan) ini. Dari perspektif ini, mudah untuk dimengerti kenapa system endocannabinoid mempunyai aktifitas yang mendukung kehidupan [6], dan kenapa fitocannabinoid (cannabinoid yang berasal dari tanaman - Ganja.red), dengan fungsi yang mampu menyerupai endocannabinoid, memiliki efek pengobatan terhadap berbagai macam jenis penyakit, termasuk jantung dan pernafasan [7,8], neurologis [9,10], imunologis [11-14], tulang [15-16], berbagai penyakit dan kanker [17-24].
Faktanya bahkan mereka tampak berfungsi sebagai senyawa anti-penuaan, sebagaimana telah terindikasi dari pengamatan meningkatnya rentang umur ketika tikus diberikan THC dalam periode waktu yang panjang [25]. Secara kontras, tikus knock-out (rekayasa genetik) yang kekurangan reseptor CB1 mati dengan prematur dan tikus knock-out yang kekurangan CB2 tampak memiliki berbagai fenotipe negatif yang berhubungan dengan sistem kekebalan, sistem kardiocaskular, sistem syaraf, sistem pencernaan dan sistem reproduksi [26-29].
Flu burung adalah salah satu penyakit virus paling bahaya yang mengancam manusia saat ini. Virus influenza telah membunuh jutaan manusia di seluruh dunia. Bagian berikut mengenai flu burung adalah sintesis logika dari pengetahuan yang ada saat ini yang secara dramatis menunjukkan bagaimana pentingnya riset tentang ganja bagi manusia, dan kenapa kami telah memilih influenza sebagai fokus awal dari usaha penelitian kami. Kami merasa bahwa bukti di bawah cukup untuk mendukung kemungkinan bahwa cannabinoids dapat menyelamatkan jutaan manusia yang seharusnya hilang karena infeksi influenza dan HIV, dan adalah immoral serta tidak bertanggung-jawab bila tidak ada usaha untuk menentukan apakah hipotesis kami benar.
1.0 Sebuah penjelasan singkat mengenai sistem kekebalan tubuh
Dalam rangka mengapresiasi hipotesa mengenai kemungkinan menyelamatkan manusia yang ditawarkan oleh cannabinoid dengan mengacu pada flu burung dan HIV, sebuah pemahaman terbatas mengenai bagaimana sistem kekebalan tubuh bekerja adalah penting. Pada waktu infeksi bermula, agen infeksi dan jaringan yang rusak pada ‘inang’ (penderita) mengeluarkan sinyal kimia yang berfungsi sebagai penanda agar neutrofil, tentara terdepan dari sistem kekebalan tubuh dapat menemukan jalannya menuju patogen yang menyerang. Sel darah putih khusus ini membawa bersama mereka kumpulan senjata biokimia yang dahsyat termasuk reseptor khusus (TLR), dikenal sebagai reseptor ´toll´ yang dapat mengenali pola molekular dari berbagai patogen (mikroba dan molekul sumber penyakit). TLR yang terikat mengaktifkan neutrofil untuk menghasilkan kimia bakterisida yang tinggi sifat inflamasi-nya seperti hidrogen peroksida dan sodium perklorat.
Sebagai tambahan, neutrofil ‘memfagositosis’ (memakan) penyerang. Sel-sel Neutrofil biasanya mati muda, hanya bertahan beberapa hari. Sisa-sisa bangkai neutrofil di ‘medan perang’ kemudian dibersihkan oleh sel fagositosis yang datang berikutnya, yaitu sel-sel monosit dan makrofage. Proses imunitas ini kemudian dideskripsikan sebagai sistem kekebalan alami tubuh. Kita mewarisinya dan dilahirkan dengan keadaan sistem ini berfungsi dengan baik. Tingginya tingkat radikal bebas dan agen-agen sitotoksin yang dihasilkan oleh respon kekebalan alamiah menghasilkan banyak kerusakan di sekitar (sel-sel yang sehat). Untuk memperbaiki masalah kerusakan ini, evolusi telah memilih proses kekebalan yang lebih sedikit menghasilkan inflamasi, dan lebih terarah pada sasaran yang disebut dengan (acquired response).
Respon kekebalan yang diperoleh mengambil sisa dari pathogen yang difagositosis (dimakan) kemudian menempelkan mereka pada permukaan dari sel fagositosis untuk menghasilkan respon khusus lewat kolaborasi kerja dari sel T dan sel B yang secara ideal berfungsi membunuh pathogen dan sel yang terinfeksi patogen dengan respon yang lebih terarah lagi dan lebih sedikit lagi menghasilkan inflamasi yang diarahkan oleh reseptor dari sel B dan sel T.