Mohon tunggu...
Alzeiraldy Idzhar Ghifary
Alzeiraldy Idzhar Ghifary Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

"Jangan berhenti tangan mendayung, nanti arus membawa hanyut" –M. Natsir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kalender Islam Global

6 Mei 2023   05:45 Diperbarui: 18 Juni 2023   15:14 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umat Islam pertama kali membangun kalender Islam pada tahun 17 H atau 638 M yang dikembangkan zaman kekhalifahan Umar Bin Khattab atas usul Gubernur Irak Abu Musa Al-Asy'ari, untuk memperbaiki sistem administrasi dan politik kenegaraan. 

Kalender itu dinamakan kalender Urf (tradisi) yang dibangun tidak berdasarkan perhitungan astronomis yang kokoh karena pengetahuan tentang sistem tata surya heliosentris baru diperkenalkan Nicolaus Copernicus pada tahun 1542 M atau sekitar 900 tahun kemudian. 

Karena itu, kalender Urf kerap berbeda dari kenyataan astronomis, sehingga kemunculan hilal sebagai penanda awal bulan hijriah sering berbeda dengan perhitungan. Diperkirakan kalender Urf hanya bertahan sekitar 100-200 tahun saja. 

Sekitar 1200 tahun terakhir umat Islam kemudian menggunakan kalender Gregorian, kalender syamsiah warisan dua penguasa Romawi Julius Caesar dan August Caesar yang dimodifikasi gereja Romawi untuk urusan muamalah: pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-lain. 

Sedangkan untuk keperluan ibadah, umat Islam kemudian kembali menggunakan metode rukyatul hilal yang terkadang sering keliru dan tidak cocok dengan kaidah-kaidah saintifik astronomi modern.

Dampak Ekonomi

Kalender Gregorian memiliki 365 hari sementara kalender Islam 354 hari. Perbedaan keduanya sekitar 11,5 hari per tahun. Ini mengakibatkan kesalahan serius jika kalender Gregorian digunakan sebagai pengganti kalender Islam untuk keperluan bisnis dalam waktu yang panjang. 

Jika sebuah entitas bisnis Muslim menetapkan haul (tutup buku laporan keuangan dan pembagian keuntungan) berdasarkan Kalender Gregorian, maka perbedaan yang 11,5 hari tersebut tidak terzakati. Dalam Theory of Error perbedaan 11,5 hari ini disebut kesalahan sistematis (systematic error) yang menumpuk. 

Misal, sebuah entitas bisnis Muslim telah beroperasi selama 1200 tahun secara terus menerus, maka zakat terhutangnya telah menumpuk menjadi (11,5x1200/354) sekitar 40 tahun. Dengan demikian, hutang zakat bisnisnya kira-kira sama dengan 2.5% x 40 tahun = 100%. 

Artinya, berapapun aset perusahaan ini, sebetulnya, bisnis ini telah muflis (bangkrut) karena hutang zakatnya sama dengan nilai total asetnya. Dengan kata lain, semua aset entitas bisnis tersebut sebetulnya tinggal milik para ashnaf. Pertanyaannya, bagaimana jika semua bisnis Muslim di dunia telah melakukan kesalahan yang sama akibat tidak adanya sistem haul yang benar?

Melakukan ekspansi analogi kasus tadi, maka nilai zakat terhutang umat Islam selama 1200 tahun pun adalah sekitar nilai total aset umat Islam sekarang ini. Inilah yang kemudian dinamakan hutang peradaban umat Islam.

Aset Umat Islam

Wikipedia tahun 2016 mengutip data dari berbagai sumber keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia, melaporkan bahwa nilai aset bersih semua negara-negara di dunia sebesar USD 250 triliun. Dalam artikel yang lain, Wikipedia mengestimasi nilai kekayaan perbankan syariah dunia tahun 2013 sebesar USD 2 triliun. Ini hanya sekitar 1,25% dari aset industri perbankan konvensional dunia. 

Dengan asumsi bahwa aset perbankan syariah dunia sepenuhnya murni milik umat Islam karena pertimbangan syariah, sementara masih lebih banyak lagi umat Islam yang masih menggunakan jasa perbankan konvensional, maka estimasi total kekayaan umat Islam dunia sebesar USD 10 triliun agaknya masih sangat konservatif.

Jadi, angka hutang peradaban Islam mungkin jauh lebih besar dari angka hipotesis tersebut. Untuk sementara, asumsi konservatif, hipotesis total hutang peradaban umat Islam karena kurang bayar zakat selama 1200 tahun diperkirakan sebesar USD 10 triliun.

Hutang peradaban ini harus dihentikan. Jika umat Islam bersedia memperbaiki kesalahan, umat Islam sebetulnya memiliki potensi ekonomi yang sangat luar biasa. Dengan potensi ini, kemiskinan di dunia Islam dapat dihilangkan tanpa bantuan lembaga donor seperti Bank Dunia, IMF, dan lain-lain. 

Kalender Islam Global

Pada tahun 1939 ulama asal Mesir Syaikh Ahmad Syakir menulis sebuah kitab berjudul Awa'il al-Syuhur al-'Arabiyyah yang isinya tentang urgensi unifikasi tanggal kalender Islam. Dalam tulisannya beliau menolak perbedaan matlak, dan mendukung penerimaan hisab. 

"Awal bulan kamariah di seluruh planet bumi ini harus jatuh pada satu hari yang sama, dan itulah kebenaran yang tidak diragukan lagi"

Tahun 2016 Badan Urusan Agama Republik Turki menyelenggarakan Seminar Internasional Penyatuan Kalender Hijriah. Voting dari peserta seminar tersebut menghasilkan respon positif, mayoritas menyetujui untuk segera diberlakukannya Kalender Islam Global. 

Namun, setelah seminar itu digelar Kalender Islam Global belum juga menjadi penanda tanggal mainstream umat Islam hingga saat ini. Pentingnya unifikasi kalender Islam (satu hari satu tanggal hijriah di seluruh dunia) bukan hanya untuk urusan muamalah: ekonomi, sosial, politik, dll, akan tetapi yang lebih utama menyangkut urusan ibadah. 

Kalender Islam Global berfungsi untuk menyatukan jatuhnya hari-hari ibadah Islam, terutama yang waktu pelaksanaannya terkait lintas kawasan. Kehadiran Kalender Islam Global juga akan semakin menguatkan Islam sebagai ummatan wahidah (umat yang satu padu). 

Terkait prinsip yang melandasi Kalender Islam Global, beberapa syarat di antaranya:
1. Penerimaan hisab
2. Transfer imkanur rukyat
3. Kesatuan matlak (daerah tempat terbit matahari, terbit fajar, atau terbit bulan)
4. Penerimaan hari konvensional atau keselarasan hari dan tanggal
5. Penerimaan Garis Tanggal Internasional

Referensi

Hidayat, Muhammad. (2018). Aplikasi Kriteria Kalender Islam Global Muktamar Turki 2016 dan Rekomendasi Jakarta 2017. Jurnal Al-Marshad 4 (1).

Anwar, Syamsul. (2016). Tindak Lanjut Kalender Hijriah Global Turki 2016 Tinjauan Usul Fikih. Jurnal Tarjih 13 (2), 99-123.

Saksono, Tono. (2017). Menggagas Terbentuknya Islamic Calendar Research Network (ICRN). Jurnal Al-Marshad 2 (1).

Saksono, Tono. (2017). Kalender Islam Global: Perspektif Syariah, Ekonomi, dan Politik. Jurnal Ilmiah Syariah 15 (2), 143-152. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun