Pelat nomor kendaraan yang dimodifikasi oleh kalangan Gen Z termasuk dalam unsur estetika sebagai kebutuhan dalam memuaskan diri mereka sendiri, walaupun tidak sesuai dengan peraturan resmi yang berlaku dalam ketentuan pelat nomor kendaraan. Tujuan dari memenuhi kebutuhan estetika ini adalah untuk memperindah atau untuk membedakan diri.
Kemudian muncul pertanyaan, mengapa Gen Z cenderung memilih modifikasi ilegal dibandingkan dengan modifikasi legal? Hal ini menunjukkan bahwa Gen Z yang lebih mementingkan kebutuhan estetika dibandingkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Modifikasi pelat nomor yang legal hanya berasal dari Kepolisian, dan berupa modifikasi nomor pelat yang disusun sedemikian rupa hingga disebut nomor cantik. Namun, modifikasi pelat yang bersifat legal ini memiliki harga yang cukup tinggi, mulai dari 5 hingga 20 juta rupiah. Harga tersebut tentu dapat setara dengan harga motor itu sendiri, sehingga Gen Z, yang rata-rata masih merupakan pelajar tanpa penghasilan tetap atau karyawan dengan pengalaman di bawah 5 tahun, akan lebih memilih untuk menabung penghasilannya dibandingkan memodifikasi pelat secara legal ke Kepolisian.
Pola pikir ini juga dipengaruhi rendahnya angka penegakan hukum. Menurut data kuesioner dan wawancara yang didapatkan, pelaku modifikasi pelat nomor cenderung tidak ditegur oleh Kepolisian, dan meskipun ditegur, tidak ada hukuman yang diberikan. Hal ini membuat pelaku pelanggaran merasa bahwa perilaku modifikasi pelat ini bukanlah suatu pelanggaran yang serius.
Terdapat satu bentuk lain dari kasus modifikasi yang dilakukan oleh kalangan Gen Z, di mana mereka memasang satu pelat nomor hanya di bagian depan atau hanya di bagian belakang kendaraan mereka. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perilaku ini, yaitu :
Estetika
Sesuai peraturan lalu lintas, setiap kendaraan wajib memasang pelat nomor di bagian depan dan belakang kendaraan. Namun, kalangan Gen Z banyak yang memilih untuk memasang satu pelat saja. Dari hasil observasi, hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan estetika pelaku, karena dinilai dapat membuat kendaraan terlihat lebih rapi dan indah. Banyak pelaku yang berpikir bahwa menggunakan kedua pelat membuat kendaraan menjadi kurang nyaman dilihat, di mana pemikiran ini berpotensi dipengaruhi oleh konsep minimalis. Sehingga para pelaku pun akan melepas salah satu pelat, menyisakan satu pelat sebagai identitas kendaraan mereka dan sebagai alasan apabila ditegur oleh Kepolisian, bahwa mereka masih tetap menggunakan pelat nomornya.
Ketidakpedulian terhadap hukum pelat kendaraan yang berlaku
Banyaknya modifikasi yang dilakukan oleh Gen Z dengan hanya memasang satu dari kedua plat menunjukkan bahwa ketaatan mereka terhadap peraturan yang berlaku tidak menjadi prioritas utama mereka. Begitu juga dengan hukum yang belum menindak tegas, menjadikan mereka tidak peduli terhadap peraturan yang berlaku. Dari hasil observasi beberapa dari mereka hanya menggunakan satu pelat karena tidak mengurus pelat, membuatnya menjadi tidak terawat dan sering lepas, tidak pernah mengurus pemindahan kepemilikan kendaraan, menghindari membayar pajak, dan agar tidak teridentifikasi saat ugal-ugalan di jalan (Patoppoi, 2023). Â
Dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kalangan Gen Z tersebut, dapat dikenakan beberapa pasal mengenai peraturan pelat kendaraan yang berlaku. Pertama yaitu UU No. 22 tahun 2009 pasal 68 ayat 1 yang menyatakan setiap kendaraan bermotor wajib dilengkapi STNK bermotor dan TNKB. Kedua, UU No. 22 Tahun 2009 pasal 68 yang menyatakan pelat nomor wajib memuat kode wilayah, nomor registrasi dan masa berlaku, dan memenuhi syarat spesifikasi yang berlaku (Jesica, 2024). Lalu yang terakhir, UU No. 22 tahun 2009 pasal 280 yang menyatakan kendaraan mengenai kendaraan yang tidak dilengkapi pelat nomor akan mendapat pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (Herdi, 2024).Â
Meskipun fenomena ini marak dilakukan oleh Gen Z dan dapat menimbulkan dampak negatif, mayoritas masyarakat masih menganggap sepele fenomena ini, dikarenakan kurangnya kesadaran terhadap pelanggaran dan hukum yang belum ditindak secara tegas. Maka dari itu penting adanya kerja sama antar aparat dengan masyarakat dalam menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan para pelaku modifikasi ilegal.Â
Pada penelitian fenomena modifikasi ilegal pelat nomor putih dengan tulisan hitam kendaraan bermotor di kalangan Gen Z yang menggunakan teori sosiologi dan konsep Triadik Sumbo Tinarbuko dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: