Pelat nomor merupakan salah satu hal krusial bagi kendaraan bermotor. Fungsi utama pelat nomor adalah sebagai pembeda tiap kendaraan, yang mencantumkan tiga bagian utama, yang berupa kode huruf berisi asal wilayah kendaraan, kode angka yang merupakan nomor pendaftaran kendaraan, dan kode huruf belakang yang merupakan asal kota/kabupaten kendaraan. Setiap kendaraan wajib memasang dua buah pelat nomor yang sesuai dengan sejumlah aturan, masing-masing pada bagian depan dan belakang kendaraan. Namun, masih banyak terlihat kendaraan yang melakukan modifikasi pelat nomor, termasuk Gen Z, yang merupakan generasi kelahiran 1997-2012. Pelat putih dengan tulisan hitam dipilih sebab merupakan pelat terbaru yang digunakan masyarakat umum. Menggunakan metode kualitatif dengan media kuesioner daring, serta teori sosiologi dan pendekatan Triadik Sumbo Tinarbuko, didapatkan temuan berupa jenis-jenis, alasan, teguran baik dari orang terdekat maupun Kepolisian, dan sebagainya terkait modifikasi pelat. Fenomena modifikasi pelat ini terjadi karena beberapa alasan, diantaranya pengaruh lingkungan, ekspresi diri, dan estetika. Namun, tentu dibutuhkan batasan dari diri sendiri, serta kesadaran bahwa tindakan modifikasi pelat nomor ini, dalam bentuk apapun, adalah merupakan pelanggaran hukum.
Pelat nomor kendaraan adalah sebuah bentuk pengenal atau identitas pada suatu kendaraan, serta pembeda kendaraan satu dengan lainnya (Aida & Firdaus, 2023). Umumnya, pelat nomor menggunakan bahan dasar logam yang dicetak membentuk persegi panjang dengan berbagai variasi warna sebagai pengelompokan berdasarkan peran kendaraannya. Sesuai ketentuan yang berlaku, penempatan pelat nomor pada kendaraan terletak pada bagian depan dan belakang badan kendaraan. Pada dasarnya pelat nomor kendaraan terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kode huruf depan yang merupakan kode asal wilayah kendaraan, kode angka yang merupakan nomor pendaftaran kendaraan, dan kode huruf belakang yang merupakan asal kota/kabupaten kendaraan. Selain itu, terdapat pula informasi mengenai masa berlakunya pelat tersebut yang terletak pada bagian kanan bawah pelat.Â
Pengelompokan kendaraan berdasarkan warna pelat nomor bertujuan untuk mengidentifikasi peran kendaraan, seperti layanan publik, dinas pemerintah, atau kendaraan pribadi (Dermawan, 2022). Pelat nomor putih di Indonesia digunakan untuk kendaraan pribadi, termasuk kendaraan yang melakukan perpanjangan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) atau mengalami perubahan kepemilikan. Pelat nomor putih mulai efektif digunakan sejak pertengahan bulan Juni 2022, yang artinya semua kendaraan yang dimiliki sejak bulan tersebut akan secara otomatis menggunakan pelat berwarna putih (Sari & Ravel, 2022). Sementara itu, kendaraan yang dimiliki sebelum bulan tersebut, atau masih menggunakan pelat berwarna hitam, dapat menunggu masa berlaku pelat hitam tersebut kadaluarsa sebelum menggantinya ke pelat putih.
Pelat putih dengan tulisan hitam dipilih sebagai objek penelitian karena merupakan pembaharuan dari pelat hitam, yang seterusnya akan digunakan secara umum oleh masyarakat. Pelat ini juga diperuntukkan bagi kendaraan pribadi, sehingga hasil penelitian ini akan terasa lebih dekat dengan masyarakat, serta diharapkan meningkatkan kepedulian masyarakat pada perilaku modifikasi pelat nomor kendaraan.
Menurut UU No. 29 Pasal 280 Tahun 2009 yang berbunyi, "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak dipasang TNKB yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu", seluruh kendaraan bermotor di Indonesia wajib menggunakan pelat nomor sesuai sejumlah ketentuan yang berlaku, diantaranya menggunakan dua buah pelat yang masing-masing dipasang di bagian depan dan belakang kendaraan, menggunakan pelat nomor resmi dari Kepolisian dengan kode huruf dan angka yang sesuai, dan lain-lain (Andari, 2023).
Modifikasi pelat nomor kendaraan merupakan sebuah tindakan mengubah ukuran, bentuk, warna, tulisan, atau menambahkan elemen-elemen lainnya yang tidak sesuai dengan peraturan lalu lintas pada pelat nomor kendaraan bermotor (CNN Indonesia, 2023). Adapun modifikasi pelat nomor sendiri dapat dilakukan pada papan pelat nomor dan/atau pada hurufnya, baik yang resmi dari Kepolisian, seperti sejumlah nomor cantik, maupun yang tidak resmi seperti pelat yang dimodifikasi secara asal di bengkel. Kini, fenomena modifikasi pelat kendaraan bermotor semakin marak dilakukan di kalangan Gen Z sebagai media untuk mengekspresikan diri serta menunjukkan identitas mereka. Sayangnya, tindakan modifikasi yang dilakukan bukanlah resmi dari Kepolisian, sehingga tindakan ini bertentangan dengan peraturan lalu lintas yang berlaku dan dapat menimbulkan konsekuensi hukum.
Generasi Zoomers atau biasa disingkat Gen Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 (Nurhadi, 2023). Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, Gen Z memiliki preferensi yang lebih unik dalam hal mobilitas dan transportasi, yang mana mereka cenderung mengutamakan kenyamanan dalam berkendara. Hal tersebut berdampak pada perilaku Gen Z sehari-hari, termasuk pada cara mereka menyikapi pelat nomor, yang berujung pada tindakan modifikasi pada pelat kendaraan yang mereka miliki.
Maka muncul pertanyaan, mengapa Gen Z memilih untuk melakukan modifikasi terhadap pelat nomor kendaraan mereka alih-alih mematuhi hukum yang berlaku? Penelitian ini bertujuan untuk mengulik alasan di balik perilaku tersebut serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini juga akan membahas fungsi sosiologi desain dalam fenomena modifikasi pelat nomor yang dilakukan Gen Z.
Kebaruan (novelty) yang diberikan adalah berupa pendekatan berbeda yang mengulik perihal modifikasi pelat nomor dari segi ilmu sosiologi, serta alasan perilaku modifikasi tersebut dan pengaruh dinamika sosial terhadap pelaku. Pendekatan secara estetika dilakukan pula untuk mengetahui capaian estetis yang diinginkan oleh para pelaku.
Dalam konteks ilmu Desain Komunikasi Visual, pemahaman tentang perilaku Gen Z dapat memberikan tambahan wawasan mengenai ilmu sosiologi, terutama keterkaitannya dengan pengaruh dinamika sosial terhadap etika berkendara, hubungannya dengan hukum, serta pemahaman tentang fungsi DKV dalam pelat nomor, yakni fungsi informasi, identitas dan promosi, yang dapat memperkaya perspektif ilmu DKV dalam menciptakan desain yang relevan dan responsif terhadap nilai-nilai sosial yang dianut oleh generasi muda. Manfaat ini bukan hanya tertuju pada akademisi DKV, namun juga masyarakat, termasuk Gen Z secara umum.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif  yang merupakan metode penelitian berlandaskan pada filsafat, yang digunakan untuk meneliti kondisi ilmiah dengan peneliti sebagai instrumen. Teknik pengumpulan data untuk kemudian dianalisis pada metode kualitatif  lebih menekankan makna dari hasil eksperimen. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner Google Form yang disebarkan secara daring yang memfokuskan pengguna pelat kendaraan berwarna putih tulisan hitam. Fokus objek dari penelitian ini adalah Gen Z dengan rentang usia 12-27 tahun, di mana mereka ditempatkan sebagai pelaku yang berpotensi melakukan pelanggaran. Wawancara lebih intens juga dilakukan pada responden yang terpilih terkait pelanggaran modifikasi pelat yang pernah dilakukan responden tersebut untuk mendapatkan data secara signifikan tentang perilaku pemilik kendaraan bermotor yang memodifikasi pelat. Digunakan teori sosiologi, yang menurut Emile Durkheim, merupakan ilmu yang mengkaji fakta dan institusi sosial dalam berbagai tatanan masyarakat (Fiska, 2023), dan dalam pengolahannya menggunakan pendekatan konsep Triadik Sumbo Tinarbuko.
Konsep ini merupakan struktur di mana subjek, objek, dan teori yang merupakan bahan kajian digunakan dalam mengidentifikasi tanda sehingga menghasilkan makna. Konsep ini digunakan untuk mempermudah dalam menganalisa fenomena modifikasi pelat nomor kendaraan yang dilakukan oleh Gen Z. Dalam fenomena ini, Gen Z dan pelat kendaraan berbanding lurus dengan DKV sebagai sudut pandang dalam pemecahan masalah. Gen Z diposisikan sebagai target sasaran dan pelat kendaraan sebagai media. Kemudian dengan target sasaran Gen Z dan berbanding lurus dengan teori yang digunakan, yaitu teori sosiologi, didapatkan konten berupa rangkaian pelat motor yang dimodifikasi Gen Z. Apabila teori tersebut disambungkan dengan DKV, akan didapatkan konteks berupa alasan Gen Z lebih mementingkan estetika pelat nomor kendaraan. Konteks, konten, dan media ini kemudian dihubungkan, sehingga membentuk hasil analisis berupa perilaku Gen Z memodifikasi pelat kendaraan.
Mulai bulan Juni tahun 2022, diberlakukan peraturan mengenai berlakunya pelat nomor berwarna putih dengan tulisan berwarna hitam. Kendaraan yang baru dimiliki semenjak masa berlaku tersebut secara otomatis mendapatkan pelat resmi berwarna putih dengan tulisan berwarna hitam. Tahun mulai berlakunya pelat putih dengan tulisan hitam ini bertepatan dengan era dimana kalangan Gen Z sudah memiliki SIM dan sah dalam berkendara. Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa kendaraan yang mayoritas dimiliki oleh Gen Z memiliki pelat putih dengan nomor hitam.
Perilaku Gen Z dalam menyikapi pelat nomor kendaraan mereka sendiri menjadi isu utama dalam permasalahan ini. Gen Z cenderung menyukai untuk melakukan modifikasi terhadap tampilan pelat nomor kendaraan mereka, termasuk memodifikasi secara ilegal. Modifikasi ilegal yang biasa dilakukan oleh para pelaku adalah seperti membuat nomor cantik yang tidak terdaftar secara resmi oleh kepolisian, mengubah ukuran pelat, mengubah gaya tulisan pada pelat, memberikan unsur lain pada pelat, mengganti warna pelat, menambahkan plastik mika berwarna pada pelat, dan juga menambahkan efek-efek pada tulisan sehingga sulit terbaca.Â
Untuk mengidentifikasi fenomena ini, digunakan metode kualitatif dengan cara mengumpulkan data melalui kuesioner daring melalui Google Form dengan 38 responden yang mayoritas dari mereka adalah Gen Z berusia 17-25 tahun. Dari total responden, 10% pria lebih banyak melakukan pelanggaran pelat nomor dibanding wanita. Sekitar 79%  dari total responden  menggunakan sepeda motor. Modifikasi paling umum adalah penambahan elemen lain pada pelat, seperti stiker atau label, dengan alasan utama hanya untuk iseng dan estetika semata. Selain itu, hanya terdapat 5% responden yang pernah mendapatkan pertanyaan tentang modifikasi pelat mereka oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap permasalahan ini. Pertanyaan yang paling sering diajukan adalah tujuan pelanggar memodifikasi pelat serta lokasi pembuatannya, dan mayoritas pelanggar juga belum pernah ditegur polisi.
Wawancara dengan pelaku pelanggaran pelat kendaraan juga dilakukan untuk menggali lebih dalam latar belakang pelanggaran pelat motor tersebut. Pemilihan respondennya merupakan hasil seleksi dari kuesioner daring yang telah disebarkan sebelumnya. Responden yang dipilih merupakan pelaku yang menggunakan pelat yang dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukannya adalah merubah huruf pelat menjadi Times New Roman. Meskipun belum terlalu lama menggunakan pelat tersebut, ia menjabarkan pengalamannya tentang sudut pandang pelaku modifikasi pelat motor.Â
Hasil wawancara menunjukkan alasan memodifikasi pelat kendaraannya adalah hanya untuk estetika semata. Estetika yang dimaksudkan yaitu keselarasan motor dengan pelat nomornya. Modifikasi pelat motor tersebut juga menuai pertanyaan dari orang di sekitarnya. Pertanyaannya secara spesifiknya adalah mengenai dimana tempat memodifikasi pelat nomor. Teguran terhadap modifikasi pelat juga pernah didapatkan, dari kepolisian mengingatkan untuk menaati peraturan dan dari orang-orang disekitarnya mengingatkan untuk memakai pelat yang benar. Di akhir wawancara, diketahui ketertarikan responden untuk memodifikasi pelat berawal dari adiknya yang memiliki hobi memodifikasi kendaraan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa orang-orang sekitar juga memiliki andil dalam memodifikasi pelat motor.
Pada penelitian ini digunakan teori sosiologi untuk mempermudah proses analisis objek penelitian perilaku Gen Z dalam memodifikasi pelat kendaraan bermotor warna putih dengan tulisan hitam. Teori ini memiliki tiga perspektif utama yang digunakan untuk memahami sebuah fenomena sosial, antara lain perspektif fungsionalisme struktural, perspektif konflik, dan perspektif interaksi simbolik  (Putri, 2022).Â
Perspektif Fungsionalisme StrukturalÂ
Perspektif ini melihat masyarakat sebagai salah satu bagian dari sebuah sistem dimana bagian satu dengan lainnya saling berhubungan serta memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan sosial. Perspektif ini digunakan untuk meninjau tindakan masyarakat yang seringkali menunjukan ketidakpedulian terhadap para pelaku modifikasi pelat nomor kendaraan ilegal yang akhirnya mengakibatkan maraknya pelanggaran tersebut.
Perspektif Konflik
Konflik merupakan gejala universal yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat. Perspektif ini mengarah pada ketegangan antar masyarakat dan memandang konflik sebagai pendorong utama perubahan sosial. Perspektif ini digunakan untuk menganalisis bagaimana perilaku modifikasi ilegal yang sudah menjadi hal lumrah bagi masyarakat.
Perspektif Interaksi SimbolikÂ
Perspektif ini berfokus pada makna yang diciptakan bersama-sama melalui interaksi sehari-hari masyarakat. Isu dapat dilihat dari perspektif suatu komunitas di mana mereka beranggapan bahwa pelat yang dimodifikasi merupakan hal yang dapat menambah nilai estetika kendaraan tersebut.Â
Dalam prosesnya ditemukan hubungan antar teori ini dengan 3 fungsi DKV, yaitu identitas, promosi, dan informasi (Putri, 2022). Secara identitas, pelat nomor kendaraan yang dimodifikasi dapat menjadi pembeda dari kendaraan lainnya sekaligus menunjukkan ekspresi identitas pemiliknya. Pelat nomor kendaraan yang dimodifikasi ini menjadi sarana dalam mengekspresikan jati diri dan kepribadian pemiliknya. Sedangkan dalam fungsi promosi, tampilan pelat nomor kendaraan yang tidak biasa dapat meningkatkan visibilitas kendaraan tersebut sekaligus sebagai media promosi baik untuk diri sendiri maupun hal lain seperti organisasi atau partai agar lebih dikenal. Secara fungsi informasi, pelat nomor kendaraan yang telah dimodifikasi dapat menjadi media informasi tentang pemiliknya. Informasi ini dapat berupa pencantuman nama atau asal dari pemilik kendaraan tersebut, seperti mencantumkan asal wilayah provinsi atau kabupaten.
Modifikasi pelat nomor tidak hanya memengaruhi tampilan secara estetika, tetapi juga dari segi ergonomi. Ergonomi menurut Ginting (2010) adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sistem kerja, sehingga orang dapat hidup dan juga bekerja pada suatu sistem yang baik yaitu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan melalui pekerjaan yang efektif, efisien, aman dan nyaman. Ergonomi dalam pelat nomor dapat dilihat dalam beberapa bagian. Dalam tipografi, sebaran huruf pelat dirancang demi kenyamanan membaca tanpa memberikan efek kelelahan pada mata. Pelat nomor kendaraan memiliki standar dalam representasi ergonomi tipografi. Standar jarak baca yang tertulis dalam Peraturan Pemasangan TNKB yakni minimal 50 meter di belakang kendaraan (Tobing, 2016). Sementara font yang digunakan merupakan font Sans Serif Basic dan FE Schrift. Kedua font tersebut digunakan agar dapat dibaca dengan mudah dari jarak jauh, sehingga mudah diidentifikasi oleh pengendara lain jikalau pemilik kendaraan mengalami kecelakaan atau melakukan tindak kriminal. Modifikasi pelat nomor yang mengubah teks dalam pelat tentu akan memengaruhi keterbacaannya, sehingga lebih riskan.
Setelah ditelaah, fenomena modifikasi pelat oleh Gen Z ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, meliputi:Â
Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor utama yang mendorong Gen Z untuk melakukan modifikasi pada pelat nomor kendaraan mereka, terlebih lagi lingkungan komunitas dan media sosial yang menyebabkan rasa tidak ingin tertinggal tren yang sedang ramai di komunitas atau yang sedang beredar di media sosial.
Media Ekspresi DiriÂ
Banyak aspek dalam kehidupan Gen Z yang bisa dimanfaatkan sebagai media mengekspresikan diri, salah satunya adalah kendaraan pribadi. Melakukan modifikasi pada pelat nomor kendaraan bisa menjadi ruang untuk menunjukkan identitas, minat, atau hobi pemiliknya.Â
Kebutuhan Estetika
Pelat nomor kendaraan yang dimodifikasi oleh kalangan Gen Z termasuk dalam unsur estetika sebagai kebutuhan dalam memuaskan diri mereka sendiri, walaupun tidak sesuai dengan peraturan resmi yang berlaku dalam ketentuan pelat nomor kendaraan. Tujuan dari memenuhi kebutuhan estetika ini adalah untuk memperindah atau untuk membedakan diri.
Kemudian muncul pertanyaan, mengapa Gen Z cenderung memilih modifikasi ilegal dibandingkan dengan modifikasi legal? Hal ini menunjukkan bahwa Gen Z yang lebih mementingkan kebutuhan estetika dibandingkan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Modifikasi pelat nomor yang legal hanya berasal dari Kepolisian, dan berupa modifikasi nomor pelat yang disusun sedemikian rupa hingga disebut nomor cantik. Namun, modifikasi pelat yang bersifat legal ini memiliki harga yang cukup tinggi, mulai dari 5 hingga 20 juta rupiah. Harga tersebut tentu dapat setara dengan harga motor itu sendiri, sehingga Gen Z, yang rata-rata masih merupakan pelajar tanpa penghasilan tetap atau karyawan dengan pengalaman di bawah 5 tahun, akan lebih memilih untuk menabung penghasilannya dibandingkan memodifikasi pelat secara legal ke Kepolisian.
Pola pikir ini juga dipengaruhi rendahnya angka penegakan hukum. Menurut data kuesioner dan wawancara yang didapatkan, pelaku modifikasi pelat nomor cenderung tidak ditegur oleh Kepolisian, dan meskipun ditegur, tidak ada hukuman yang diberikan. Hal ini membuat pelaku pelanggaran merasa bahwa perilaku modifikasi pelat ini bukanlah suatu pelanggaran yang serius.
Terdapat satu bentuk lain dari kasus modifikasi yang dilakukan oleh kalangan Gen Z, di mana mereka memasang satu pelat nomor hanya di bagian depan atau hanya di bagian belakang kendaraan mereka. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya perilaku ini, yaitu :
Estetika
Sesuai peraturan lalu lintas, setiap kendaraan wajib memasang pelat nomor di bagian depan dan belakang kendaraan. Namun, kalangan Gen Z banyak yang memilih untuk memasang satu pelat saja. Dari hasil observasi, hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan estetika pelaku, karena dinilai dapat membuat kendaraan terlihat lebih rapi dan indah. Banyak pelaku yang berpikir bahwa menggunakan kedua pelat membuat kendaraan menjadi kurang nyaman dilihat, di mana pemikiran ini berpotensi dipengaruhi oleh konsep minimalis. Sehingga para pelaku pun akan melepas salah satu pelat, menyisakan satu pelat sebagai identitas kendaraan mereka dan sebagai alasan apabila ditegur oleh Kepolisian, bahwa mereka masih tetap menggunakan pelat nomornya.
Ketidakpedulian terhadap hukum pelat kendaraan yang berlaku
Banyaknya modifikasi yang dilakukan oleh Gen Z dengan hanya memasang satu dari kedua plat menunjukkan bahwa ketaatan mereka terhadap peraturan yang berlaku tidak menjadi prioritas utama mereka. Begitu juga dengan hukum yang belum menindak tegas, menjadikan mereka tidak peduli terhadap peraturan yang berlaku. Dari hasil observasi beberapa dari mereka hanya menggunakan satu pelat karena tidak mengurus pelat, membuatnya menjadi tidak terawat dan sering lepas, tidak pernah mengurus pemindahan kepemilikan kendaraan, menghindari membayar pajak, dan agar tidak teridentifikasi saat ugal-ugalan di jalan (Patoppoi, 2023). Â
Dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kalangan Gen Z tersebut, dapat dikenakan beberapa pasal mengenai peraturan pelat kendaraan yang berlaku. Pertama yaitu UU No. 22 tahun 2009 pasal 68 ayat 1 yang menyatakan setiap kendaraan bermotor wajib dilengkapi STNK bermotor dan TNKB. Kedua, UU No. 22 Tahun 2009 pasal 68 yang menyatakan pelat nomor wajib memuat kode wilayah, nomor registrasi dan masa berlaku, dan memenuhi syarat spesifikasi yang berlaku (Jesica, 2024). Lalu yang terakhir, UU No. 22 tahun 2009 pasal 280 yang menyatakan kendaraan mengenai kendaraan yang tidak dilengkapi pelat nomor akan mendapat pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (Herdi, 2024).Â
Meskipun fenomena ini marak dilakukan oleh Gen Z dan dapat menimbulkan dampak negatif, mayoritas masyarakat masih menganggap sepele fenomena ini, dikarenakan kurangnya kesadaran terhadap pelanggaran dan hukum yang belum ditindak secara tegas. Maka dari itu penting adanya kerja sama antar aparat dengan masyarakat dalam menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan para pelaku modifikasi ilegal.Â
Pada penelitian fenomena modifikasi ilegal pelat nomor putih dengan tulisan hitam kendaraan bermotor di kalangan Gen Z yang menggunakan teori sosiologi dan konsep Triadik Sumbo Tinarbuko dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Gen Z cenderung mementingkan estetika semata alih-alih menaati aturan dalam berkendara karena mereka melihat kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka dalam pelat nomor. Hal tersebut didorong oleh minimnya resiko yang mereka dapatkan atas melakukan pelanggaran berupa memodifikasi pelat nomor ilegal.
Faktor yang memengaruhi Gen Z untuk memodifikasi pelat nomor secara ilegal adalah faktor lingkungan, media ekspresi diri, dan kebutuhan estetika. Faktor-faktor tersebut dijabarkan sehingga terlihat bahwa Gen Z kerap merasa tidak ingin ketinggalan tren yang sedang ramai, menunjukkan jati diri, dan ingin terlihat berbeda dari yang lain.
Berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat aspek yang menunjukkan bagaimana fenomena ini mempengaruhi persepsi masyarakat. Pertama, kesadaran yang rendah pada kepatuhan hukum. Hal ini ditunjukkan dengan tidak banyak orang yang mempertanyakan alasan pemilik kendaraan melakukan modifikasi pelat mereka. Kesadaran rendah ini berarti bahwa masyarakat tidak sepenuhnya memahami atau menganggap serius potensi konsekuensi hukum dari tindakan modifikasi pelat nomor. Kedua, penegak hukum yang tidak tegas. Mayoritas dari pelanggar belum pernah ditegur oleh Kepolisian. Kepolisian yang tidak tegas dalam menegakkan hukum membuat masyarakat kurang peduli dengan peraturan lalu lintas.
Secara keseluruhan, sikap Gen Z dalam memodifikasi pelat nomor secara ilegal merupakan alat untuk menyalurkan ekspresi diri semata. Mereka lebih memprioritaskan estetika dan mengabaikan etika dalam memodifikasi pelat nomor.
Saran yang diajukan:
Bagi Penegak Hukum
Bentuk pelanggaran pelat nomor berupa modifikasi harus ditindaklanjuti lebih tegas lagi. Penegak hukum perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi hukum dari modifikasi pelat nomor yang tidak sesuai dengan standar.
Bagi Masyarakat
Pentingnya patuh akan peraturan dalam memodifikasi pelat nomor. Masyarakat harus paham bahwa memodifikasi pelat nomor yang tidak sesuai dengan standar akan mendapat konsekuensi, yaitu pidana kurungan dan denda.
DAFTAR PUSTAKA
Aida, Nur Rohmi dan Farid Firdaus (2023, September 18). Arti Huruf dan Angka pada Plat Nomor Kendaraan di Tiap Provinsi. KOMPAS.com. https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/18/200000365/arti-huruf-dan-angka-pada-plat-nomor-kendaraan-di-tiap-provinsi
Ali, L. O. B., Asrim, L. O., & Nurdin, N. (2023). TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM MENGGUNAKAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) DI WILAYAH HUKUM POLRES BUTON. ejournal.lppmunidayan.ac.id. https://doi.org/10.55340/kanturunawolio.v4i2.1325Â
Andari, N. (2023, January 26). Dasar Hukum dan Peraturan Plat Nomor Kendaraan. Carmudi Indonesia. https://www.carmudi.co.id/journal/dasar-hukum-dan-peraturan-plat-nomor-kendaraan/
Arti Warna Plat Nomor Kendaraan di Indonesia. Seperti Apa? (no date). https://www.adira.co.id/detail_berita/metalink/arti-warna-plat-nomor-kendaraan-di-indonesia-seperti-apa.
Banyak Motor Tak Pakai Plat Nomor Belakangnya, Segini Denda Tilangnya. (no date). https://www.autofun.co.id/berita-motor/banyak-motor-tak-pakai-plat-nomor-belakang-segini-denda-tilangnya-81670Â
CNN Indonesia. (2023, October 7) Apakah Pakai Pelat Nomor Modifikasi Bisa Kena Tilang? Â https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20231004124231-584-1007563/apakah-pakai-pelat-nomor-modifikasi-bisa-kena-tilang
Dermawan, M. A. (2022, October 19). Mengenal Ragam Warna Plat Nomor Kendaraan di Indonesia. SEVA. Â https://www.seva.id/blog/mengenal-ragam-warna-plat-nomor-kendaraan-di-indonesia-092022-bu/
Fiska. (2023, June 28). Teori Emile Durkheim: Pemikiran-Pemikiran Bapak Sosiologi Modern. Gramedia Literasi. https://www.gramedia.com/literasi/teori-emile-durkheim/#Teori_Fakta_Sosial_Emile_Durkheim
Jesica, R. (2024, September 17). Aturan modifikasi pelat nomor, boleh Asal Legal. IDN Times. https://www.idntimes.com/automotive/car/amp/rivera-jesica/aturan-modifikasi-pelat-nomor
Laswandi, H & Heni Mularsih (2021, Maret 26) PENGEMBANGAN FASILITAS KURSI BELAJAR YANG ERGONOMIS DAN ANTROPOMETRI UNTUK ANAK HIPERAKTIF DI SEKOLAH INKLUSI, 5(1), 147.
https://doi.org/10.24912/jmishumsen.v5i2.7742
Maengkom, B. (2024, July 15). KAJIAN HUKUM BAGI PELANGGAR UNDANG UNDANG LALULINTAS TENTANG PENGGUNAAN PELAT PALSU MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/57232
Nurhadi (2023, June 25). Inilah Pembagian Generasi Berdasarkan Tahun Kelahiran.
https://gaya.tempo.co/read/1741267/inilah-pembagian-generasi-berdasarkan-tahun-kelahiran
Patoppoi, B. (2023) 'Marak Fenomena Motor Tanpa Nopol, IPW Minta Polisi Ambil Tindakan Tegas di Lapangan,' Suara Surabaya, 6 November. https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/marak-fenomena-motor-tanpa-nopol-ipw-minta-polisi-ambil-tindakan-tegas-di-lapangan/
Putri, V. K. M. (2022, July 4). 3 Fu(ngsi Dasar Desain Komunikasi Visual (DKV). KOMPAS.com. https://www.kompas.com/skola/read/2022/07/04/080000969/3-fungsi-dasar-desain-komunikasi-visual-dkv-
Putri, V. K. M. (2022, August 25). 3 Perspektif Sosiologi: Fungsional, Konflik Sosial, dan Interaksionisme Simbolik. KOMPAS.com. https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/25/090000869/3-perspektif-sosiologi--fungsional-konflik-sosial-dan-interaksionismeÂ
MKn, Letezia Tobing S. (2016, February 23). Agar tidak ditilang karena masalah plat nomor. Klinik Hukumonline. https://www.hukumonline.com/klinik/a/agar-tidak-ditilang-karena-masalah-plat-nomor-lt56c29133bcd4d/
Sari, Janlika Putri Indah dan Stanly Ravel. (2022b, May 23). Berlaku Juni 2022, Ini Kendaraan yang Dapat Pelat Nomor Putih Duluan. KOMPAS.com. https://otomotif.kompas.com/read/2022/05/23/072200015/berlaku-juni-2022-ini-kendaraan-yang-dapat-pelat-nomor-putih-duluan
Sartika, P. (2019). ANALISIS SEMANTIK PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR. S1 skripsi, UMSU.
Sudarsono, Mursito Adi. (2009). PERAN KEPOLISIAN DALAM PENERTIBAN PENGGUNAAN PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR YANG TIDAK RESMI DI DIY. S1 thesis, UAJY.
UU No. 29 Tahun 2009. (n.d.). Database Peraturan | JDIH BPK. https://peraturan.bpk.go.id/Details/38765/uu-no-29-tahun-2009
LAMPIRAN
Kuesioner
Wawancara
Berikut hasil wawancara yang telah dilakukan pada 20 September 2024 dengan salah satu pelaku pelanggar pelat kendaraan bernama Nina yang telah diseleksi berdasarkan hasil kuesioner daring yang sebelumnya telah disebarkan.Â
1. Apa alasan Anda memodifikasi pelat kendaraan?
Alasan saya memodifikasi pelat kendaraan hanya untuk estetika semata, supaya lebih terlihat sesuai antara motor dan pelat nomornya.
2. Anda menyatakan pernah ditanyai oleh orang sekitar, pertanyaan spesifiknya seperti apa?
Ditanya mengenai tempat saya memodifikasi pelat karena hasil modifikasinya bagus.
3. Lalu bagaimana Anda menjawabnya?Â
Saya jawab sesuai pertanyaannya, mengenai lokasinya.
4. Sebelumnya sudah pernah ditegur polisi, bagaimana teguran dari polisinya? Apakah dapat hukuman?
Pernah, kebetulan saat itu saya bawa pelat nomor yang aslinya. Diingatkan untuk taat aturan, lalu diperlihatkan juga surat peraturannya. Karena mungkin saya membawa pelat nomor aslinya, jadi tidak kena hukuman.
5. Apakah orang-orang di sekitar Anda ada yang menegur mengenai modifikasi pelat yang Anda lakukan? Misalnya seperti, "Gunakanlah pelat yang benar dan sesuai dengan aturan".
Tentu saja ada, yakni keluarga. Namun teguran itu tidak saya tanggapi sama sekali.
6. Apakah sudah lama Anda menggunakan pelat yang sudah dimodifikasi tersebut?
Belum terlalu lama, sekitar bulan Juni.
7. Boleh tahu bentuk spesifiknya bagaimana? Atau hanya diubah tulisannya ke Times New Roman, alasannya kenapa?
Normal saja, seperti pelat pada umumnya. Hanya hurufnya saja yang diubah menjadi Times New Roman. Alasannya karena saya tidak suka tulisan yang di pelat aslinya, mungkin juga karna terbiasa melihat font Times New Roman jadi saya ada pikiran untuk mengubah huruf pelat nomornya.
8. Apa yang membuat Anda terpikir untuk melakukan modifikasi pelat, keinginan Anda sendiri atau Anda tertarik karena melihat orang lain? Jika benar dari orang lain, apakah itu dari orang terdekat seperti keluarga, tetangga atau komunitas?
Saya mulai tertarik memodifikasi pelat berawal dari adik saya, yang kebetulan memiliki hobi memodifikasi kendaraan.
Kelompok 5 Sosiologi Desain Kelas B
1. Alyssa Fatima Zahra - 2112805024
2. Anisha Suciarti - 2112812024
3. Berliana Putri Devy - 2112808024
4. Cecilia - Â 2112793024
5. Dena Wahyu Wijayanti - 2112795024
6. Dwi Febriantika Sari - 2112781024
7. Ira Veoria Br S Brahmana  - 2112801024
8. Natasya Risma A.S. - 2112794024
9. Nesha Syahira Prystianty - 2112785024
10. Shyma Yoshanty Z - 2112823024
11. Salfa Alicia - 2112786024
12. Bia Indira - 2112814024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H