Nama: Alyssa Ainur Rahma
NPM: 223516516250
Mahasiswa Universitas Nasional Prodi Ilmu Komunikasi
Artikel ini dibuat untuk memenuhi Tugas UTS Dasar-Dasar Jurnalistik R.02 dengan dosen pengampu Adinda Arifiah, S.I.Kom., M.I.Kom
Infotainment merupakan gabungan antara dua kata yaitu information (informasi) dan entertainment (hiburan). Jadi, infotainment adalah informasi yang dikemas dengan cara yang menghibur. Namun di Indonesia infotainment dimaknai sebagai informasi tentang hiburan. Sehingga sisi hiburan menjadi sesuatu untuk disampaikan kepada masyarakat. Akibatnya seringkali banyak informasi yang disampaikan kepada pemirsa bukanlah informasi yang mereka butuhkan, tetapi informasi yang dianggap dapat menghibur (Iswandi, 2006: 66).
Infotainment termasuk kedalam produk jurnalistik karena menyiarkan berita tentang peristiwa atau kejadian sehari-hari. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU 40/1999 tentang Pers, wartawan adalah profesi yang memiliki dan harus menaati Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik Jurnalistik merupakan batasan etika profesi jurnalis, yang pelaksanaanya bergantung kepada hati dan nurani masing-masing wartawan. Berikut ini adalah kode etik jurnalistik:
1. Bersikap Independen
Sikap independen seorang jurnalis adalah menghasilkan berita dengan suara hati nurani tanpa adanya intervensi, campur tangan, dan paksaan dari pihak lain. Dengan demikian maka jurnalis dapat memberitakan peristiwa sesuai dengan fakta yang akurat, berimbang, dan tidak adanya itikad buruk.
2. Menempuh Cara yang Profesional
Profesional kerja jurnalis dalam bekerja adalah dengan menghormati hak privasi, tidak menyuap narasumber untuk memberikan informasi, menunjukkan identitas diri kepada narasumber. Hal tersebut dilakukan untuk menghasilkan berita yang faktual dengan sumber yang jelas.
Selain itu, jurnalis juga harus menghormati pengalaman traumatic narasumber dalam penyajian berita terkait gambar, foto, ataupun suara. Berita yang dihasilkan tidak boleh plagiat atau mengakui karya orang lain menjadi karya sendiri. Jurnalis juga harus dapat mempertimbangkan bagaimana peliputan berita investigasi dapat menjawab kepentingan publik.
3. Selalu Menguji Informasi
Seorang jurnalis harus dapat memberikan informasi ke public berdasarkan dengan fakta. Maka, seorang jurnalis harus melakukan check tentang kebenaran dari informasi yang didapatkan. Jurnalis tidak boleh mencampurkan antara fakta dan opini.
4. Tidak Membuat Berita Bohong
Berdasarkan dengan tugasnya, seorang wartawan harus memberikan informasi sesuai dengan fakta. Sehingga berita yang diberikan ke publik dapat dipertanggungjawabkan.
5. Tidak Menyebutkan dan Menyiarkan Identitas Korban Kejahatan
Seorang jurnalis tidak boleh menyebarkan identitas seluruh korban dari kejahatan susila. Jika disebarkan, maka hal tersebut akan mempermudah orang lain untuk melacak korban.
6. Tidak Menyalahgunakan Profesi
Jurnalis memiliki hak total untuk melindungi narasumber yang diwawancarai. Hal tersebut sebagai bentuk menghormati ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Selain itu, bentuk segala suap merupakan bentuk penyalahgunaan profesi.
7. Memiliki Hak Tolak Untuk Melindungi Narasumber
Jurnalis memiliki hak untuk menolak mengungkapkan identitas dan dimana narasumber berada. Hal ini guna keamanan narasumber beserta degan keluarganya. Informasi yang diberikan ke publik dapat disiarkan tanpa menyebutkan segala informasi narasumbernya sesuai dengan kesepakatan.
8. Tidak Menulis Atau Menyiarkan Berita Berdasarkan Prasangka
Segala bentuk prasangka atau diskriminasi tidak boleh disiarkan ke publik. Hal tersebut merupakan anggapan yang kurang baik dan jika disiarkan akan membuat beberapa pihak mengikuti hal buruk tersebut.
9. Menghormati Hak Narasumber
Menghormati narasumber merupakan kewajiban bagi seorang jurnalis. Kehidupan pribadi narasumber dan keluarganya bukan merupakan konsumsi atau kepentingan bagi publik.
10. Mencabut, Meralat, dan Memperbaiki Berita yang Keliru
Segala bentuk berita yang keliru merupakan tanggungjawab dari jurnalis. Maka, jurnalis memiliki hak untuk segera mencabut atau memperbaiki berita yang keliru atau tidak akurat dengan disertai permintaan maaf terhadap audiens.
Kode Etik Jurnalistik digunakan sebagai landasan moral atau etika profesi dan menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan (Kusmadi dan Samsuri, 2012: 113- 114). Tapi dalam praktik pekerja infotainment banyak yang melanggar kode etik jurnalistik. Contohnya seperti,wartawan infotainment dalam mencari berita terkadang tidak sesuai dengan fakta dan tidak menghormati privasi selebritis yang akan ditelusuri kehidupannya untuk dijadikan sebuah berita.
Contoh lain dari pelanggaran kode etik jurnalistik sebagai berikut:
1. Sumber Imajiner
Sumber berita dalam liputan pers harus jelas dan tidak boleh fiktif. Â
Â
2. Identitas dan Foto Korban Susila Anak-Anak Dimuat
Sesuai dengan asas moralitas, menurut Kode Etik Jurnalistik, masa depan anak-anak harus dilindungi. Oleh karena itu, jika ada anak di bawah umur, baik sebagai pelaku maupun korban kejahatan kesusilaan, identitasnya harus dilindungi.
3. Tidak Paham Makna "Off the Record"
Menurut Kode Etik Jurnalistik, wartawan wajib menghormati ketentuan tentang off the record. Artinya, apabila narasumber sudah mengatakan bahan yang diberikan atau dikatakannya adalah off the record, wartawan tidak boleh menyiarkannya. Kalau wartawan tidak bersedia terikat dengan hal itu, sejak awal ia boleh membatalkan pertemuan dengan narasumber yang ingin menyatakan keterangan off the record.
Begitu pula off the record tidak berlaku bagi informasi yang sudah menjadi rahasia umum.Satu lagi, terdapat tradisi jurnalis bahwa off the record tidak berlaku untuk opini. Dengan kata lain, off the record lebih diutamakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan data dan fakta. Tetapi, kalau wartawan sudah bertemu dengan narasumber yang menyatakan keterangannya off the record, ia terikat dengan kesepakatan ini. Apabila keterangan off the record disiarkan juga, maka seluruh berita tersebut menjadi tangggung jawab wartawan atau pers yang bersangkutan. Dalam hal ini narasumber dibebaskan dari segala beban tangung jawab karena pada prinsipnya keterangan off the record harus dipandang tidak pernah dikeluarkan oleh narasumber untuk disiarkan. Pemberitaan sesuatu yang off the record sepenuhnya menjadi tangung jawab pers yang menyiarkannya.
4. Tidak Memperhatikan Kredibilitas Narasumber
Wartawan tidak memperhatikan kredibilitas narasumbernya. Dalam kebenaran berita yang akan disiarkannya, wartawan harus lebih dahulu membuktikan fakta dari berita tersebut sebelum berita itu disiarkan. Karena tanpa fakta yang benar, berita belum layak disiarkan.
5. Melanggar Hak Properti Pribadi
Kode Etik Jurnalistik yang mengharuskan wartawan menghormati hak-hak pribadi orang lain, kecuali bila ada kepentingan umum.
Kode etik jurnalistik dibuat untuk menjamin kemerdekaan pers. Sehingga meskipun infotainment digunakan dalam praktik bisnis, akan tetapi berita yang dihasilkan harus tetap berkualitas dan memenuhi kaidah jurnalistik yang ada.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum.
Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa wartawan infotainment masih melanggar kode etik jurnalistik. Padahal, kode etik bertujuan untuk menjadi pedoman dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H