Mohon tunggu...
Aly Reza
Aly Reza Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Bisa Menulis

Asal Rembang, Jawa Tengah. Menulis sastra dan artikel ringan. Bisa disapa di Email: alyreza1601@gmail.com dan IG: @aly_reza16

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laki-Laki dalam Tubuhmu, Sara

1 Agustus 2020   20:09 Diperbarui: 1 Agustus 2020   20:04 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Empat tahun kamu ngilang. Dan, coba lihat diri kamu sekarang, " suara Indri parau. Sementara perempuan jangkung di depannya hanya menunduk dalam. Diam menekuri secangkir cappuccino sambil memainkan jari-jemari tangannya di kolong meja.

Caf sudah mulai lengang sejak setengah jam lalu, setelah pemiliknya---perempuan yang kini duduk berhadap-hadapan dengan Indri---memutuskan untuk menutupnya secara tiba-tiba. Para karyawan pun dipersilakan untuk segera pulang ke kos masing-masing. Sekarang hanya tinggal mereka berdua, yang duduk setengah kikuk di bangku dekat meja pemesanan.

"Aku bisa nerima kamu sebagai Bagus yang kemayu seperti dulu. Nggak kayak gini, Gus." Cecar Indri, kali ini dengan wajah yang memuram. Seperti menyimpan sebuah sesal yang sangat dalam.

Setelah beberapa jenak hanya diam, perempuan jangkung yang dipanggil Bagus itu pun akhinrya lirih menimpali, "Indri, sorry. Aku salah udah ninggalin kamu empat tahun tanpa kabar. Dan sorry, udah nggak ada lagi Bagus."

"Maksud kamu?"

"Sekarang, panggil aku Sara saja."

Demi mendengar jawaban dari lawan bicaranya, Indri hanya menggeleng lemah. Bulir air pun tak kuasa dia bendung; mengalir deras membanjiri pipinya yang tirus.

"Kita udah hampir menikah kamu inget?" ucap Indri setelah berhasil menenangkan diri. "Dua minggu lagi. Dan tiba-tiba kamu ngilang. Aku pikir, dari awal kamu emang nggak bener-bener pengin nikah sama aku."

"Memang demikian, Ndri. Sekali lagi, sorry."

"Tunggu, tunggu. Bisa kamu jelasin?"

"Dari awal aku sadar kalau aku nggak pernah bisa suka sama perempuan. Dan dari awal aku udah sadar kalau aku 'belok', Ndri. Aku bukan hanya kemayu, tapi aku juga suka sama sesama lelaki." Kalimat demi kalimat yang dilontarkan Sara, terdengar sangat ngilu di telinga Indri.

"Aku sempat nggak terima dengan kenyataan itu, Ndri. Aku deketin kamu karena aku pikir barangkali aku bisa normal lagi. Ternyata nggak. Kenyataannya, aku nggak bisa punya rasa ke kamu, Ndri. Dan itu yang bikin aku mutusin buat pergi. Karena kalau kita lanjut nikah, pernikahan kita itu salah. Aku nggak mau ngecewain kamu."

*****

Adegan di caf malam itu masih berkelebatan dalam ingatan Indri. Detail-detail kalimat yang diucapkan Sara seolah terus menggema di gendang telinga.

Setelah empat tahun menghilang, Indri masih terus berusaha mencari kabar dari Bagus, kekasihnya yang kemayu itu. Kata orang-orang Bagus itu bencong. Tapi tidak di mata Indri. Bagi Indri, Bagus adalah sosok laki-laki yang tulus dan selalu bisa menghadirkan ketenangan bagi Indri. Laki-laki yang tidak pernah membuat Indri absen tersenyum setiap kali sedang bersamanya.

Hingga suatu ketika, Indri mendapat telepon dari salah seorang kawannya di Surabaya, kalau dia melihat Bagus di sana. "Sekarang dia jadi bos, Ndri. Punya caf sendiri dia." Ucap kawannya lewat telepon. Kabar yang seketika meruntuhkan beban berat yang empat tahun sudah menumpuk di hati Indri.

"Tapi dia berubah, Ndri."

"Berubah gimana? Dia jadi sombong? Atau gimana?"

"Nggak, dia masih baik, masih ramah dan suka bercanda. Tapi.."

"Apa? Apa yang berubah dari dia?"

"Habis ini ku kirim alamat cafnya ke kontak kamu, ya. Kamu temui dia."

Begitulah, dan betapa kegetnya Indri ketika di sebuah caf di pusat kota Surabaya, seorang perempuan berwajah mirip Bagus secara reflek menyapanya di meja pemesanan. Seorang perempuan jangkung, berambut panjang sedikit ikal, dan dadanya montok berisi, yang ternyata adalah orang yang lama dia cari-cari; Bagus.

Pertemuan malam itu berlangsung sangat dramatis. Bagus---yang berubah menjadi Sara---memberitahu Indri bahwa dia akan menikah dengan seorang pengusaha kaya. Indri tak bisa menyembunyikan kalau dia shock mendengar kabar itu.

"Kamu mau nikah? Kamu sadar nggak, meskipun kamu udah jadi kayak gini, tetep aja kamu itu laki-laki. Dan yang kamu nikahi itu juga laki-laki!"

Indri merasa tak perlu mendengar jawaban dari Sara. Setelah tuntas dengan kalimatnya, dan setelah dia berhasil menguasai emosinya, dia kemudian berlalu meninggalkan caf itu. Tanpa pamit, tanpa sepatah dua kata perpisahan. Begitu juga Sara yang lebih memilih bergeming, tak sedikit pun berupaya mencegah kepergian Indri.

Indri sebenarnya sudah memantapkan hati untuk pulang. Tapi ada dorongan dalam hati kecilnya agar dia kembali menemui Sara. "Kamu harus bisa nerima Bagus yang sekarang, Ndri," begitu bunyi yang menggema dalam lubuk hatinya.

Akhirnya, malam selanjutnya, dia pun datang kembali ke caf Sara. Persis tengah malam, setengah jam sebelum caf tersebut tutup.

"Aku minta maaf, Sara."

"Ah aku bisa maklum kali, Ndri. Emang berat nerima kenyataan yang nggak pernah kita inginkan."

Percakapan keduanya berubah menjadi hangat, kembali seperti dua sahabat yang lama tak bertemu. Tapi lebih dominan Indri yang mencecar Sara dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah membuatnya penasaran. Mulai bagaimana awalnya Sara memutuskan untuk jadi transpuan, bagaimana prosesnya merintis sebuah caf yang katanya terkenal di Surbaya ini, dan obrolan receh lainnya.

Tak terasa sudah setengah tiga dini hari. Sara memohon agar Indri berkenan untuk menginap di rumahnya. Semula Indri menolak. Tapi karena Sara mendesak, akhirnya Indri pun menyetujui saja tawaran dari Sara. Hitung-hitung istirahat sebelum besoknya dia harus menempuh perjalanan kereta yang panjang; untuk pulang.

*****

Pukul sembilan pagi, Sara sudah rapi dan siap untuk mengantarkan Indri ke stasiun. Sementara Indri, sepertinya masih molor di kamar.

Mengingat pesan Indri semalam, agar dia dibangunkan kalau tak kunjung bangun, tanpa ragu Sara masuk kamar lantai dua, tempat Indri menginap.

"Indri sudah tidak ada di kasur. Berarti sedang mandi," pikir Sara ketika mendapati Indri tak ada di kasur.

Betapa terkejutnya Sara ketika mendapati Indri tanpa busana melenggang santai dari kamar mandi. Tiba-tiba muncul perasaan kikuk yang aneh dari dalam diri Sara.

"Ndri.. Kamu.."

"Halah, kita kan sama-sama perempuan, Sara. Nggak usah kaget gitu ah."

Mendengar jawaban Indri, Sara terkecat. Perasaan kikuk itu tambah bergejolak dalam dadanya. Tidak hanya itu. Kali ini, sesuatu yang aneh juga sedang bekerja di liang selangkangannya, tiap matanya menatap lekuk tubuh Indri yang masih sibuk mengeluarkan baju ganti dari dalam tas.

"Tuhan, apakah aku normal?" rintihnya dalam hati.

Sementara Indri mulai mengenakan satu per satu pakaiannya, Sara masih sibuk menenangkan gelora aneh yang selama ini tak pernah dia rasakan terhadap perempuan.

Rembang, 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun