Pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, sehat, berbudi pekerti yang luhur, dan berakhlak mulia.
Anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal jika pengasuhan yang dilakukan mengacu kepada prinsip-prinsip pengasuhan positif yang sesuai dengan usia dan potensi anak. Pengasuhan positif di sini adalah pengasuhan yang dilakukan berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, pemenuhan dan pelindungan hak anak, terbangunnya hubungan yang hangat, bersahabat dan ramah antara anak dan orang tua, serta menstimulasi tumbuh kembang anak, agar optimal.
Mengapa pengasuha positif penting untuk anak usia dini?
Pengasuhan yang positif perlu dilakukan oleh setiap orang tua dalam memberikan dukungan kesuksesan anak di masa depan karena dapat:Â
1. Meningkatkan kualitas interaksi anak dengan orang tua.Â
2. Mengoptimalkan tumbuh kembang  anak.Â
3. Mencegah perilaku-perilaku menyimpang.Â
4. Mendeteksi kelainan pada tumbuh kembang anak.Â
Lalu, kapan pengasuhan ini dilakukan kepada anak?
Michele Borba dalam bukunya The Big Book of Parenting Solutions (2009) mengatakan pengasuhan adalah amanah untuk orang tua sepanjang hidupnya. Artinya, Â pengasuhan dilakukan tanpa henti, dari sejak anak dalam kandungan, usia dini, remaja, hingga dewasa.
Dalam praktiknya, pengasuhan yang  diterapkan  pada  satu anak tidak selalu berhasil untuk anak yang lain. Mengapa? Karena pada prinsipnya, semua  anak  adalah unik, berbeda satu sama lain. Perbedaan dapat disebabkan oleh usia, jenis kelamin, pola pengasuhan, latar belakang keluarga, kondisi lingkungan, termasuk sosial budaya yang ada di masyarakat. Prinsip pengasuhan ada yang ditujukan secara internal untuk diri orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya. Ada juga prinsip yang ditujukan bagi pengondisian lingkungan anak (eksternal).Â
Prinsip Pengasuhan untuk diri Orang Tua atau Guru (Internal)
a. Pahami setiap anak unik dan memiliki impianÂ
 Setaiap anak unik, mereka memiliki keunggulan yang berbeda baik dalam pengetahuan, keterampilan, maupun perilaku. Kepercayaan orang tua dan guru menjadi modal utama anak untuk percaya diri, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab. Untuk itu orang tua dan guru harus percaya bahwa pada dasarnya anak mampu, bahkan sebelum  anak  membuktikan  pada  dirinya  sendiri bahwa dia berhasil melakukan sesuatu.Â
b. Selalu mencari caraÂ
Tantangan yang dihadapi orang tua dan guru pada tiap tahap perkembangan anak berbeda. Demikian juga kondisi  lingkungan memberikan pengaruh pada perubahan diri anak, untuk itu dibutuhkan cara yang berbeda untuk setiap anak dalam melakukan pengasuhan. Orangtua dan guru harus mencari cara baru atau strategi yang tepat untuk menyikapi perubahan tersebut.Â
c. Terima anak apa adanya
 Orangtua dan guru harus dapat menerima anak apa adanya, baik ketika dia berbuat benar maupun berbuat
 salah. Ketika anak  mendapat penghargaan atau piala karena menang lomba orang tua dan guru merasa bangga, bahagia dan bersikap manis terhadap anak. Dan saat anak kalah dan salah, orang tua dan guru pun harus tetap bersikap wajar, tidak memberiakn celaan dan dapat mengendalikan amarah. Justru  disinilah anak membutuhkan dukungan dan motivasi, anak membutuhkan guru dan orang tua yang dapat meluruskan dan mendampingi dia untuk mengoreksi kesalahan dan berbuat lebih baik.
d. Dukung dan fasilitasi anak untuk tumbuh dan berkembang Â
Orang  tua dan guru harus terus belajar dalam memberikan dukungan pada anak. Dorong anak untuk melakukan kembali apabila anak mengalami kegagalan dalam suatu kegiatan. Yakinkan pada anak untuk terus mencoba dan tidak takut salah.
e. Bermain dan bergembira bersamaÂ
Interaksi yang hangat penuh humor yang dilakukan orangtua dan guru kepada anak menjadi mengasyikan, menggembirakan  juga didambakan, bila dilakukan bersungguh-sungguh dengan rasa cinta dan kasih sayang. Kehadiran dan keterlibatan orangtua dan guru dalam proses belajar anak harus menjadi pengalaman yang menyenangkan dan bermakna untuk semua terutama anak.
Prinsip Pengasuhan untuk Pengkondisian Lingkungan (External)
 a. Lingkungan yang amanÂ
Semua anak membutuhkan lingkungan yang aman bagi proses tumbuh kembangnya (Maswita, dkk, 2018). Untuk itu, orang tua dan guru harus memastikan lingkungan fisik anak bebas dari benda tajam dan berbahaya, berada dalam jarak yang dapat dilihat dan diawasi. Keamanan juga harus terjadi di lingkungan non f isik anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan belajar anak bebas dari kekerasan (verbal, emosi dan seksual).
 b. Lingkungan yang nyaman, ramah dan menyenangkan
Lingkungan yang nyaman dan ramah tercipta ketika guru atau orang tua ada ketika anak membutuhkan bantuan, dukungan atau perhatian. Saat  guru atau orang tua memberikan perhatian dan pujian bagi perilaku baik anak, akan terasa bermakna, maka anak akan melakukannya lagi. Dengan demikian perkembangan anak dapat tumbuh optimal.
 c. Lingkungan yang melibatkan (engaging)
Setiap anak harus dilibatkan dalam pengasuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan meminta pendapat, ide/ gagasan, dan cerita anak dalam banyak kesempatan. Sanders and Ralph (2001) mengatakan, pengasuhan yang melibatkan juga dapat dilakukan dengan menciptakan kesempatan yang menantang bagi anak untuk eksplorasi, menemukan dan mengembangkan gagasan dan keterampilan. Tentunya, kesempatan yang menantang tersebut disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak, serta tetap memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak.Â
Pola asuh orang tua terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1. Pola Asuh PermissifÂ
Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola  yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin dilakukan tanpa mempertanyakan. Pola asuh ini tidak menggunakan aturan yang  ketat, bahkan bimbingan pun kurang diberikan sehingga tidak ada pengendalian atau pengontrolan serta tuntutan kepada anak. Kebebasan diberikan penuh dan anak diizinkan untuk memberi putusan untuk dirinya sendiri. Anak berperilaku sesuai dengan keinginannya tanpa adanya kontrol dari orang tuaÂ
2. Pola Asuh OtoriterÂ
Pola asuh otoriter, yaitu ketika orang tua menerapkan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum. Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan hilangnya kebebasan pada anak, kurangnya inisiatif dan aktivitasnya, sehingga anak menjadi tidak percaya  diri pada kemampuannya.
 3. Pola Asuh DemokratisÂ
Pola asuh demokratis yaitu menanamkan disiplin kepada anak, dan menghargai kebebasan yang tidak mutlak, dengan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dan orang tua, memberi penjelasan secara rasional dan obyektif jika keinginan dan pendapat anak tidak sesuai. Dalam pola asuh ini, tumbuh rasa tanggung jawab pada anak, dan pada akhirnya, anak mampu bertindak sesuai dengan norma yang ada.
Referensi:
Modul "Komunikasi dalam Pengasuhan", Direktorat Pembinaan GTK PAUD dan Dikmas, 2018Â
Direktorat Pendidikan Keluarga. (2017). Buku Saku Komunikasi Efektif, Jakarta: KemendikbudÂ
Direktorat Pendidikan Keluarga. (2017). Buku Saku  Pengasuhan Positif, Jakarta: KemendikbudÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H