Mohon tunggu...
Alya Dwi Arianty
Alya Dwi Arianty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Kimia UNIMUS

Hobi saya menulis, saya ambisius, saya tertarik dengan bidang pendidikan dan psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Puisi Bunga dan Tembok Karya Wiji Thukul (Ekokritik) dengan Menggunakan Teori Strukturalisme

22 November 2023   15:31 Diperbarui: 3 Maret 2024   20:25 4042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: dokumentasi pribadi

Pendahuluan

Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang memiliki kekhasan dalam penggunaan bahasa, struktur, dan makna. Puisi dapat dianggap sebagai sebuah sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang saling berhubungan dan membentuk suatu kesatuan. Untuk memahami puisi secara lebih mendalam, kita dapat menggunakan teori strukturalisme, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada struktur dan hubungan antara unsur-unsur dalam sebuah karya sastra.

Salah satu puisi yang menarik untuk dianalisis dengan menggunakan teori strukturalisme adalah Bunga dan Tembok karya Wiji Thukul. Wiji Thukul adalah seorang penyair dan aktivis yang dikenal karena karya-karyanya yang mengkritik rezim Orde Baru dan menyuarakan aspirasi rakyat. Puisi Bunga dan Tembok termasuk dalam kumpulan puisi Nyanyian Akar Rumput yang diterbitkan pada tahun 1999, setelah Wiji Thukul menghilang secara misterius pada tahun 1998.

Puisi Bunga dan Tembok menggambarkan konflik antara alam dan manusia, khususnya antara bunga dan tembok. Puisi ini menunjukkan bagaimana bunga yang merupakan simbol keindahan, kehidupan, dan kebebasan harus berhadapan dengan tembok yang merupakan simbol kekerasan, kematian, dan penindasan. Puisi ini juga merefleksikan kondisi sosial dan politik pada masa Orde Baru yang penuh dengan ketidakadilan, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Dalam artikel ini, kita akan menganalisis puisi Bunga dan Tembok dengan menggunakan teori strukturalisme, yaitu dengan memperhatikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi, serta hubungan antara unsur-unsur tersebut. Unsur-unsur intrinsik puisi meliputi tema, amanat, rima, irama, majas, diksi, dan imaji. Unsur-unsur ekstrinsik puisi meliputi latar belakang penulis, konteks sejarah, dan pandangan pembaca.

Isi Puisi

Berikut adalah isi puisi Bunga dan Tembok karya Wiji Thukul:

Bunga dan Tembok

Bunga yang tumbuh di sela-sela tembok

menyembulkan warna-warni

menyemburkan harum-harum

menyebarkan keindahan

menyemarakkan kehidupan

Tembok yang menjulang tinggi

menjaga ketat ruang-ruang

menjebak erat waktu-waktu

menyembunyikan kebusukan

menyedot kekuatan

Bunga yang tumbuh di sela-sela tembok

berjuang melawan kerasnya batu

berusaha menembus tebalnya dinding

berharap mendapatkan sinar matahari

bersungguh-sungguh hidup

Tembok yang menjulang tinggi

menghalangi pandangan mata

menghambat pergerakan kaki

mengancam keselamatan jiwa

membunuh kebebasan

Bunga yang tumbuh di sela-sela tembok

menjadi saksi bisu

menjadi korban diam

menjadi pemberontak sunyi

menjadi pejuang sepi

Tembok yang menjulang tinggi

menjadi benteng kekuasaan

menjadi simbol ketidakadilan

menjadi alat penindasan

menjadi musuh kemanusiaan

```

Analisis Unsur-unsur Intrinsik Puisi


Tema

Tema adalah gagasan pokok atau ide utama yang ingin disampaikan oleh penulis dalam sebuah karya sastra. Tema puisi Bunga dan Tembok adalah konflik antara alam dan manusia, khususnya antara bunga dan tembok. Puisi ini menggambarkan bagaimana bunga yang merupakan simbol keindahan, kehidupan, dan kebebasan harus berhadapan dengan tembok yang merupakan simbol kekerasan, kematian, dan penindasan. Puisi ini juga menggambarkan bagaimana bunga yang tumbuh di sela-sela tembok berjuang untuk hidup dan menentang dominasi tembok yang menghalangi hak-hak dasarnya.

Amanat

Amanat adalah pesan moral atau nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca melalui sebuah karya sastra. Amanat puisi Bunga dan Tembok adalah bahwa kita harus menghargai dan menjaga alam sebagai sumber keindahan, kehidupan, dan kebebasan. Kita juga harus berani dan gigih untuk melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh manusia yang berkuasa. Kita harus menjadi bunga yang tumbuh di sela-sela tembok, bukan tembok yang menjulang tinggi.

Rima

Rima adalah persamaan bunyi akhir pada kata-kata yang terdapat dalam sebuah puisi. Rima dapat menimbulkan efek bunyi yang harmonis dan menarik perhatian pembaca. Puisi Bunga dan Tembok tidak memiliki rima yang konsisten, tetapi memiliki beberapa rima yang bersifat sporadis, seperti warna-warni, harum-harum, ruang-ruang, waktu-waktu, matahari, pandangan mata, pergerakan kaki, keselamatan jiwa, kekuasaan, ketidakadilan, penindasan, dan kemanusiaan. Rima-rima ini menunjukkan adanya pengulangan dan penekanan pada kata-kata yang memiliki makna penting dalam puisi.

Irama

Irama adalah susunan tekanan dan nada pada kata-kata yang terdapat dalam sebuah puisi. Irama dapat menimbulkan efek ritmis dan dinamis yang mengiringi makna puisi. Puisi Bunga dan Tembok memiliki irama yang bervariasi, tetapi cenderung menggunakan pola aksentual, yaitu pola yang menekankan pada jumlah tekanan atau aksen pada setiap baris, bukan pada jumlah suku kata. Puisi ini memiliki empat aksen pada setiap baris, kecuali pada baris terakhir setiap bait yang memiliki lima aksen. Contohnya:

```

Bunga yang tumbuh di sela-sela tembok

menyembulkan warna-warni

menyemburkan harum-harum

menyebarkan keindahan

menyemarakkan kehidupan

Tembok yang menjulang tinggi

menjaga ketat ruang-ruang

menjebak erat waktu-waktu

menyembunyikan kebusukan

menyedot kekuatan

```

Irama ini menunjukkan adanya keseimbangan dan keselarasan antara bunga dan tembok, tetapi juga adanya perbedaan dan pertentangan antara keduanya. Irama ini juga menunjukkan adanya gerak dan aksi yang dilakukan oleh bunga dan tembok dalam puisi.

Majas

Majas adalah gaya bahasa yang digunakan oleh penulis untuk memberikan makna kiasan atau figuratif pada kata-kata dalam sebuah puisi. Majas dapat menimbulkan efek estetis dan emosional yang memperkaya makna puisi. Puisi Bunga dan Tembok menggunakan beberapa majas, antara lain:

- Metafora, yaitu perbandingan dua hal yang berbeda tanpa menggunakan kata penghubung, seperti bunga dan tembok. Metafora ini digunakan untuk menggambarkan konflik antara alam dan manusia, khususnya antara keindahan, kehidupan, dan kebebasan dengan kekerasan, kematian, dan penindasan.

- Personifikasi, yaitu penyamaan benda mati atau abstrak dengan manusia, seperti bunga yang berjuang, berusaha, berharap, bersungguh-sungguh, menjadi saksi, menjadi korban, menjadi pemberontak, dan menjadi pejuang. Personifikasi ini digunakan untuk memberikan karakter dan sikap pada bunga yang tumbuh di sela-sela tembok, serta untuk menunjukkan adanya perlawanan dan protes terhadap dominasi tembok yang mengancam hak-hak dasarnya.

- Hiperbola, yaitu pengadaan atau pengurangan sesuatu secara berlebihan, seperti tembok yang menjulang tinggi, menjaga ketat, menjebak erat, menyembunyikan kebusukan, menyedot kekuatan, menghalangi pandangan, menghambat pergerakan, mengancam keselamatan, dan membunuh kebebasan. Hiperbola ini digunakan untuk mengekspresikan kekuatan dan kekejaman tembok yang menindas bunga dan manusia, serta untuk menimbulkan rasa takut dan marah pada pembaca.

- Alegori, yaitu cerita yang memiliki makna simbolis atau tersirat, seperti puisi Bunga dan Tembok yang merupakan alegori tentang konflik antara alam dan manusia, khususnya antara rakyat dan penguasa pada masa Orde Baru. Alegori ini digunakan untuk menyampaikan pesan kritis dan moral kepada pembaca, serta untuk menyindir dan mengkritik keadaan sosial dan politik yang tidak adil dan tidak manusiawi.

Diksi

Diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh penulis dalam sebuah puisi. Diksi dapat menentukan gaya, nada, dan suasana puisi. Puisi Bunga dan Tembok menggunakan diksi yang sederhana, lugas, dan tegas, tetapi juga memiliki makna yang dalam dan kuat. Puisi ini menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan alam, seperti bunga, warna, harum, keindahan, kehidupan, matahari, dan sinar. Puisi ini juga menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan manusia, seperti tembok, ruang, waktu, kebusukan, kekuatan, pandangan, pergerakan, keselamatan, kebebasan, saksi, korban, pemberontak, pejuang, kekuasaan, ketidakadilan, penindasan, dan kemanusiaan. Diksi ini menunjukkan adanya kontras dan konflik antara alam dan manusia, khususnya antara bunga dan tembok, dalam puisi.

Imaji

Imaji adalah gambaran indrawi yang ditimbulkan oleh kata-kata dalam sebuah puisi. Imaji dapat menimbulkan efek visual, auditif, olfaktori, gustatori, taktil, atau kinestetik pada pembaca. Puisi Bunga dan Tembok menggunakan imaji yang kaya dan beragam, seperti:

- Imaji visual, yaitu imaji yang menimbulkan gambaran visual atau penglihatan, seperti bunga yang tumbuh di sela-sela tembok, warna-warni, keindahan, tembok yang menjulang tinggi, kebusukan, pandangan mata, dan benteng kekuasaan. Imaji visual ini digunakan untuk menggambarkan suasana dan situasi dalam puisi, serta untuk menarik perhatian dan simpati pembaca.

- Imaji olfaktori, yaitu imaji yang menimbulkan gambaran olfaktori atau penciuman, seperti harum-harum. Imaji olfaktori ini digunakan untuk menunjukkan kualitas dan karakter bunga yang menyenangkan dan menarik, serta untuk membedakannya dengan tembok yang menyembunyikan kebusukan.

- Imaji taktil, yaitu imaji yang menimbulkan gambaran taktil atau perabaan, seperti kerasnya batu, tebalnya dinding, ketat, erat, dan halangi. Imaji taktil ini digunakan untuk menunjukkan rintangan dan kesulitan yang dihadapi oleh bunga dan manusia dalam berjuang melawan tembok, serta untuk menimbulkan rasa sakit dan ketegangan pada pembaca.

- Imaji kinestetik, yaitu imaji yang menimbulkan gambaran kinestetik atau gerak, seperti menyembulkan, menyemburkan, menyebarkan, menyemarakkan, menjaga, menjebak, menyembunyikan, menyedot, menembus, mendapatkan, bersungguh-sungguh, menghambat, mengancam, membunuh, menjadi, dan menjadi. Imaji kinestetik ini digunakan untuk menunjukkan aksi dan dinamika yang terjadi antara bunga dan tembok dalam puisi, serta untuk menimbulkan rasa hidup dan bersemangat pada pembaca.

Analisis Unsur-unsur Ekstrinsik Puisi


Latar Belakang Penulis

Latar belakang penulis adalah informasi tentang kehidupan dan karya penulis yang dapat mempengaruhi makna dan tujuan puisi. Latar belakang penulis puisi Bunga dan Tembok adalah sebagai berikut:

- Wiji Thukul adalah seorang penyair dan aktivis yang lahir pada tahun 1963 di Solo, Jawa Tengah. Ia mulai menulis puisi sejak usia muda dan tergabung dalam kelompok sastra Bengkel Teater yang dipimpin oleh Rendra. Ia juga aktif dalam berbagai gerakan sosial dan politik, seperti Serikat Buruh, Serikat Petani, Serikat Tani Nasional, dan Partai Rakyat Demokratik. Ia dikenal karena karya-karyanya yang mengkritik rezim Orde Baru dan menyuarakan aspirasi rakyat. Ia juga dikenal karena gaya bahasanya yang sederhana, lugas, dan tegas, tetapi juga memiliki makna yang dalam dan kuat.

- Pada tahun 1998, saat terjadi krisis ekonomi dan politik yang mengguncang Indonesia, Wiji Thukul menghilang secara misterius dan tidak pernah ditemukan hingga kini. Ada banyak spekulasi tentang nasibnya, seperti dibunuh, ditangkap, melarikan diri, atau bersembunyi. Beberapa karya-karyanya yang belum diterbitkan ditemukan oleh keluarganya dan kemudian diterbitkan dengan judul Nyanyian Akar Rumput pada tahun 1999. Puisi Bunga dan Tembok termasuk dalam kumpulan puisi tersebut.

Konteks Sejarah

Konteks sejarah adalah informasi tentang keadaan sosial, budaya, dan politik yang terjadi pada saat puisi ditulis atau diterbitkan, yang dapat mempengaruhi makna dan tujuan puisi. Konteks sejarah puisi Bunga dan Tembok adalah sebagai berikut:

- Puisi Bunga dan Tembok ditulis pada masa Orde Baru, yaitu periode pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto dari tahun 1966 hingga 1998. Masa ini ditandai oleh pembangunan dan modernisasi yang pesat, tetapi juga oleh ketidakadilan, korupsi, dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas. Banyak rakyat yang menderita akibat kemiskinan, pengangguran, inflasi, dan krisis ekonomi. Banyak pula yang menjadi korban kekerasan, penangkapan, pembunuhan, dan penghilangan paksa oleh aparat negara. Banyak pula yang menjadi saksi bisu atau pemberontak sunyi terhadap keadaan tersebut.

- Pada tahun 1998, terjadi gerakan reformasi yang menuntut pengunduran diri Soeharto dan perubahan sistem politik yang demokratis. Gerakan ini dipicu oleh krisis ekonomi dan politik yang semakin parah, serta oleh aksi protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, seperti mahasiswa, buruh, petani, dan aktivis. Gerakan ini juga didukung oleh berbagai media massa, organisasi masyarakat sipil, tokoh agama, dan tokoh militer. Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden dan digantikan oleh B.J. Habibie. Masa ini disebut sebagai masa reformasi, yaitu periode transisi menuju demokrasi yang lebih baik.

Pandangan Pembaca

Pandangan pembaca adalah sudut pandang atau persepsi yang dimiliki oleh pembaca terhadap sebuah puisi, yang dapat dipengaruhi oleh latar belakang, pengetahuan, dan pengalaman pembaca. Pandangan pembaca puisi Bunga dan Tembok dapat bervariasi, tergantung pada siapa dan kapan pembaca membaca puisi tersebut. Beberapa kemungkinan pandangan pembaca adalah sebagai berikut:

- Pembaca yang hidup pada masa Orde Baru mungkin merasakan empati dan solidaritas dengan bunga yang tumbuh di sela-sela tembok, yang mewakili rakyat yang tertindas dan berjuang melawan rezim yang otoriter dan korup. Pembaca mungkin juga merasakan marah dan takut terhadap tembok yang menjulang tinggi, yang mewakili penguasa yang kejam dan sewenang-wenang. Pembaca mungkin juga merasakan haru dan bangga terhadap Wiji Thukul yang berani dan gigih menulis puisi-puisi kritis dan inspiratif, meskipun menghadapi risiko yang besar.

- Pembaca yang hidup pada masa reformasi mungkin merasakan kagum dan hormat terhadap bunga yang tumbuh di sela-sela tembok, yang mewakili generasi yang berkontribusi dalam perubahan sejarah dan demokrasi di Indonesia. Pembaca mungkin juga merasakan lega dan bersyukur terhadap tembok yang menjulang tinggi, yang mewakili masa lalu yang telah terlampaui dan tidak akan kembali lagi. Pembaca mungkin juga merasakan sedih dan penasaran terhadap Wiji Thukul yang menghilang secara misterius dan tidak pernah ditemukan hingga kini.

- Pembaca yang hidup pada masa sekarang mungkin merasakan simpati dan kagum terhadap bunga yang tumbuh di sela-sela tembok, yang mewakili semangat dan optimisme yang tidak pernah padam dalam menghadapi tantangan dan kesulitan. Pembaca mungkin juga merasakan waspada dan kritis terhadap tembok yang menjulang tinggi, yang mewakili ancaman dan bahaya yang selalu mengintai dalam bentuk kekuasaan, ketidakadilan, dan penindasan. Pembaca mungkin juga merasakan terinspirasi dan terpanggil terhadap Wiji Thukul yang menjadi salah satu penyair dan aktivis terbaik yang pernah ada di Indonesia.

- Puisi Bunga dan Tembok juga dapat dikaitkan dengan isu-isu yang relevan dengan masa sekarang, seperti isu lingkungan, hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan sosial. Puisi ini dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi pembaca untuk lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap alam dan sesama manusia, serta untuk lebih berani dan kreatif dalam mengekspresikan diri dan menyuarakan aspirasi. Puisi ini juga dapat menjadi sumber kritik dan evaluasi bagi pembaca untuk lebih waspada dan sadar terhadap segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan, ketidakadilan, dan penindasan yang masih terjadi di berbagai belahan dunia.

Kesimpulan

Puisi Bunga dan Tembok karya Wiji Thukul adalah sebuah puisi yang menggambarkan konflik antara alam dan manusia, khususnya antara bunga dan tembok. Puisi ini memiliki unsur-unsur intrinsik yang kaya dan beragam, seperti tema, amanat, rima, irama, majas, diksi, dan imaji. Puisi ini juga memiliki unsur-unsur ekstrinsik yang penting dan menarik, seperti latar belakang penulis, konteks sejarah, dan pandangan pembaca. Puisi ini merupakan sebuah karya sastra yang memiliki makna yang dalam dan kuat, serta relevan dengan berbagai situasi dan kondisi yang terjadi di masa lalu, sekarang, dan mungkin juga di masa depan. Puisi ini juga merupakan sebuah karya sastra yang memiliki nilai-nilai yang positif dan inspiratif, serta dapat memberikan dampak yang baik bagi pembaca yang membacanya dengan hati dan pikiran yang terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun