Teori strukturalisme telah menjadi pendekatan yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosial dan humaniora sejak abad ke-20. Berawal dari bidang linguistik dan antropologi, strukturalisme telah meluas ke berbagai bidang ilmu, seperti sosiologi, sastra, filsafat, dan psikologi. Pendekatan ini menitikberatkan pada analisis struktur internal sistem budaya dan bahasa untuk memahami makna, pola, dan hubungan yang ada di dalamnya. Artikel ini akan dibahas pengertian strukturalisme, tokoh yang bercimpung di dalamnya, teori dari strukturalisme sendiri, dan kekurangan dan kelebihan dari teori strukturalisme
Â
Apa itu strukturalisme?Â
Secara etimologis, istilah "strukturalisme" berasal dari bahasa Inggris "structuralism", yang berarti "membangun", dan "struktura" berarti "bentuk bangunan". Dengan kata lain, strukturalisme adalah teori yang berpendapat bahwa berbagai gejala alamiah dan budaya dapat dianggap sebagai struktur teoritis (abstrak) yang terdiri dari komponen yang terhubung satu sama lain melalui hubungan sintagmatis dan paradigmatis. Menurut Hawkes dalam Jabrohim, strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang melibatkan persepsi struktur dan deskripsinya. Struktur adalah sebuah sistem yang terdiri dari sebuah anasir dan tidak satu pun anasirnya dapat berubah tanpa mengubah anasir lain.
Menurut Abdul Chaer, para ahli mengatakan bahwa pendekatan strukturalisme berasal dari pandangan Ferdinand de Sasusurre. Pandangan ini dimuat dalam Course de Lingusitique Generale dan menyatakan bahwa strukturalisme berkaitan dengan hal-hal seperti telaah sinkronik dan diakronik, perbedaan antara langue dan parole, perbedaan antara signifiant dan signifiant, dan hubungan sintagmatik dan paradigmatik
Jadi, jika disimpulkan Strukturalisme adalah teori yang mengkaji sastra berdasarkan strukturnya sendiri, bukan hubungannya dengan pengarang atau peristiwa lain. Ini adalah pendekatan yang menekankan keseluruhan hubungan antara berbagai unsur teks. Ferdeinand de Saussure memperkenalkan teori struktural dalam linguistik pada awal abad ke-20. R. Jacobson Mukarovsky kemudian mengembangkan teori ini dalam bidang sastra. (Riswandi dan Titin Kusmini 2018: 52-53). Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 85), "Apabila kajian suatu karya sastra menggunakan struktural berarti ia menyelidiki makna karya sastra dengan mempelajari unsur-unsur strukturnya dan hubungannya satu sama lain, kemudian setelah makna dipahami, dapat dibuat berbagai interpretasi." Menurut Peaget dalam Endraswara, strukturalisme terdiri dari tiga elemen utama. Pertama, konsep keseluruhan---juga dikenal sebagai "wholness"---di mana elemen atau bagian-bagiannya mengikuti aturan intrinsik yang menentukan baik struktur secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya. Kedua, konsep transformasi---struktur itu menyanggupi proses transformasi yang terus-menerus yang memungkinkan pembuatan bahan baru. Ketiga, konsep keteraturan yang mandiri---struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain dan tidak memerlukan pengetahuan luar untuk mempertahankan prosedur transformasinya.
Siapa saja tokoh tokoh trukturalisme?Â
Adapun beberapa tokoh yang berkecimpung dalam strukturalisme diantaranya adalah
- Roman Jacobson,
Roman Jakobson membantu mendirikan Formalisme Rusia pada tahun 1915. Namun, pada tahun 1930-an, diktator Rusia Joseph Stalin melarang Formalisme karena dianggap bertentangan dengan ajaran Marsis. Jakobson kemudian keluar dari Rusia dan melanjutkan Formalisme di Cekoslovakia bersama dengan Jan Mukarovsky dan Rene Wellek, sebelum akhirnya bergabung dengan Lingkaran Lingustik Praha.
- A.J. Greimas
A.J. Greimas, seorang teoris strukturalisme dari Lithuania, banyak berfokus pada semantik. Salah satu Karyanya berjudul Semantique Structurale
- Tzvetan Todorov
Dalam menganalisis karya sastra, Todorov, seperti Greimas, sangat memperhatikan aspek linguistik atau tata bahasa. Todorov pertama-tama membagi cerita ke dalam tiga bagian (aspek): semantik, sintaksis, dan aspek verbal.
- Roland Barthes
Roland Barthes adalah kritikus sastra Prancis yang menganut strukturalisme, beliau mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan teori sastra . Barthes juga sangat memperhatikan bidang bahasa saat menganalisis karya sastra, seperti halnya Greimas dan Todorov. Saussure melihat bahasa sebagai suatu sistem lambang yang menghubungkan kebiasaan budaya dan sejarah, yang memengaruhi pemikirannya tentang bidang ini.
- Gerrad Genette
Kritikus yang berasal dari Prancis bernama Gerrad Genette. Jika dibandingkan dengan perspektif Barthes, pendekatan yang digunakan dalam publikasi yang ditulis Genette di berbagai media tampak berbeda. Genette berusaha menghindari menggunakan gaya bahasa hiperbola dalam keseluruhan karyanya. Selain itu, Genette memiliki penelaahan yang dapat menarik perhatian para pembaca Anglo-Amerika karena dia memahami dengan baik konvensi kritik dan fiksi sejarah kesastraan.
- Claude Levi-Strauss
Salah satu antropolog Prancis Levi-Strauss dikenal sebagai pencipta strukturalisme dalam antropologi. Perhatiannya lebih banyak diarahkan pada mitos yang berkembang di masyarakat. Studi-studi mitos Levi-Strauss dapat dikatakan merupakan dasar dari analisis deskriptif strukturalisme modern yang telah berkembang sampai saat ini.
Bagaimana konsep teori strukturalisme?
Yoseph (1997; 37--40) menjelaskan teori strukturalisme sastra bahwa karya sastra dianggap sebagai "artefak" atau benda seni. Oleh karena itu, realisi-realiasi struktural karya sastra hanya dapat dipahami melalui hubungan antara unsur-unsur artefak itu sendiri.Secara keseluruhan, teks sastra terdiri dari elemen seperti ide, tema, latar, karakter, perwatakan, insiden, plot, dan gaya bahasa. Namun, elemen-elemen ini berbeda-beda dalam setiap karya sastra. Jika seseorang menggunakan pendekatan strukturalisme untuk menganalisis karya sastra, mereka harus berkonsentrasi pada landasan linguistik penelitian mereka, menurut Culler (1975:3). Dalam pendekatan strukturalismeini, elemen-elemen berikut dipelajari dalam karya sastra: tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, dan hubungan antaraspek yang membentuk karya sastra.
Dengan bantuan strukturalisme sastra, peneliti sastra dapat memilih elemen mana yang paling penting. Namun, luasnya harus dibatasi hanya sampai bagian-bagian tersebut terkandung dalam teks. Oleh karena itu, teks sastra berfungsi sebagai pengontrol kredibilitas dan objektivitas temuan penelitian sastra. Metode ilmiah ini menetapkan teori strukturalisme sastra yang berkembang pesat dan diterima secara luas.
Zulfahnur (1997: 146-147) menggambarkan konsep struktural sebagai berikut:
- Â Memberikan penilaian terhadap keharmonisan semua komponen yang membentuk keseluruhan struktur dengan menjalin hubungan antara komponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna dan bernilai estetik.
- Â Memberikan penilaian terhadap hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan antara isi dan bentuk sangat penting untuk menentukan kualitas sebuah karya sastra.
Tujuan teori strukturalime ini adalah sebagai berikut:
- Sebagai aktivitas inteltual yang bertujuan untuk menjelaskan eksplikasi tekstual;
- Sebagai metode ilmiah, teori ini memiliki cara kerja teknis dan rangkaian langkah-langkah yang tertib untuk mencapai kesimpulan yang valid;
- Dan sebagai pengetahuan, teori ini dapat dipelajari dan dipahami secara umum dan luas, dan cara kerjanya dapat ditunjukkan secara akurat
Bagaimana Kelebihan dan kekurangan dari teori strukturalisme?Â
Beberapa kelebihan teori strukturalisme adalah tidak memerlukan pengkaji sastra yang memiliki pengetahuan yang luas tentang sastra dan bahwa kajian sastra menjadi positivistik, yang berarti bahwa unsur-unsurnya dapat diukur, dibuktikan, dan dijamin.
Dibalik kelebihan teori strukturalisme yang ada tentunya teori strukruralisme mempunyai kekurangan, berikut beberapa kekurangan teori strukturalisme
- Karya sastra dipisahkan dari konteks atau ahistoris (terlepas dari sejarahnya)
- Tidak mempertimbangkan pengarang sebagai pencetus ide
- Penafsiran tidak selalu objektif
- Studinya sederhana
- Memiliki hubungan sosial budaya
- Cenderung sinkronis
- membutuhkan teori sastra yang kuat.
Dengan teori strukturalisme sastra, kita memiliki landasan yang solid untuk menganalisis karya sastra secara sistematis dan terstruktur. Dengan memahami struktur internalnya, kita bisa mengungkap makna-makna kompleks yang tersembunyi di dalamnya. Dengan terus memperdalam pemahaman dan menerapkan teori ini, kita dapat mengembangkan pandangan kritis terhadap sastra dan menemukan keindahan dalam setiap karyanya.
ReferensiÂ
Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia),
 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994)
Yapi yoseph, pengantar teori sastra (NTT : Nusa Indah, 1997)
Muhammadiyah mas'ud, Konsep teori dan aplikasi kajian sastra, (Sumatera barat, PT mafi media literasi Indonesia, 2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H