Mohon tunggu...
ALVYNA ROHMATIKA
ALVYNA ROHMATIKA Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sebagai penulis, saya adalah kreator yang menggabungkan kepekaan artistik dengan kecerdasan kata untuk menghidupkan ide-ide menjadi kisah-kisah yang mendalam. Melalui kata-kata, saya membentuk dunia imajinatif yang mengajak pembaca untuk merenung, merasakan, dan terhubung dengan berbagai emosi. Setiap tulisan saya mencerminkan dedikasi pada keindahan bahasa dan kekuatan narasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psikologi Pendidikan: Teori Belajar Edward Thorndike

9 September 2024   19:16 Diperbarui: 9 September 2024   19:20 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Teori Belajar Koneksionisme Edward Thorndike

Oleh: Alvyna RohmatikaPengantar

Dalam kajian psikologi pendidikan, teori belajar merupakan salah satu fondasi penting yang membantu kita memahami bagaimana proses pembelajaran terjadi. Salah satu teori belajar yang berpengaruh dan memberikan kontribusi signifikan adalah teori koneksionisme yang dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike.

Thorndike (1874-1949) adalah seorang psikolog Amerika yang dianggap sebagai salah satu pelopor aliran behaviorisme dalam psikologi. Teori belajarnya, yang dikenal sebagai teori koneksionisme, menawarkan pandangan unik tentang bagaimana manusia dan hewan belajar. Melalui serangkaian eksperimen, Thorndike mengembangkan prinsip-prinsip dasar yang menjelaskan mekanisme belajar secara detail.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi ide-ide kunci dari teori koneksionisme Thorndike, membahas implikasinya dalam pembelajaran, serta melihat bagaimana teori ini berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran lain dalam sejarah psikologi.

Gagasan Utama Teori Koneksionisme

Inti dari teori koneksionisme Thorndike adalah bahwa belajar terjadi melalui pembentukan asosiasi atau koneksi antara stimulus yang diterima oleh individu dan respons yang dihasilkan. Thorndike menggambarkan ini sebagai "mekanisme saraf" yang menghubungkan antara kesan-kesan indera (sense impressions) dengan dorongan untuk bertindak (impulses to action).

Terdapat beberapa gagasan utama dalam teori koneksionisme Thorndike:

1. Selecting and Connecting
Thorndike meyakini bahwa proses belajar pada dasarnya melibatkan seleksi (selecting) dan penghubungan (connecting) antara stimulus dan respons. Melalui "coba-coba" (trial and error), individu akan memilih respons yang tepat dan menghubungkannya dengan stimulus yang relevan.

2. Belajar Bersifat Incremental, Bukan Insightful
Menurut Thorndike, belajar terjadi secara bertahap, bukan dalam lompatan besar atau pemahaman tiba-tiba (insightful). Proses belajar berlangsung secara sistematis, sedikit demi sedikit, bukannya dengan pemahaman mendadak.

3. Belajar Tidak Dimediasi oleh Ide
Thorndike menegaskan bahwa belajar terjadi secara langsung, tanpa diperantarai oleh proses berpikir atau penalaran (thinking or reasoning). Individu tidak perlu memahami terlebih dahulu, melainkan belajar melalui respons-respons yang dihasilkan.

4. Semua Mamalia Belajar dengan Cara yang Sama
Thorndike berpandangan bahwa hukum-hukum belajar yang berlaku untuk binatang juga berlaku untuk manusia. Menurutnya, proses belajar pada manusia dan hewan tidak berbeda secara fundamental.

Teori-Teori Thorndike

Thorndike mengembangkan beberapa teori utama dalam konsep koneksionismenya, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok: primer dan sekunder.

Teori-Teori Primer:

1. Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini menyatakan bahwa jika sesuatu fungsi saraf siap untuk bekerja, maka bekerja akan memuaskan; jika fungsi saraf siap untuk bekerja tetapi tidak bekerja, maka akan mengganggu; dan jika fungsi saraf tidak siap untuk bekerja tetapi dipaksa bekerja, maka akan mengganggu.

2. Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Hukum ini terdiri dari dua bagian: (a) Hukum Penggunaan (The Law of Use), di mana koneksi antara stimulus dan respons akan semakin kuat jika sering digunakan; dan (b) Hukum Ketidakgunaan (The Law of Disuse), di mana koneksi akan semakin lemah jika tidak digunakan.

3. Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa jika suatu respons diikuti oleh konsekuensi yang memuaskan (satisfying), maka koneksi stimulus-respons akan diperkuat; sebaliknya, jika respons diikuti oleh konsekuensi yang tidak menyenangkan (annoying), maka koneksi akan diperlemah.

Teori-Teori Sekunder:

1. Respons Berganda (Multiple Response)
Jika respons pertama tidak dapat memecahkan masalah, individu akan mencoba respons lain secara bergantian hingga menemukan solusi yang tepat.

2. Set atau Sikap (Set or Attitude)
Kondisi sementara (seperti lapar, lelah, emosi) dapat memengaruhi apakah suatu situasi dianggap menyenangkan atau tidak oleh individu.

3. Prepotency of Elements
Individu tidak merespons semua elemen kompleks dalam lingkungan, melainkan hanya beberapa elemen kunci (prepotent elements) yang dianggap penting.

4. Respons dengan Analogi (Response by Analogy)
Individu berusaha mencari kesamaan antara stimulus yang dialami sekarang dengan stimulus yang pernah dialami sebelumnya, lalu memberikan respons yang serupa.

5. Pergeseran Asosiatif (Associative Shifting)
Respons terhadap suatu stimulus dapat diganti dengan respons lain dengan menambahkan elemen baru pada stimulus awal.

Implikasi Teori Koneksionisme dalam Pembelajaran

Teori koneksionisme Thorndike memberikan beberapa implikasi penting dalam praktik pembelajaran, di antaranya:

1. Pembelajaran Berbasis Pengalaman
Thorndike menekankan pentingnya memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung, trial and error, dan pembentukan koneksi antara stimulus dan respons.

2. Penguatan Positif
Hukum Akibat (Law of Effect) menekankan pentingnya memberikan penguatan positif (reinforcement) atas respons yang diinginkan, sehingga koneksi stimulus-respons tersebut akan diperkuat.

3. Pengulangan dan Praktik
Hukum Latihan (Law of Exercise) mendorong pendidik untuk merancang kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengulang dan mempraktikkan materi secara terus-menerus.

4. Perhatian pada Kesiapan Belajar
Hukum Kesiapan (Law of Readiness) mengingatkan pendidik untuk mempertimbangkan kesiapan dan kematangan siswa sebelum memperkenalkan materi baru.

5. Individualisasi Pembelajaran
Teori koneksionisme Thorndike mengakui adanya perbedaan individual dalam proses belajar, sehingga pendidik perlu memperhatikan keunikan masing-masing siswa.

Pengaruh dan Kritik terhadap Teori Koneksionisme

Teori koneksionisme Thorndike memberikan pengaruh yang signifikan dalam sejarah psikologi dan pendidikan. Beberapa ahli melihat teori ini sebagai fondasi penting bagi perkembangan aliran behaviorisme. Namun, teori ini juga mendapatkan kritik dan penyempurnaan dari pemikir-pemikir berikutnya.

Kritik utama yang sering diajukan adalah bahwa teori koneksionisme terlalu menekankan pada respons stimulus dan mengabaikan peran proses mental dalam belajar. Selain itu, teori ini juga dianggap kurang mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan kontekstual dalam pembelajaran.

Meskipun demikian, kontribusi Thorndike dalam memahami mekanisme dasar belajar tetap diakui secara luas. Teori koneksionisme ini menjadi landasan bagi perkembangan konsep-konsep penting dalam pembelajaran, seperti reinforcement, penguatan, dan pembentukan kebiasaan.

Kesimpulan

Teori koneksionisme Edward Thorndike merupakan salah satu teori belajar yang berpengaruh dalam sejarah psikologi dan pendidikan. Gagasan utamanya berfokus pada pembentukan asosiasi atau koneksi antara stimulus dan respons melalui proses coba-coba dan pengulangan. Meskipun teori ini mendapatkan kritik, namun kontribusinya dalam memahami dasar-dasar proses belajar tetap dihargai hingga hari ini.

Pemahaman yang mendalam tentang teori koneksionisme Thorndike dapat membantu para pendidik merancang pembelajaran yang berpusat pada pengalaman siswa, penguatan positif, dan pengulangan praktik. Dengan demikian, teori ini dapat menjadi salah satu fondasi dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna bagi siswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun