3. Belajar Tidak Dimediasi oleh Ide
Thorndike menegaskan bahwa belajar terjadi secara langsung, tanpa diperantarai oleh proses berpikir atau penalaran (thinking or reasoning). Individu tidak perlu memahami terlebih dahulu, melainkan belajar melalui respons-respons yang dihasilkan.
4. Semua Mamalia Belajar dengan Cara yang Sama
Thorndike berpandangan bahwa hukum-hukum belajar yang berlaku untuk binatang juga berlaku untuk manusia. Menurutnya, proses belajar pada manusia dan hewan tidak berbeda secara fundamental.
Teori-Teori Thorndike
Thorndike mengembangkan beberapa teori utama dalam konsep koneksionismenya, yang dapat dibagi menjadi dua kelompok: primer dan sekunder.
Teori-Teori Primer:
1. Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini menyatakan bahwa jika sesuatu fungsi saraf siap untuk bekerja, maka bekerja akan memuaskan; jika fungsi saraf siap untuk bekerja tetapi tidak bekerja, maka akan mengganggu; dan jika fungsi saraf tidak siap untuk bekerja tetapi dipaksa bekerja, maka akan mengganggu.
2. Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Hukum ini terdiri dari dua bagian: (a) Hukum Penggunaan (The Law of Use), di mana koneksi antara stimulus dan respons akan semakin kuat jika sering digunakan; dan (b) Hukum Ketidakgunaan (The Law of Disuse), di mana koneksi akan semakin lemah jika tidak digunakan.
3. Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hukum ini menyatakan bahwa jika suatu respons diikuti oleh konsekuensi yang memuaskan (satisfying), maka koneksi stimulus-respons akan diperkuat; sebaliknya, jika respons diikuti oleh konsekuensi yang tidak menyenangkan (annoying), maka koneksi akan diperlemah.
Teori-Teori Sekunder:
1. Respons Berganda (Multiple Response)
Jika respons pertama tidak dapat memecahkan masalah, individu akan mencoba respons lain secara bergantian hingga menemukan solusi yang tepat.
2. Set atau Sikap (Set or Attitude)
Kondisi sementara (seperti lapar, lelah, emosi) dapat memengaruhi apakah suatu situasi dianggap menyenangkan atau tidak oleh individu.