"Surti, kali ini Simbok tidak terima. Lihat, lihat anakmu. Ia mengigau, tubuhnya menahan panas akibat ulah dari Maknya sendiri. Dimana kasih sayangmu, Surti?"
"Ma-ma-maafkan 'Mbok, maafkan, Surti! Surti tak pernah menyangka akan jadi seperti ini. Aku khilaf 'Mbok," pintanya.
Ia menuju ke pembaringan Risti yang tengah menahan panas tubuhnya. Bibirnya masih bergetar, giginya masih bersuara saling bersinggungan. Tangisnya pecah saat tubuh mungil itu dipeluknya.
"Ndhuuukkk, maafkan Make, Ndhuk," ratapnya.
Saat itu juga, dibawanya lari anaknya dalam dekapan. Simbok Kas yang melihatnya, tak mampu lagi mengejar, tak tahu mau dibawa ke mana cucunya itu. Ia hanya duduk pasrah. Menanti.
Surti menerobos malam yang dingin, menuju rumah seorang bidan di dusun sebelah untuk mencari pertolongan. Tak menghiraukan hembusan angin menyapanya.
Keesokan harinya, suara Risti memanggil-manggil, "Mak, buatkan gambar ayam bertelur, Mak." Suara itu jelas terdengar di telinga Surti.
"Iya, Ndhuk, ayo sini Make buatkan gambar ayamnya, ya. Ndhuk, maafkan Make, ya. Mak sudah membuat kamu sakit." Surti memeluk erat anaknya yang masih sedikit lemah.
Ia pun membuang sapu gerang yang telah membuatnya menjadi garang.
~Tamat~ Â
Yogyakarta, 16 September 2021