Ujung ini dilakukan secara berombongan. Misal rombongan keluarga A yang secara posisi di masyarakatnya lebih muda akan mengunjungi tetangga Yaang lebih tua/ sepuh. Rombongan pemuda pemudi mengunjungi para sesepuh. Tujuannya yaitu bersilaturahmi, memberi maaf dan meminta maaf. Orang yang paling mulia adalah yang mau memberi maaf terlebih dahulu.Â
Tradisi ini akhirnya berkembang karena dirasa kurang efektif secara waktu dan tenaga. Kegiatan silaturahmi door to door membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa mencapai target kunjungan. Auto cukup membuat kaki terasa capai karena berjalan kaki. Satu hal lagi cukup membuat perut membengkak karena di setiap rumah disuguhi makanan dan minuman. Tak enak hati bila tidak makan.Â
Walaupun cukup seru dan hubungan antar tetangga menjadi lebih akrab, tapi menjadi tidak efektif. Terkadang juga menimbulkan kecemburuan sosial jika ada tetangga yang tidak dikunjungi. Maksud hati membersihkan diri, tetapi malah menimbulkan penyakit hati.
Akhirnya, pihak takmir masjid dan para sesepuh tokoh masyarakat bersepakat untuk merubah tradisi silaturahmi door to door menjadi tradisi syawalan atau lebih kerennya halal bil halal. Halal bil halal ini dilaksanakan di masjid idaman kampung.
Random acaraanya, seusai sholat Idul Fitri jamaah pulang sebentar ke rumah, memberi kesempatan agar jamaah bermaaf-maafan dulu dengan keluarga masing-masinga. Nanti pukul 10.00 WIB seluaruh masyarakat dusun berrkumpul kembali di masjid.Â
Setelah berkumpul panitia memberikan beberapa pengumuman diantaranya tata cara berhalal bil halal.Â
Pertama jamaah berdiri (kecuali Pinisepuh yang tidak bisa berdiri lama disediakan kursi.
Kedua, mengucapkan ikrar Syawalan atau ikrar halal bil halal. Seluruh jamaah dituntun agar mengikhlaskan memberikan maaf dan meminta maaf terhadap semua yang hadir di tempat itu. Ikrar Syawalan inilah yang menjadi inti dari syawalan. Dengan berikrar dengan tulus maka insyaAllah kesalahan terhadap sesama manusia yang hadir di tempat tersebut menjadi lebur. Artinya menjadi nol.
 Ketiga , dilanjutkan dengan berjabat tangan (bahasa Jawa : jawat asto) pada semua jamaah dengan cara berurutan dari jamaah yang berada di luar (jamaah muda) menuju jamaah yang ada di di dalam ( jamaah sepuh). Jabat tangan adalah simbol pelaksanaan dari ikrar Syawalan. Jika pun tanpa jabatan tangan tidak mengurangi tujuan dari syawalan. Jabat tangan dilakukan sembari jamaah melantunkan shalawat nabi bersama. Allahumma shali 'ala Muhammad, ya Rabbi shali 'alaihi wa salim.
Keempat, penutup. Diakhiri dengan makan bersama dengan menu bubur sambal tempe, bakso, bakwan, tahu susur, dan lain-lain yang kesemuanya berasal dari donatur yang mudik.
Terasa sekali kebersamaan diantara para jamaah, karena bukan hanya dihadiri oleh umat Islam, beberapa tetangga kami yang non muslim pun turut hadir ingin saling maaf memaafkan.Â