Dukungan orangtua untuk mengenyam pendidikan tinggi pun tak pernah digenggamnya, karena orangtua lebih senang anandanya menikah dengan seorang laki-laki yang mapan secara finasial. Masa depan pasti di tangan pegawai negeri. Itu pendapat kebanyakan orangtua pada jaman itu.
Pernikahan pun terjadi. Semua cita-cita dan harapan perempuan yang menurut cerita ibundanya tergolong pintar dan disayangi para gurunya ini, semakin jauh dari jangkauan.Â
Tidak ada kesempatan lagi, karena sang suami memang menghendaki isteri di rumah saja, siap melayani dan mengasuh putra-putrinya kelak.
Hidup pahit yang pernah dialami dan didikan orangtua untuk tekun dan ulet pun menjadi bekal kehidupannya membina rumah tangganya. Kepiawaiannya mengatur ekonomi keluarga menjadikan kehidupan rumah tangganya jauh dari kekurangan. Hanya berbekal pendidikan lulusan SD. Â
Bahtera rumah tangga yang ia lalui bersama suami, tanpa didasari rasa cinta seperti layaknya anak-anak muda sekarang. Tanpa pacaran, bahkan sama sekali beliau awalnya tidak tertarik pada pak gurunya ini.Â
Usia keduanya pun terpaut 14 Â tahun. Mungkin pula karena takdir yang telah meyakinkannya, dan keinginan untuk membahagiakan orangtua, beliau tak keberatan menjalani skenario ini.
Sampai suatu masa di mana telah lahir putra-putri dari pasangan ini, dan mereka tumbuh dalam kasih sayang berlimpah, dan bimbingan yang baik dari seorang ibu yang pintar, tekun,ulet dan selalu siaga mendampingi putra-putrinya.Â
Meski tumbuh di jaman yang berbeda, namun si ibu selalu mengikuti perkembangan jaman dan tidak kolot. Tidak ada rasa ingin balas dendam, menerapkan semua yang terjadi pada beliau di masa lampau pada diri anaknya, yang ada keinginan beliau untuk mengantarkan putra-putrinya menjadi manusia yang bermartabat, berpendidikan dan berakhlakul karimah.
Kini putra-putri beliau telah dewasa dan telah menggapai cita dan cintanya. Hidup bahagia bersama keluarga masing-masing. Beliau selalu terlihat bahagia melihat putra-putrinya menjalani hidupnya dengan tenang, di jaman modern yang semua fasilitas dengan mudah didapat.Â
Meskipun di sisi lain beliau harus merawat dan melayani suami yang telah sekian lama terbaring di tempat tidur karena raganya yang sudah tak berdaya lagi. Keperkasaannya tlah memudar dan keriput tulang pipi pun tergambar perjuangan (lagu Ebiet).
Perjuangan perempuan mulia inipun tak pernah berakhir. Demi surgaNya beliau rela dan mengikhlaskan semuanya. Semua yang terbaik untuk keluarga.Â