Dengan mengikuti prinsip-prinsip perkawinan yang tercantum dalam undang-undang ini, diharapkan proses pernikahan di Indonesia dapat terlaksana dengan baik dan memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pasangan yang menikah dan keluarga mereka.
KHI (Kitab Hukum Islam) merupakan sumber hukum utama di Indonesia yang mengatur tentang perkawinan dalam Islam. Prinsip-prinsip perkawinan dalam KHI terdiri dari:
a.Persetujuan: Prinsip ini mengatur bahwa pernikahan harus didasarkan pada persetujuan yang bebas dan tanpa paksaan dari kedua belah pihak. Calon mempelai harus memberikan persetujuan secara sadar dan tanpa tekanan dari pihak manapun.
b.Kesetaraan: Prinsip ini mengatur bahwa pasangan suami dan istri memiliki kedudukan yang sama dalam pernikahan. Keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama, termasuk dalam hal tanggung jawab dan hak dalam mendidik dan mengasuh anak-anak mereka.
c.Keseimbangan: Prinsip ini mengatur bahwa pernikahan harus menciptakan keseimbangan dan keharmonisan dalam hubungan antara suami dan istri serta dalam menjalankan tanggung jawab sebagai orang tua.
d.Tanggung jawab: Prinsip ini mengatur bahwa pasangan yang menikah harus bertanggung jawab terhadap keluarga yang mereka bentuk. Hal ini meliputi tanggung jawab dalam hal keuangan, mendidik dan mengasuh anak-anak, serta memenuhi kebutuhan keluarga secara umum.
e.Kepastian hukum: Prinsip ini mengatur bahwa pernikahan harus dilakukan secara sah dan diakui oleh negara. Pernikahan yang diakui secara resmi memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pasangan yang menikah dan keluarga mereka.
Dengan mengikuti prinsip-prinsip perkawinan yang terdapat dalam KHI, diharapkan pernikahan dalam Islam dapat terlaksana dengan baik dan memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pasangan yang menikah dan keluarga mereka.
3.URGENSI PENCATATAN PERKAWINAN DAN DAMPAKNYA DALAM BEBERAPA SEGI
Pencatatan perkawinan secara sosiologis memiliki beberapa hal penting diantaranya. Pertama legalitas dan kepastian hukum: Pencatatan perkawinan secara sosiologis memberikan bukti hukum yang sah dan dapat diakui oleh negara mengenai status pernikahan pasangan suami istri. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi pasangan suami istri dalam hal perlindungan hukum dan hak-hak yang melekat pada status perkawinan.Â
Kedua, identifikasi populasi: Pencatatan perkawinan secara sosiologis membantu pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk mengidentifikasi jumlah populasi suami istri dan keluarga di suatu wilayah atau negara. Hal ini sangat penting untuk pengambilan kebijakan di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Ketiga statistik sosial: Pencatatan perkawinan secara sosiologis juga membantu pengumpulan data dan statistik sosial mengenai status perkawinan dan keluarga di suatu wilayah atau negara.Â