Mohon tunggu...
Alvin Naili khikmah
Alvin Naili khikmah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Merangkai kata untuk menyampaikan rasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sedekah

4 Juni 2024   00:52 Diperbarui: 4 Juni 2024   00:52 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata orang dengan bersedekah rezeki akan dilipatgandakan berkali-kali lipat. Bahkan ada yang bilang sampai 1000 kali lipat. Dengan bersedekah bisa menarik rezeki lain. 

Aku sudah melakukannya. Aku sudah bersedekah. Sering sekali. Menjadi donatur tetap panti asuhan. Menjadi donatur tetap sanggar seni dan sebuah perpustakaan di pinggiran kota. Belum lagi memberikan anak-anak jalanan makanan. Berdonasi pada korban bencana alam, kerusuhan. Banyak sekali. 

Dihitung itu semua sudah menjadi aktivitas tetap selama beberapa tahun belakangan. Nyatanya penghasilan yang di dapat masih bertahan sama dengan tahun-tahun aktivitas itu ada. Malahan akhir-akhir ini ada kemunduran pendapatan imbas salah satu costumer kurang puas hasil yang diinginkannya. Sebagai pengusaha di bidang fashion yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Butik milikku sudah menajdi salah satu rujukan para artis, sosialita, influencer, dan para pecinta fashion yang memiliki followers mencapai huruf abjad di akun instagram mereka. 

Salah satu costumer ku. Seorang influencer ingin membuat sebuah gaun untuk acara pernikahannya. Acara istimewa. Bisa dipastikan persiapannya pun tidak main-main. Dress Aline dengan potongan bahu rendah. 

Desain dan kain sudah disiapkan. Ukuran pun sudah pas. Sesuai instruksi yang aku dan costumer arahkan. Para karyawan mulai mengerjakan pesanan dress itu. 

Seminggu sebelum hari H. Costumer akan mengambil dress pesanannya. Sehari sebelum hari itu, saat kami, aku dan kru pembuat sedang evaluasi kami baru menyadari ada kesalahan fatal yang sudah kami lakukan. Kami membuat dress dengan potongan tinggi sampai dan kerah tanpa potongan! 

Fatal! Costumer langsung dihubungi. Aku mengakui kesalahan fatal yang sudah kami lakukan. Membungkuk dengan penuh sesal atas kekeliruan gaun pesanannya. Dia marah-marah. Aku mmemakluminya. Mengakui itu memang murni kesalahan kami.

Seminggu tidak cukup untuk membuat dress yang baru sebagai ganti rugi. Nyatanya bahan yang costumer pakai adalah pesanan khusus untuk pertunangannya. Tidak ada cukup waktu memesan ulang bahan itu. 

Tidak cukup marah-marah pada kami. Costumer memberikan rating rendah pada butik. Menceritakan ketidakmampuanku merealisasikan dress impiannya. Rating karyawan yang lalai dan tidak serius bekerja. Dalam sekejap akun media sosial butikku terkena serangan julid orang-orang. Terutama pengikut costumerku yang tau aku hampir menghancurkan moment indah idola mereka. Rating butik milikku langsung merosot ke bawah. Pukulan telak menghancurkan kepercayaan pada pemilik usaha jasa seperti aku. 

"Bu, ada costumer yang ingin mengambil pesanannya." Vati, salah satu karyawanku melapor.

"Sebentar." 

Aku menemui costumer. Seorang yang akan mengambil pesanannya. Beberapa lain yayang sedang berdiskusi akan membuat pakaian yang mereka inginkan. Calon costumer yang tidak terpengaruh suasana keruh di media sosial. 

"Bu, jadwal hari ini menghadiri pertemuan donatur di panti asuhan kasih bunda. Membahas rencana pembangunan panti baru menggantikan panti lama yang terbakar. Setelah itu pertemuan rutin donatur di panti asuhan cinta ibu." Sita, asistenku mengingatkan begitu aku masuk ruang pribadiku.

"Urus saja seperti biasa, sita!" 

"Baik, Bu. Oh iya Bu, Reni akan laporan kerugian toko. Menunggu ibu ada waktu."

Kerugian toko ya? Tanpa sadar aku menghela napas. 

"Lihat waktu, sita. Kamu cek jadwal."

"Baik, Bu."

Sita pergi entah kemana. Aku menghela napas. 

Katanya bersedekah menarik rejeki. Katanya sedekah bisa melipatgandakan lebih dari yang kita kira. Semua omong besar itu tidak terbukti. Nyatanya aku? Malah mendapat kerugian dan kerugian. 

Belum hilang pening dan jengkel di kepala. Ponsel berdering. Ada nama adikku terpampang di layar. 

Pasti dia akan minta uang. Tidak tau saja aku sedang pusing. 

Terpaksa aku menerima panggilannya. 

"Kak. Besok ibu ada jadwal kemoterapi dan menebus obat. Ibu juga lagi pengen makan makanan yang nggak dihindari. Kakak bisa menemani ibu kan?" Jenna langsung memburuku. 

"Nggak bisa. Kakak sibuk."  

"Yasudah kalau kakak nggak ada waktu. Kakak kirim uang aja. " 

Nah! Benarkan apa kataku. Pasti Jenna ingin minta uang. 

"Kamu kan ada uang! Kamu punya penghasilan. Pakai uangmu saja. Nggak seberapa itu, lagian juga ibu sama kamu. Kamu uruslah itu semua kebutuhan ibu."

"Tapi kak."

Banyak tapi ini anak! 

"Kamu ini kakak sekolahkan tinggi-tinggi biar bisa kerja enak. Punya penghasilan. Sekarang kamu udah kerja. Punya penghasilan jangan kebiasaan minta-minta sama kakak! Asal kamu tau ya, Jenna! Kakak lagi ngalamin kerugian besar. Toko rugi, staff keuangan korupsi. Toko lagi nggak ada pemasukan."

"Iya kak. Aku paham." Ini baru adikku. Paham kesusahan kakaknya. 

"Keuangan kakak sedang susah. Sedekah yang katanya narik rezeki malah bikin kakak rugi. Nggak ada lipat ganda yang ada keluar uang lebih banyak buat nutupin kerugian. Nggak ada ngaruh sedekah banyak-banyak bagi kakak. Yang ada rugi. Omong kosong orang-orang yang bilang sedekah narik rezeki yang lain. Bullshit!" 

Apesnya Jenna. Dia telepon di saat yang tidak tepat. Jadi pelampiasan kekesalanku. 

"Kak, di antara semua sedekah. Sedekah yang paling besar kekuatannya adalah orang tua yang mencukupi kehidupan anak-anaknya. Anak yang menyenangkan hati orang tuanya. Suami yang menyenangkan hati istrinya. Sebaliknya, istri yang bisa menyenangkan hati suaminya. Sesama saudara yang saling membantu. Bersama rezeki orang lain ada rezeki untuk keluarganya. Sebelum berbagi pada orang lain, pastikan keluarganya sudah tercukupi atau belum."

Aku mencebik. Banyak omong sekali Jenna. 

"Pintar sekali kamu menasehati kakak! Tidak sopan! Kakak kan sudah bilang jangan terbiasa minta-minta sama kakak. Mandiri! Kamu sudah punya kerjaan. Sudah berpenghasilan."

Gaya sekali berceramah. Memang, gaji Jenna hanya dua digit. Seharusnya cukup kalau hanya untuk membelikan yang ibu inginkan. Juga membayar kemoterapi ibu. Tidak perlu berlagak menasehatiku seperti itu. Toh walaupun digunakan untuk kemoterapi ibu dan membelikan yang ibu inginkan. Jenna rajin menabung, pasti tabungannya masih banyak. Aku tidak perlu mengiriminya uang. 

"Aku tidak sok tidak sopan kak! Aku hanya...."

"Sudahlah! Kakak sibuk. Kakak akan rapat donatur."

Aku tutup panggilannya. Berbicara dengan Jenna hanya menambah beban kepala. Sebagai adik dia tidak menghiburku malah menceramahiku. 

Hah! Donatur! Donasi! Sedekah! Rumit sekali pembahasannya. 

Amben, 03 Juni 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun