1. Latar Belakang
Karya sastra merupakan kesusastraan, karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai cirri keunggulan,seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Â Karya sastra itu sendiri berisi mengenai pengalaman yang biasanya dialami oleh pengarang itu sendiri. Ada banyak pula pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan kritik terhadap karya sastra,seperti pendekatan mimesis, pragmatis, ekspresif, objektif, semiotik, sosiologis, psikologis, dan pendekatan moral. Pendekatan dalam kritik sastra cukup beragam. Pendekatan-pendekatan yang bertolak dari empat orientasi teori kritik. Yang pertama orientasi kepada semesta yang melahirkan teori mimesis. Yang kedua teori kritik sastra yang berorientasi kepada pembaca yang disebut teori pragmatik. Penekanannya bisa pada pembaca sebagai pemberi makna dan pembaca sebagai penerima aspek karya sastra. Resepsi sastra merupakan pendekatan yang berorientasi kepada pembaca. Salah satu sastrawan Indonesia yang tersohor pada angkatan 45 yaitu Chairil Anwar, beliau telah menghasilkan banyak karya sastra di sini yang saya ambil yaitu ada 4 puisi. Yang pertama saya mengambil judul " Senja di pelabuhan kecil". Yang kedua yaitu berjudul "Kesabaran". Yang ketiga berjudul " Cintaku Jauh di Pulau". Dan yang terakhir yaitu berjudul "Aku". Keempat puisi ini akan dikaji dengan menggunakan pendekatan mimetik, karena pemilihan bahasa dalam puisi ini memiliki nilai kehidupan nyata di mata pembaca.
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang mendasar pada hubungan karya sastra dengan semesta atau lingkungan sosial budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra itu. Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa ke masa keemasan filsafat Yunani kuno. Hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dan pendekatan sosiologi sastra yang dari lahirnya puluhan metode kritik sastra yang lain. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan.
2. Analisis Puisi dengan menggunakan Pendekatan Mimetik
- Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
diantara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Senja di Pelabuhan Kecil ini mempunyai makna Kesendirian, kehilangan, Kesedihan serta menyangkutkan karya sastra ini dengan alam sekitar nya. Puisi karya Chairil Anwar ini membuat si pembaca ikut merasakan kesedihan dan membayangkan berada di dalam situasi tersebut, Kata kata yang sederhana tetapi mempunyai makna yang cukup luas pada bait pertama terdapat kata 'tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, tiang serta temali' makna nya adalah putus asa dan kehilanga harapannya dalam mencari cinta dan dalam kata 'menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut' makna nya penulis sudah pasrah terhadap keadaan terlihat dari kata menghembus yg artinya menarik nafas kemudian membuang nafas supaya merasa tenang. Kemudian pada bait ke-2 terdapat kata 'gerimis mempercepat kelam ' yang artinya Suasana hati yang sedih yang mudah sekali luka atau tergores menceritakan keadaan diri si penulis, dan pada kata 'tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak' menggambarkan diri nya yang murung, sedih seperti tidak punya semangat hidup . Pada bait ke-3 terdapat kata 'Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan" Menggambarkan kesedihan yang cukup dalam karna kehilangan membuat nya sendiri tanpa siapapun, di dalam bait ketiga ini di tegaskan kata perpisahan 'sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan' Menunjukkan kepasrahan si penulis tetapi ia akan selalu memiliki kenangan yang selalu ia simpan seperti pada kata 'sedu penghabisan bisa terdekap' Puisi Senja di pelabuhan kecil ini berkaitan dan mengilustrasikan kata nya dengan alam seperti senja merupakan bagian waktu dalam hari dimana keadaan setengah gelap dan memancarkan warna yang indah dan Pelabuhan merupakan tempat dimana kapal-kapal berlabuh yang berada di ujung samudra, sungai, atau danau. Di dalam Puisi ini terdapat amanat kesedihan, ataupun kehilangan merupakan pelengkap kehidupan tetapi kita tidak boleh berlarut-larut di dalam kesedihan kita hrs mengikhlaskan yang sudah terjadi dan menjadikan ini sebuah pelajaran agar kedepannya bisa menjadi lebih kuat dari sebelumnya.
- Puisi Aku
Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Akan tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih baik tidak peduli
 Aku mau hidup seribu tahun lagiÂ
   Puisi ini bercerita tentang perjuangan. Kalau sampai waktuku, ku mau tak seorang kan merayu, tidak juga kau. Di sini si aku menyampaikan kalau sampai waktunya telah tiba yang bisa diartikan sebagai waktu untuk ia berjuang. Dia tidak mau ada seorang pun yang akan menghalangi niatnya untuk berjuang, sekalipun itu adalah seseorang yang dia kasihi. Pada bait ke-1 "Tak perlu sedu sedan itu," ketika ia pergi berjuang, si aku tidak ingin ada yang bersedih. Dia ingin mereka mengikhlaskannya untuk berjuang. menceritakan tentang perjuangan seseorang yang mempunyai semangat yang tinggi yang tidak mengenal kata lelah, sakit, walaupun ia terluka. Dengan tekadnya yang kuat, ia terus berusaha untuk mencapai tujuannya tanpa memperdulikan banyaknya rintangan yang mengahampiri. Puisi ini menggambarkan tentang ketekunan dan kemauan seseorang yang selalu ingin memperjuangan hak dirinya tanpa merugikan banyak orang, walaupun banyak halangan yang datang menghampiri.
Pada bait ke-2 Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang. Penulis mengibaratkan dirinya seperti binatang jalang. Binatang jalang disini adalah sosok yang keras, yang tidak mudah untuk dikekang. "Dari kumpulannya terbuang," adalah pemikiran si aku yang mengganggap dirinya bagaikan seseorang yang tidak dianggap atau terbuang.
"Biar peluru menembus kulitku, aku tetap meradang menerjang" larik ini merupakan bentuk semangat perjuangan yang ia miliki. Di sini, meskipun ketika dalam perjuangan terluka, peluru menembus kulit, namun dia tidak akan berhenti berjuang, semangatnya akan tetap membara.
Pada bait ke-3 "Luka dan bisa kubawa berlari, berlari, hingga hilang pedih peri." Ketika dia terluka, hal itu tidak dihiraukannya, tidak dirasakannya. Dengan semangat perjuangan yang  membara, rasa sakit, pedih, dan perih itu pun seolah lenyap. "Dan aku akan lebih tidak perduli, aku mau hidup seribu tahun lagi". Pada akhir larik puisi ini, dapat diartikan bahwa si penyair tidak perduli dengan pandangan orang tentang dirinya. Akan tetapi, berkat perjuangannya, kelak ia akan tetap dikenang hingga seribu tahun lamanya.
Puisi yang menceritakan kehidupan si penulis tentang semangat Perjuangan yang di alaminya meskipun membahayakan dirinya penulis tidak putus asa dan tidak menyerah dalam berkarya.
- Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
Puisi ini menceritakan usaha aku yang akan menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan gadis manis yang sedang berada di sebuah pulau yang jauh. Meskipun keadaan berjalan dengan baik, namun si aku merasa bahwa tidak akan mencapai kekasihnya yang manis karena kematian sudah datang menjemput lebih awal. Meski sudah banyak menghabiskan waktu untuk berjuang meraih sebuah harapan, tetapi tetap saja garis nasib yang menentukan. Pada bait ke-1 "Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri." Menjelaskan sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian atau sedang iseng tanpa kehadiran tokoh aku. Bait ke-2 "Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak 'kan sampai padanya." Tokoh aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai atau menemui kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat bagus dan malam ketika bulan bersinar, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
 Pada bait ke-3 "Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata: "Tujukan perahu ke pangkuanku saja," menceritakan perasaan aku lirik yang semakin sedih karena walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya. Ajal bertahta sambil berkata : "Tujukan perahu ke pangkuanku saja". Pada bait ke-4 "Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh! Perahu yang bersama 'kan merapuh! Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?" Pada bait ini si tokoh aku mulai putus asa karena kisah cinta nya yang tak kunjung bertemu seperti pada ungkapan Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh! Sudah putus asa dan menyerah untuk menemui sang kekasih nya. Dan merasa terpuruk dengan kata Ajal, Perahu merapuh.
Pada bait ke-5 "Manisku jauh di pulau, kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri." Menjelaskan ke khawatiran kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia karena belum juga bertemu setelah penantian yang panjang. Puisi ini menceritakan dengan kehidupan si tokoh aku yang merasakan kekecewaan karena tak kunjung jumpa dengan kekasihnya meski sudah berusaha dan lama menunggu seperti pada kisah cinta anak zaman sekarang yang disebut LDR.
- Kawanku dan Aku
Kami sama pejalan larut
Menembus Kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan
Darahku mengental pekat. Aku tumpat padat
Siapa berkata-kata .........?
Kawanku hanya rangka saja
                  Karma dera mengelucak tenaga
Dia bertanya jam berapa ?
Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti
Puisi ini menceritakan persahabatan tentang dua orang sahabat yang saling berteman di mana susah dan senang selalu berbagi bersama dan selalu berpegangan tangan seperti layaknya kawan sejati. Pada bait ke-1 "Kami sama pejalan larut Menembus Kabut Hujan mengucur badan Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan" Penulis mencoba menceritakan sebuah perjuangan antara si "aku" dan "temannya" yang dirangkum dalam kata "kami" dengan penuh perjuangan hingga berkeringat.
Pada bait ke-2 "Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat
Siapa berkata-kata...? Kawanku hanya rangka saja Karena dera mengelucak tenaga Dia bertanya jam berapa!" Penulis menceritakan bagaimana kebekuan alam telah menjadikan darah menjadi pekat tanpa gerak. Sedangkan temannya sudah tinggal tulang, karena setiap hari harus menguras tenaga. Terlihat pada kalimat kawanku hanya rangka saja dan Darahku mengental pekat. Pada bait ke-3 "Sudah larut sekali Hilang tenggelam segala makna Dan gerak tak punya arti" Pekerjaan yang telah menguras banyak tenaga, ternyata upah tak seberapa atau hasil yang didapatkan tidak sesuai harapan. Semua yang dilakukan aku dan temannya ini seperti sia-sia. puisi ini banyak sekali menggunakan Penggambaran sebuah alam yang mengerikan seperti hujan yang mengucur, darah yang mengental, badai angin. Di dalam kehidupan nyata Puisi ini menjelaskan mengenai persahabatan yang bisa di terapkan di dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi saya untuk menjadi sahabat Atau teman yang selalu ada di dalam keadaan apapun baik senang sedih suka maupun duka mengajarkan untuk selalu berpegangan tangan dan menghargai pengorbanan seseorang yang sudah mau berkorban demi kita dalam hal apapun dan melewati berbagai rintangan hujan angin badai sekalipun kita harus rela berkorban demi seseorang yang telah berkorban untuk kita dan mengajarkan saya arti persahabatan yang sesungguhnya bahwa berjuang bersama sama lebih menyenangkan dibanding kan berjuang sendirian.
3. Permasalahan Penting dari teori kajian dan Pentingnya menganalisis objek kajian
Permasalahan Penting dalam puisi ini yaitu pembaca sulit memahami makna dari puisi, maka dari itu disini pembaca menganaliais semua puisi diatas dengan menggunakan pendekatan mimetik, karena dengan melakukan analisis ini bisa mempermudah dalam menganalisis suatu karya sastra, karena pendekatan mimetik merupakan pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Sehingga memudahkan karena biasa terjadi di dalam kehidupan sehari-hari nya. Dan berlaku di kehidupan nyata sehingga menganalisisnya juga bisa dilakukan analisis dengan mudah, karena terkadang makna dari puisi itu sesuai dengan kehidupan nyata yang sering terjadi disekitar kita.
Dan pentingnya mengkaji puisi ini dengan pendekatan mimetik karena Pandangan pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa puisi merupakan tiruan alam atau penggambaran dunia dan kehidupan manusia di semesta raya ini. Terdapat empat langkah untuk menganalisis suatu karya dengan menggunakan pendekatan mimetik yang ada dalam karya sastra berbentuk puisi sehingga memudahkan kita dalam menganalisis suatu karya sastra, yakni Memahami kata-kata/ungkapan dalam puisi, Membentuk parafrase (memproseskan puisi), Pengungkapan makna, Menganalisis puisi atau kaitannya dengan kenyataan. Sasaran yang diteliti adalah sejauh mana puisi merepresentasikan dunia nyata atau semesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya lain. Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam sastra adalah hubungan yang bertangga. mimetik tidak mungkin tanpa kreasi, tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimetik. Takaran dan perkaitan antara keduanya dapat berbeda menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra. Zaman kepribadian pengarang, Tetapi yang satu tanpa yang lain tidak mungkin. Dan, catatan terakhir perpaduan antara kreasi dan mimetikj tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Tak kurang pentingnya untuk pembaca. pembaca pun harus sadar bahwa menyambut karya sastra mengharuskannya untuk memadukan aktivitas mimetik dengan kreatif. Pemberian makna pada karya sastra berarti perjalanan bolak-balik yang tak berakhir antara dua kenyataan dan dunia khayalan. Pembaca sastra yang kehilangan daya imajinasi meniadakan sesuatu yang tak kurang esensial bagi manusia, yaitu alternatif terhadap eksistensi yang ada dengan segala keserbakekurangannya. Atau lebih sederhana berkat seni, sastra khususnya, manusia dapat hidup dalam perpaduan antara kenyataan dan impian, yang kedua-duanya hakiki untuk kita sebagai manusia.
4. Teori kajian Pendekatan Mimetik
Pendekatan dalam kritik sastra cukup beragam, bertolak pada empat pendekatan orientasi dalam kritik sastra. Yang pertama kritik sastra yang berorientasi kepada semesta yang melahirkan teori mimesis. Teori kritik yang ketiga berorientasi kepada pembaca yang disebut teori pragmatik. Yang ketiga, teori kritik yang berorientasi pada elemen pengarang dan disebut sebagai teori ekspresif. Sedangkan yang keempat adalah teori yang berorientasi kepada karya sastra yang dikenal dengan teori obyektif. Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realitas (Abrams 1981:89). Aristoteles berpendapat bahwa mimesis bukan sekedar tiruan. Bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarang nya. Puisi sebagai karya sastra mampu memaparkan realitas di luar diri manusia persi apa adanya. Maka karya sastra seperti halnya puisi merupakan cerminan representasi dan realitas itu sendiri. Menurut (Rahayu, 2014) kritik mimetik (mimetic criticism) adalah kritik yang memandang karya karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam, percerminan atau penggambaran dunia dan kehidupan. Kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran terhadap objek yang digambarkan, atau yang hendaknya digambarkan. Peristiwa mimesis sebuah karya sastra juga dipertegas oleh Wellek dan Warren (dalam Rahayu, 2014) yang mengatakan sifat sastra memang menyajikan sebagian besar tentang kehidupan, sementara itu kehidupan dunia nyata merupakan keadaan sosial masyarakat. Jadi ada faktor tiruan terhadap keadaan sosial dunia nyata dalam karya sastra. Bagi Plato, mimesis terikat pada ide pengarang, dan ide itu tidak bisa menghasilkan tiruan yang persis sama, lewat mimesis tataran yang lebih tinggi hanya berupa angan-angan karya seni (sastra) tidak bisa menjelma langsung dalam wujud yang ideal. Menurut (Ghani,Y, 2016) Pendekatan mimesis adalah pendekatan yang dalam pengkajian terhadap karya sastra berkaitan fenomena hubungan karya sastra dengan realita atau kenyataan. Pendekatan mimetik merupakan suatu rekaan dari sebuah makna menjadi gambaran yang ada di alam sekitar. Penggambaran kata yang sebenarnya menjadi sesuatu yang bukan realita yang terbentuk dari kehidupan nyata. Dalam pendekatan mimetik, pengarang lebih menganalogikan perasaan melalui ungkapan dengan kata-kata tiruan yang berada di sekitar. Kata-kata itu bisa kata benda atau apapun itu yang terdapat di sekitar pengarang. Tidak hanya sesuatu yang dekat saja, pendekatan mimetik ini bisa saja menggunakan kata berupa anganangan si pengarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H