Mohon tunggu...
Alvie Harianja
Alvie Harianja Mohon Tunggu... Freelancer - Filsuf dan Revolusioner Gagal

Fuck for Imperialism, Feodalism, and Bureaucrat Capitalist!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Produk Mistisme Menghancurkan Kemajuan Bangsa

23 Maret 2022   16:16 Diperbarui: 23 Maret 2022   16:19 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Perhelatan MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika, Lombok menuai kontroversi, pasalnya pada saat hujan, terdapat salah satu pawang hujan yang berkeliling di lintasan sirkuit bernama Rara Istiani Wulandari. 

Kejadian tersebut ramai dibicarakan di media sosial, baik nasional maupun internasional. Pada hari ini, mistisme dipertontonkan secara terang-terangan oleh rezim Fasis Jokowi di tengah perhelatan internasional. 

Ditilik dari pendapat yang rasional, terlepas dari berhasil atau tidaknya tindakan Rara tersebut, hal itu sama sekali tidak mengandung usaha sama sekali untuk mengendalikan alam raya. 

Malahan, apa yang terjadi di Mandalika pada saat itu merupakan tontonan yang sangat memalukan, bahkan bagi Bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Apapun maksudnya, mistisme menjadi ciri bahwa bangsa kita masih belum mencapai tahap kesadaran yang rasional; masih terjebak kesadaran palsunya rezim yang menjadi kaki tangan kaum Imperialis. 

Bahwa segala permasalahan, solusinya adalah cara-cara idealis yang tidak bermakna dan bahkan cenderung meninabobokan, daripada menyelesaikan permasalahan. 

Walaupun begitu, dalam lintasan sejarah, mistisme sempat mendapatkan panggung sehingga bahkan tindakan yang didasari oleh semangat mistisme tersebut bisa mengubah tatanan masyarakat secara keseluruhan.

Mistisme Dalam Konsep Materialisme Dialektika

Sejarah masyarakat ialah sejarah pertentangan kelas, oleh karena itu, peristiwa apapun yang terjadi dalam sejarah selalu melibatkan kepentingan kelas. 

Dalam lintasan sejarah Indonesia misalnya, Proklamasi Kemerdekaan RI itu adalah bentuk kemenangan rakyat Indonesia atas penindasan kolonial yang sudah terjadi beratus-ratus tahun. 

Namun Proklamasi Kemerdekaan RI tersebut juga menjadi sinyal lahirnya tatanan masyarakat setengah feodal, yaitu bentuk masyarakat yang ditandai dengan kekuasaan besar para tuan tanah terhadap tanah serta adanya ketundukan rezim penguasa terhadap kepentingan kaum Imperialis yang bersekutu dengan para tuan tanah. Hal ini ditandai dengan lahirnya perusahaan-perusahaan besar yang menguasai sebagian besar lahan di Indonesia. 

Kepentingan perusahaan-perusahaan besar tersebut tentunya ialah eksploitasi sumber daya alam serta tenaga kerja untuk menghasilkan superprofit bagi kaum Imperialis.Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan besar tersebut bisa berjalan karena adanya modal dari kaum Imperialis. 

Misalnya saja kehadiran Djawatan Perkebunan (kini PTPN), Djawatan Perhutanan (kini Perhutani), serta perusahaan swasta semacam Sinarmas dan Salim Grup yang hidup dari eksploitasi atas perkebunan berskala besar dan keringat para buruh perkebunan yang membanjiri perkebunan mereka.

Mengapa feodalisme yang dikenal sebagai tatanan masyarakat yang paling langgeng dalam lintasan sejarah modern masih bisa bertahan hingga sekarang, khususnya di Indonesia?

Tentunya salah satu prasyarat pelanggengnya ialah kebudayaan; salah satu suprastruktur masyarakat yang dipertahankan untuk melindungi kepentingan basis ekonomi. Salah satu bentuk kebudayaan yang bertahan ialah mistisme, suatu produk sejarah yang bahkan lebih tua dari sistem feodalisme itu sendiri.

Marx pernah menyatakan dalam karyanya The German Ideology, bahwa produksi ide-ide, konsep, kesadaran, pertama-tama secara langsung terhubung dengan aktivitas material dan hubungan individu secara material. 

Dari konsep tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa filsafat, bahasa, mental, dan sejenisnya muncul atau lahir dari perilaku material manusia. Hal yang sama juga terjadi pada konsep mistisme, yang menurut Britannica didefinisikan sebagai hubungan yang muncul karena keyakinan akan adanya eksistensi yang sifatnya ekstra-sensori - di luar panca indera. 

Dengan demikian, orang-orang yang meyakini mistisme akan mempercayai bahwa di alam raya ini terdapat kekuatan supranatural yang selalu berhubungan dan terjalin erat dengan segala aktivitas manusia. Konsep mistisme mengandaikan bahwa berhentinya hujan di Mandalika disebabkan oleh energi yang dialirkan dari doa-doa dan rapalan mantra para pawang hujan. 

Mistisme juga dikaitkan dengan keberadaan individu supranatural yang sulit dijangkau oleh aktivitas material manusia, salah satunya ialah hantu. Berkaitan dengan hal tersebut, Marx juga mengatakan bahwa hantu juga terbentuk di otak manusia sebagai hasil sublimasi dari proses kehidupan material manusia juga. 

Oleh karena itu sangat wajar kita membayangkan Kuntilanak sebagai hantu perempuan yang berdaster sebagai akibat dari korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku misalnya. Kuntilanak diandaikan sebagai wujud riil dari balas dendam korban kekerasan seksual tersebut.

Jika ditilik dari lintasan sejarah manusia, mistisme muncul sebagai ideologi yang mendukung hadirnya tatanan masyarakat perbudakan. Mistisme dikembangkan oleh para dukun atas permintaan para kepala suku, tentunya untuk melanggengkan kekuasaan mereka atas budak-budak mereka. 

Biasanya para dukun ini akan membuat cerita-cerita fantastis tentang para kepala suku yang merupakan turunan dari Dewa misalnya, atau bahkan lahir sebagai hasil kebijaksanaan dari alam raya. Apapun itu ceritanya, hasilnya ialah mitos yang menjadi sejarah lisan secara turun-temurun.

Mistisme juga dipelihara oleh tatanan masyarakat feodal untuk melegitimasi kepemilikan atas tanah. Biasanya ini dilakukan oleh para dukun, mangkubumi, atau bahkan para penulis di lingkungan istana. Misalnya saja, kita bisa melihat betapa megahnya Empu Prapanca menulis tentang Kerajaan Majapahit di karyanya Negarakertagama. 

Kita juga bisa melihat betapa kekuasaan Sultan Agung di Mataram dilanggengkan sedemikian rupa melalui Babad Sultan Agung, bahwa Sultan Agung merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW dan Lurah Semar sekaligus. Mistisme di lingkungan istana sendiri dipelihara untuk memelihara ketakutan para petani atas para penguasa. Mistisme memiliki kontribusi besar atas langgengnya sebuah kerajaan. 

Hal yang serupa juga berkontribusi besar atas langgengnya Kekaisaran Romawi. Kalau saja Constantinus tidak memeluk Kristen, maka para budak di Romawi yang notabene beragama Kristen pada saat itu akan memberontak, karena mereka punya dendam akibat dianiaya oleh kaisar-kaisar sebelumnya. 

Walaupun begitu, Constantinus mengubah wajah Kristen dari yang tadinya sangat anti dengan tatanan Romawi menjadi sangat ramah dengan Romawi, tentunya karena mistisme yang dipelihara oleh mereka. Mistisme itu merangsak masuk ke dalam tatanan Katholik dengan hadirnya Paus yang dicap sebagai Wakil Tuhan di Muka Bumi, atau bahkan ritual-ritual yang melambangkan kebesaran gereja misalnya. 

Di era modern, mistisme berubah bentuknya dari yang tadinya memberhalakan kekuatan supranatural yang dimiliki oleh beberapa individu menjadi kekuatan citra dan kharisma. Jika melihat apa yang disebutkan Marx tadi, maka aktivitas industri berkontribusi besar terhadap hadirnya mistisme modern. 

Citra powerful dari para pemilik perusahaan membuat mereka dihormati, bahkan oleh kelas pekerja. Mistisme menjadi suatu ideologi yang mendominasi, apalagi di masa ketika perjuangan pembebasan nasional melahirkan Nasionalisme. 

Oleh karena itu, mungkin kita akan terkagum-kagum terhadap sosok Soekarno yang karena citra dan kharismanya. Soekarno adalah seorang pembebas bagi para nasionalis, oleh karena itu citranya dilebih-lebihkan. Bahkan citranya melampaui dunia material. Banyak cerita mistis yang menaungi sosok Soekarno, misalnya ketika ia ditasbihkan sebagai penguasa karena dekat dengan Nyi Roro Kidul!

Kritik Atas Praktik Mistisme Modern

Alasan dilanggengkannya mistisme, tidak lain tidak bukan, untuk melanggengkan tatanan masyarakat berkelas. Hal ini bisa dimengerti, karena dalam tipe masyarakat yang komunal, kita tidak akan bisa menemui mistisme. 

Apakah Suku Anak Dalam di Riau harus bersusah-payah melanggengkan tipe pembagian kerjanya yang komunal dengan mistisme? Tentu tidak, mereka cukup menjaga tipe pembagian kerjanya dengan cerita-cerita bernuansa moral dan mental untuk mendidik anak-anaknya.

Termasuk tatanan masyarakat yang berlaku di hari ini, mistisme menjelma menjadi bisikan-bisikan tetangga. Di era modern ini, kita mengenal hutan larangan, mitos-mitos ketika bayi lahir, adanya hantu-hantu pencuri uang seperti tuyul dan babi ngepet, serta produk-produk Jawanisasi yang diadakan sebagai manifestasi dari kebesaran Tanah Jawa diatas tanah lainnya. 

Bisikan-bisikan tetangga ini sangat bernuansa feodal. Kita seperti dibawa ke masa ratusan tahun silam, bahkan beratus tahun sebelum Revolusi Industri. Kini kelompok yang kita sebut dukun itu menjelma menjadi lembaga-lembaga atau aparatus ideologis negara, jika kita pinjam istilah Louis Althusser.

Dukun-dukun tersebut bersembunyi dibalik jubah kebesaran para agamawan di MUI atau bahkan para Staf Khusus Kepresidenan yang juga berupaya menjaga mitos Covid-19 tetap terjaga dengan dalih untuk melindungi rakyat. Kini mistisme juga menjelma menjadi pawang hujan di Mandalika, seorang individu yang diyakini mendukung Jokowi meminjam kekuatan supranatural untuk menghentikan hujan. 

Apa yang mau ditunjukkan di Mandalika ialah kehebatan dukun-dukun Nusantara di tengah desakan aparatus Pemerintah untuk menjajal Metaverse. Tentunya hal seperti ini sangat biasa terjadi di negara Setengah Jajahan seperti Indonesia.

Praktik mistisme modern semacam itu benar-benar sangat menghambat kemajuan bangsa Indonesia. Kita pada akhirnya bisa mengerti, mengapa hampir tidak ada raksasa bisnis teknologi yang lahir di tanah ini. Walaupun tidak bisa dipungkiri, bahkan di AS sekalipun, kisah mistis semacam kreasionisme masih mendapatkan tempat di sekolah-sekolah dasar. 

Tetapi apa yang terjadi di AS ialah bahwa raksasa bisnis disana sangat didukung oleh para ilmuwan dan saintis, bukan didukung oleh Nyi Roro Kidul atau pawang hujan! Mereka hanya memelihara kreasionisme untuk rakyatnya, bukan untuk diyakini oleh mereka. Bahkan Freemasonry yang diyakini sebagai organisasi mistik oleh sebagian besar oleh kita, merupakan organisasi rasional, penyembah akal, bukan Zeus!

Tapi di Indonesia, kita bisa melihat bahwa bahkan rezim mengundang para dukun ke istana! Tidak ada kemajuan yang berkembang dibawah kendali mistisme. Lahirnya Hypatia di Mesir misalnya, merupakan filsuf perempuan yang mengajar para budak, merasionalisasikan cara pikir mereka sehingga para budak bisa menentang dogma Kristiani dan Yahudi di Mesir. Kehadiran Descartes juga menjadi penanda awal perang antara Rasionalisme Eropa dengan mistisme gereja Roma. 

Disini, lahirnya tokoh bangsa semacam Cokroaminoto, Alimin, Musso, dan Semaun bisa dikatakan menjadi penanda awal peperangan antara Materialisme dengan kepercayaan terhadap Herucokro atau Satria Piningit yang berwujud Dewa-Manusia seperti Lurah Semar. Bagi mereka justru, Satria Piningit ialah kelas pekerja, bukan Soekarno maupun Tan Malaka.

Kebutaan rakyat akan kemajuan zaman dipelihara oleh berbagai institusi pendidikan, bahkan hingga tingkat Universitas. Sangat disayangkan bagi para mahasiswa UI dan UNPAD misalnya yang masih percaya bahwa kampus mereka berhantu! Bahkan ketika mereka sudah memahami Humaniora sebagai ilmu yang mencerahkan cara pikir manusia agar manusia terus maju dan berkembang.

Hal tersebut diperparah dengan peran media yang terkadang melebih-lebihkan suatu peristiwa. Misalnya, kecelakaan yang terjadi di Tol Cipularang terjadi secara rutin diartikan sebagai tumbal. Karena hal tersebut, tidak ada tindak lanjut dari pihak Jasamarga untuk merawat kondisi jalan tol tersebut. Narasi media telah menjadi tempat efektif untuk menyuburkan mistisme.

Respon atas Mistisme?

Konsep mistisme lahir sebagai akibat dari adanya pemisahan antara kerja mental dengan kerja fisik yang terjadi di masa awal perbudakan. Salah satu kerja mental tertua yang pernah digeluti oleh manusia ialah praktik perdukunan. Oleh karena itu, kita bisa mengerti tentang mengapa di tipe masyarakat komunal tidak pernah ada mistisme. Ditilik dari sejarahnya tersebut, mistisme selalu berorientasi pada ideologi, oleh karena itu penghapusannya harus melalui revolusi budaya.

Apa yang dicanangkan oleh rakyat Cina dibawah kepemimpinan Mao Tse Tung pada 1966 merupakan upaya untuk menghapus mistisme. Beberapa kampanye yang dicanangkan oleh mereka diantaranya ialah mengkritik ajaran Konfusius yang penuh dengan mistisme dan pelanggengan masyarakat feodal. 

Cara tersebut dianggap berhasil merasionalisasikan seni dan sastra serta membawa Cina ke arah yang lebih maju. Selain itu, karena produk kesadaran tersebut lahir sebagai akibat dari pemisahan kerja mental (abstrak) dengan kerja fisik, maka para intelektual Cina diajak untuk bekerja di ladang dan kaum tani diajak untuk berfilsafat. 

Upaya-upaya tersebut bernilai ganda, yaitu untuk melipatgandakan produksi dengan memaksimalisasikan kekuatan produksi, serta mengupayakan kemajuan berpikir. Hal itu disebabkan karena kesadaran seperti camera obscura, ia memantul dari realitas yang kita tangkap. Oleh karena itu, cara pikir bisa berkembang ketika seseorang terlibat lebih banyak dengan aktivitas produksi, eksperimen ilmiah, dan perjuangan kelas.

Hal tersebut pernah dicanangkan oleh Tan Malaka dengan jargonnya, memerangi logika mistika, sebagai upaya untuk membebaskan rakyat Indonesia dari Kolonialisme. Tapi dalam tulisannya, Tan Malaka memisahkan upaya memerangi logika mistika dengan perjuangan kelas. Tan Malaka - karena pengaruh Nasionalisme - tidak melihat bahwa logika rasional lahir sebagai konsekuensi atas kemenangan borjuasi dan buruh atas tuan tanah di Eropa misalnya.

Seorang M. Natsir pun gagal memahami bahwa perubahan cara pikir dari mistik ke 'logos' tidak bisa dilakukan hanya dengan melalui diskusi saja. Revolusi budaya harus dilakukan sebagai upaya perjuangan kelas yang dilakukan dibawah kediktatoran kelas pekerja. Untuk mengusahakan itu, maka revolusi yang berorientasi pembebasan nasional dan demokratis harus dilakukan. Kemenangan kelas pekerja di Cina dan Uni Soviet juga pada akhirnya mengondisikan cara berpikir mereka. 

Seluruh rakyat Uni Soviet dan Cina pada masa itu terbiasa dengan mencari pendapat yang logis dan berdiskusi dengan memperhatikan realitas. Tidak ada ide yang lahir dari bisikan jin, seperti yang terjadi di Nusantara. ketika semua manusia setara dalam bekerja, perbedaan kerja mental dengan kerja fisik terhapus, maka semua manusia akan berpikir secara rasional.

Lalu tunggu apa lagi? Perangi mistisme dengan kobarkan perjuangan kelas di Nusantara demi menyongsong kemajuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun