Konsep mistisme lahir sebagai akibat dari adanya pemisahan antara kerja mental dengan kerja fisik yang terjadi di masa awal perbudakan. Salah satu kerja mental tertua yang pernah digeluti oleh manusia ialah praktik perdukunan. Oleh karena itu, kita bisa mengerti tentang mengapa di tipe masyarakat komunal tidak pernah ada mistisme. Ditilik dari sejarahnya tersebut, mistisme selalu berorientasi pada ideologi, oleh karena itu penghapusannya harus melalui revolusi budaya.
Apa yang dicanangkan oleh rakyat Cina dibawah kepemimpinan Mao Tse Tung pada 1966 merupakan upaya untuk menghapus mistisme. Beberapa kampanye yang dicanangkan oleh mereka diantaranya ialah mengkritik ajaran Konfusius yang penuh dengan mistisme dan pelanggengan masyarakat feodal.Â
Cara tersebut dianggap berhasil merasionalisasikan seni dan sastra serta membawa Cina ke arah yang lebih maju. Selain itu, karena produk kesadaran tersebut lahir sebagai akibat dari pemisahan kerja mental (abstrak) dengan kerja fisik, maka para intelektual Cina diajak untuk bekerja di ladang dan kaum tani diajak untuk berfilsafat.Â
Upaya-upaya tersebut bernilai ganda, yaitu untuk melipatgandakan produksi dengan memaksimalisasikan kekuatan produksi, serta mengupayakan kemajuan berpikir. Hal itu disebabkan karena kesadaran seperti camera obscura, ia memantul dari realitas yang kita tangkap. Oleh karena itu, cara pikir bisa berkembang ketika seseorang terlibat lebih banyak dengan aktivitas produksi, eksperimen ilmiah, dan perjuangan kelas.
Hal tersebut pernah dicanangkan oleh Tan Malaka dengan jargonnya, memerangi logika mistika, sebagai upaya untuk membebaskan rakyat Indonesia dari Kolonialisme. Tapi dalam tulisannya, Tan Malaka memisahkan upaya memerangi logika mistika dengan perjuangan kelas. Tan Malaka - karena pengaruh Nasionalisme - tidak melihat bahwa logika rasional lahir sebagai konsekuensi atas kemenangan borjuasi dan buruh atas tuan tanah di Eropa misalnya.
Seorang M. Natsir pun gagal memahami bahwa perubahan cara pikir dari mistik ke 'logos' tidak bisa dilakukan hanya dengan melalui diskusi saja. Revolusi budaya harus dilakukan sebagai upaya perjuangan kelas yang dilakukan dibawah kediktatoran kelas pekerja. Untuk mengusahakan itu, maka revolusi yang berorientasi pembebasan nasional dan demokratis harus dilakukan. Kemenangan kelas pekerja di Cina dan Uni Soviet juga pada akhirnya mengondisikan cara berpikir mereka.Â
Seluruh rakyat Uni Soviet dan Cina pada masa itu terbiasa dengan mencari pendapat yang logis dan berdiskusi dengan memperhatikan realitas. Tidak ada ide yang lahir dari bisikan jin, seperti yang terjadi di Nusantara. ketika semua manusia setara dalam bekerja, perbedaan kerja mental dengan kerja fisik terhapus, maka semua manusia akan berpikir secara rasional.
Lalu tunggu apa lagi? Perangi mistisme dengan kobarkan perjuangan kelas di Nusantara demi menyongsong kemajuan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H