Lalu bagaimana dengan Asia?
Asia memiliki sejarah yang sangat panjang, setiap periode perkembangannya selalu memiliki hal unik di dalamnya. Misalnya saja, kelahiran negara-negara berkembang di Asia ditandai dengan perjuangan rakyat melawan para kolonialis Eropa.Â
Perjuangan rakyat yang dimaksud pun bukan hanya kelas buruh dan kaum taninya saja, tetapi juga termasuk kelas borjuasi nasionalnya dan borjuis kecilnya, sehingga perjuangan rakyat di negara-negara berkembang Asia tidak pernah menandai kelahiran periode masyarakat yang setara, seperti yang pernah terjadi di Rusia.Â
Cina sendiri pun pada 1911 justru melahirkan produk sejarah baru, yaitu Setengah Kolonial dan Setengah Feodal, dimana justru kemenangan mereka malah melahirkan kelas penguasa baru, yaitu kapitalis birokrat.
Kapitalis birokrat sendiri merupakan kelompok yang menjadi kaki tangan kaum Imperialis di negeri-negeri berkembang (baca: jajahan) dan selalu menuruti kehendak kaum Imperialis, seperti kehendak untuk penanaman modal asing dan penguasaan lahan secara besar-besaran untuk meraup superprofit untuk mereka.Â
Tidak hanya itu, kaum Imperialis juga mempunyai kaki tangan lain untuk memuluskan kehendak mereka, yaitu kelas tuan tanah yang justru memperluas kekuasaan mereka atas tanah untuk mengeksploitasi sumber daya alam agar kaum Imperialis bisa mendapatkan profitnya.Â
Problematika kontradiksi tersebut pada akhirnya baru diselesaikan oleh rakyat Cina dibawah kepemimpinan Mao Tse Tung pada 1949 melalui revolusi demokrasi nasional.
Indonesia pun mengalami hal yang sama, tak ada kata setara bahkan setelah kemerdekaannya pada 1945. Revolusi Agustus yang dicanangkan oleh para borjuasi nasional pada saat itu justru memperkuat kedudukan kaum Imperialis di Indonesia dan pada akhirnya menyengsarakan kaum tani. Kondisi tersebut terus berlarut-larut hingga kini, walaupun diatas kertas kita telah menemukan jalan keluar untuk menyelesaikannya.Â
Tapi lagi-lagi revolusi membutuhkan bidan untuk segera lahir, dan Indonesia bahkan tidak mempunyai bidan yang kuat, yang mampu menarik revolusi dari rahimnya.
Rakyat tidak bergerak sendiri dan tidak secara spontan menyelesaikan problem kontradiksi yang mereka hadapi, rakyat harus memiliki penggeraknya, yang lahir dari rakyat itu sendiri.Â
Walaupun pada kenyataannya, pada hari ini rakyat tidak percaya, acuh, dan bahkan melawan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah (baca: Kapitalis birokrat), tapi revolusi tidak bisa menemukan jalannya sendiri.Â