Dia, tahun 2017.
"Jika permata adalah cahaya, maka hati adalah permata. Jika senyum adalah ibadah, maka mengenalmu adalah anugerah terindah Grazella ayunda Queen margareth."
(Gugur)Â
             DKI JAKARTA tahun 2017
Grazella selalu menggunakan seragam sekolah yang lusuh, perempuan itu sering mendapatkan bully dari lexa dan teman-temannya. Mereka mengejek Grazella, bahkan melakukan kekerasan fisik yang membuat cewek itu meringis kesakitan. Mereka tidak akan pernah tahu rasanya menjadi Grazella yang hampir setiap hari merasa ketakutan.Â
"Sakit?" Tangan Alexa memeluk leher Grazella dengan kuat sehingga membuat Grazella kesulitan bernafas.
"Lo nggak capek apa Bully gue terus?!" Pekik Grazella.Â
Tanpa aba-aba, yoona menendang pinggang dan perut Grazella hingga perempuan itu hampir mati di buat mereka berdua. Tindakan itu dilakukan berulang kali hingga Grazella terbatuk-batuk, sampai darah kental keluar dari mulut Grazella. Sakit sekali, rasanya ingin mati.Â
"Nggak! Gue seneng lihat lo menderita," balas lexa, Grazella hanya bisa menangis  dan tersungkur di belakang sekolah setelah ditinggalkan  oleh lexa, yoona dan viona. Mereka tertawa terbahak-bahak karena senang melihat Grazella menderita.Â
"Grazella capek, Tuhan. Kenapa Grazella selalu di-bully? Â Nggak satu dua kali Tuhan, tapi berkali-kali. Apa Grazella emang pantas untuk di-bully?"
Mengapa takdirnya semenyakitkan ini?Â
Aku ingat kalimat Grazella beberapa tahun setelah kelulusan SMA. "Tindakan bullying bisa membekas seumur hidup bagi mereka yang mengalaminya, bahkan seorang pembully adalah pembunuh bagi korbannya. Mereka tidak membunuh fisik melainkan telah membunuh mentalnya."
                      (Hujan)Â
JAKARTA kamu harus tau aku menyukai salah satu pendudukmu, aku sudah sangat lama menyukainya. Kira-kira saat masa MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah) dia sangat mencolok di antara semua siswa. Bahkan Grazella adalah orang yang aku sukai pertama kalinya dalam hidupku, aku mengetahui nama panggilannya saja, namun tidak dengan nama lengkap cewe itu, aku sering Diam-diam mengintipnya belajar di perpustakaan sendirian.Â
Tapi sekarang jaraku dengan Grazella benar-benar dekat. Di bawah guyuran hujan membasahi kota Jakarta, aku tidak menyangka bahwa aku dipertemukan lagi dengan sosok Grazella. Sosok perempuan begitu indah sampai aku ragu, apakah pantas aku suka berkali-kali pada dirimu Grazella? Hahaha lucu. Tapi begitulah perasaan manusia tidak ada yang tahu kapan ia menyukai seseorang.Â
Tangisan semesta di luar sana membuat langit gelap gulita. Rintikan hujan mulai turun membasahi bumi sepertinya langit sedang bersedih hari ini. Dedaunan juga gugur dan berterbangan mengotori halaman SMA Galaksi. Grazella kesusahan menuju ke arah parkiran yang begitu jauh dari tempatnya berdiri. Perempuan itu berdecak kesal karena tidak membawa payung.Â
Padahal hari ini tidak ada ramalan hujan akan turun. Sambil menunggu hujan reda, Grazella memperhatikan orang-orang lewat kesana kemari sambil membawa payung di genggaman masing-masing dan tertawa bersama teman-teman nya.Â
Sudah lima belas menit  Grazella menunggu tapi hujan tak kunjung berhenti. Mata perempuan itu menelusuri setiap sudut sekolah yang sudah mulai sepi tanpa ada seorangpun hanya tersisa dirinya saja. "Sakit,"  lirihnya. Tangan Grazella memar dan semua tubuhnya masih terasa sakit akibat bullying oleh Alexa.Â
"Hai kenapa enggak pulang?" tanya seseorang menepuk pundak Grazella, membuat cewek itu terkejut lalu menatap kearah belakang memerhatikan seorang laki-laki menggunakan seragam yang sama sepertinya.Â
Dia orang yang aku lihat di bus sambil membaca novel? Batin Grazella. Mengingat kembali pria yang pernah dia lihat di bus, ternyata adalah siswa disini. Grazella tidak pernah memerhatikan wajah siswa-siswi di SMA Galaksi, maka dari itu dia tidak tahu varo, cewek itu terlalu sering berdiam diri di kelas ataupun perpustakaan.Â
Bisa di bilang Grazella tidak pernah memerhatikan sekitar sekolah.Â
"Hujan nya deras banget, jadi aku engga bisa pulang."Â
Laki-laki itu terkekeh pelan, lalu memberikan sebuah payung berwarna kuning pada Grazella. "Ini, buat kamu."
Grazella menatap payung tersebut cukup lama. Serius? Nanti kamu gimana?Â
Ia memperhatikan satu payung berwarna biru. "Aku punya dua, jadi itu buat kamu aja. Pakai, ya. Â Sepertinya hujan enggak akan reda hari ini, apalagi hari sudah semakin gelap. Kamu tahu, kan, di sekolah kita banyak hantunya?" Ucap pria itu mencoba mengelabui Grazella.Â
Grazella membulatkan mata lebar-lebar. Mendengar kata hantu membuat bulu kuduknya merinding. "T-terima kasih, harga payung ini berapa?" Grazella merogoh tas nya untuk mencari sisa uang yang tersisa.Â
Namun sial, uangnya sudah abis untuk membeli makanan di kantin untuk lexa. Sungguh, ini adalah hari yang teramat sial bagi Grazella. Malu sekali rasanya.Â
Laki-laki jangkung itu keheranan menatap Grazella, "kenapa harus bayar? aku ikhlas memberikan kamu payung,"
Grazella hanya berdehem lalu mengucapkan kata terimakasih, lagian uangnya juga sudah habis. "Nama kamu siapa?" Tanya Grazella menghentikan langkahnya, menatap ke arah belakang. Ia penasaran akan nama laki-laki yang sudah memberikannya payung.Â
Di tengah-tengah gerimis hujan pria jangkung itu memperkenalkan dirinya kepada Grazella, "perkenalkan nama aku Bramasta varo zergan dirgantara, dan nama kamu siapa?"
"Aku Grazella Ayunda Queen margareth." Setelah memperkenalkan diri Grazella langsung pergi meninggalkan sekolah serta laki-laki bernama varo.Â
Varo menatap punggung Grazella semakin menjauh dari pandangannya, "semoga kita bertemu kembali lagi Grazella!" Teriakan varo membuat Grazella terdiam. Perempuan itu mendengar teriakan varo tapi tidak menjawabnya.Â
Tuhan, aku menyukai salah satu ciptaanmu, Grazella Ayunda Queen margareth. Aku menyukai berkali-kali sampai tidak tau caranya untuk berhenti.Â
                      (Letter)Â
Bramasta varo zergan dirgantara, seorang pria yang ceria dan ramah, ia selalu menyambut teman-temannya dengan senyuman dan tawa. Varo terlahir dari keluarga berasal ia adalah anak dari pemilik sekolah SMA Galaksi. Namun tidak ada yang tau bahwa varo adalah anak dari pemilik sekolah karena pria itu merahasiakan identitasnya, yang tahu hanya Alexa dan para guru.Â
Ayahnya selalu sibuk berkerja sedangkan ibu dari varo adalah seorang model. Siapa yang tidak senang terlahir dari keluarga kaya? Semua orang pasti senang namun bagi varo berbeda. Untuk apa memiliki harta yang melimpah jika ia harus kekurangan kasih sayang kedua orangtuanya?Â
Tinggal di rumah bertingkat 3 sendirian kadang membuat varo merasakan kesepian. Ia sering iri dengan anak-anak yang terlahir dari keluarga cemara.Â
Pasti sangat bahagia.Â
Tidak kesepian.Â
Pria jangkung itu menatap langit dan ribuan bintang menghiasi langit malam. Hujan sudah reda sedari tadi. Saat ini varo duduk di sebuah rumah-rumahan pohon yang berada di belakang rumah.Â
Rumah pohon inilah yang dirinya buat bersama sang adik sewaktu masih kecil. Terdapat ukiran nama mereka berdua disana. Ukiran yang membuat luka di hati varo kembali terbuka saat mengingat-ingat kenangan langit adiknya.Â
Di hati yang paling dalam selalu ada sosok yang tidak pernah tergantikan walaupun dalam pelupuk mata, dia sudah tiada.Â
Varo tersenyum getir menatap salah satu bintang bersinar cukup terang berada di bintang-bintang lainnya. Satu air mata lolos begitu saja mengingat almarhum sangat adik.Â
"Dik langit lagi apa disana?... hari ini tepat dua tahun adek pergi ninggalin kakak, kak varo kangen sama adek" lirih varo. Ini adalah hari peringatan kematian langit yang kedua tahun, langit meninggal karena kecelakaan tepat disaat hari kelulusan SMP.Â
"adek ingat nggak? Dulu waktu kecil kita diam-diam makan permen supaya ibu nggak marah," varo tertawa mengingat-ingat kejadian sepuluh tahun yang lalu.Â
"Terus besoknya kamu sakit gigi dan kita yang dimarahi padahal adek engga salah. Kaka yang salah karena mengajak adek makan permen diam-diam dari ibu." Pria jangkung itu sangat merindukan masa-masa dimana dirinya sangat bahagia akan kehadiran sosok langit dirgantara.Â
Hembusan angin malam seperti mendukung suasana haru, membuatnya dirinya merasa kedinginan, malam ini, varo menangis sejadi-jadinya. Rasanya ia tidak percaya bahwa langit sudah tidak ada lagi didunia ini.Â
Pada dasarnya manusia itu tidak akan abadi, ada waktunya kamu akan kehilangan dia [yang kamu anggap selamanya] maka jika itu terjadi kamu jangan menangis melainkan ikhlaskan lah. Pada dasarnya hukum alam memang begitu, yang ada pasti akan tiada seiring berjalannya waktu manusia itu sendiri akan menjadi abu dan hanya meninggalkan kenangan indah dan menyakitkan.Â
"Langit sayang banget sama kak varo, kalau misalnya adek udah nggak ada suatu saat nanti kak varo harus janji bahagia selalu ya?" Varo selalu mengingat apa yang diucapkan langit kala itu.
Varo menghapus air matanya kasar, "bagaimana kak varo bisa bahagia kalau adek aja nggak ada di dunia ini? Nggak ada yang bisa ngertiin perasaan kak varo selain adek langit."
                      (Hujan)Â
Grazella sedang duduk di kursi dekat jendela kamarnya. Ia menatap ke arah bulan yang bersinar cukup terang. Perempuan itu tidak henti-hentinya tersenyum ketika mengingat momen pertemuannya dengan laki-laki bernama varo. Ingatan itu benar-benar melekat di pikirannya. "Bramasta varo zergan dirgantara? Nama yang bagus," gumam Grazella. Ia menggenggam sebuah diary. Setiap Grazella melewati hari yang panjanh---cewek itu suka menulis semuanya disini.Â
Senyum cewek itu memudar. Ketika ia mengingat besok akan pergi bersekolah, Grazella selalu takut. Bahkan Grazella selalu berharap waktu berhenti cukup lama supaya hari esok tidak datang. Grazella benci sekolah.Â
   (Besok sekolah, Grazella takut dibullying)Â
Grazella pernah mendengar orang-orang bercerita tentang masa SMA adalah masa yang indah, dan mereka ingin mengulang masa itu, tapi bagi Grazella tidak indah, jika di tanya kenapa? Karena Grazella selalu di-bully di sekolah, bahkan sekolah bagi Grazella neraka, tidak ada kebahagiaan di sana hanya ada tangisan dan rasa sakit.Â
Dulu waktu kecil Grazella juga di-bully, tasnya di lempar dari lantai 2 oleh teman-teman sekelas tanpa rasa bersalah sedikitpun. Manusia mengapa bisa sejahat itu?Â
Bukankah kita itu sama? Lalu kenapa mereka senang melihat kita menderita? Grazella tidak habis pikir dengan itu. Manusia-manusia yang Grazella temui mereka selalu menatapnya sebelah mata, seperti Grazella  menjijikkan.Â
Grazella selalu menyalahkan diri, ia juga tidak mau terlahir seperti ini, Grazella memang tidak bisa bergaul tapi apakah pantas mereka seenaknya memperlakukannya?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H