Adapun 'robot', menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia): (1) alat berupa orang-orangan dsb yg dapat bergerak (berbuat spt manusia) yg dikendalikan oleh mesin; (2) orang yg menurut saja perintah orang lain; dan (3) orang yg bertindak tanpa pikiran dan perasaan. Nah lo, tanpa 'pikiran' dan 'perasaan', tapi kok dijadikan kekasih?
Itulah penyimpangan gaya bercinta zaman now  dan disepakati seluruh orang waras, apalagi oleh psikolog dan psikiater, bahwa jiwa pecinta robot itu sedang sakit; tetapi fakta lainnya, para pelaku itu ialah orang-orang berpendidikan tinggi dan tentu mampu 'bayar' tinggi berapa pun harga 'kekasih'-nya itu!
Mari berucap: astaghfirullaah, na'uudzubillaahimindzaalik, amin yRa.
Bercinta karena Tuhan
Mengapa terjadi? Silakan self-explanatory dan  self-answer:  Motif ber-cinta kita karena atau atas nama apa/siapa? Apakah fenomena itu dipicu oleh superior kaum hawa dengan gerakanfeminisme garis keras, sehingga kaum adam inferior? Apakah masing-masing gender telah lupa fitrah-nya?
Di sini, saya ajukan 'Hadis': "Suami ialah surga/neraka istri." Insya Allah, akan saya 'tafsirkan': "Istri ialah surga/neraka suami." Bandingkan dengan 'keterangan': "Di bawah telapak kaki ibu, ada surga;" akan saya 'tafsirkan': "Di bawah telapak kaki anak, ada surga."
Mengapa saya tafsirkan demikian? Karena saya meyakini Tuhan (Allah SWT) itu Mahaadil; dan terdapat kata kunci pada dua 'dalil' tersebut, yakni 'beriman' alias suami, istri, ibu, atau anak itu harus beriman kepada Allah SWT. Bukti keberimanannya adalah melakukan apa yang seperti tercantum pada QS 103: 3 (semoga saya tidak sedang ber-dalih, tetapi ber-dalil, dan semoga diluruskan oleh Pembaca yang budiman, terima kasih).
Disebutkan dalam 'Hadis' lain: "Pemuda-pemudi yang cinta dan benci karena Allah, dijamin akan dilindungi di Hari Kiamat."
Kemudian romantika dalam membina hubungan berpacaran (ta'aruf) dan rumah tangga. Ada orang bijak bilang: "Waktu pacaran saling percaya, setelah menikah saling mengerti." Namun ada 'sisi gelap'; selalu ada 'pihak ketiga' yang mengotori kisah-kasih sejoli (sepasang) kekasih. Sebutlah ketika pacaran dan sedang berdua-an, di 'tengah'-nya ialah Setan (Hadis). Adapun setelah menikah, di 'tengah' suami-istri---biasanya---ialah 'oknum sotoy' karena pihak ketiga ini telah intervensi, padahal tidak diminta pendapat atau bantuannya oleh sejoli suami-istri itu.
Ini mungkin sebuah hipotesis bahwa masalah dalam keluarga itu ada dua, yaitu: a-materi dan a-komunikasi. Tidak ada materi, dengan komunikasi (silaturahmi) dapat ditanggulangi misal dengan iuran keluarga besar, yakni sesama anggota keluarga besar saling membantu, saling memberi.
Namun, ketika tidak ada komunikasi, khususnya di antara suami-istri, yang muncul ialah selingkuhan (masalah hati) atau rentenir (masalah ekonomi); dan diperparah oleh pihak ketiga di masing-masing sekitar suami-istri, biasanya yang pro atas nama se-darah atau pamrih dengan semangat memisahkan, bukan menyatukan sepasang kekasih.Â