Tanggal 1 Desember adalah Hari AIDS Sedunia. Diperingati karena mayoritas manusia miris bahwa, menurut WHO, (TBC dan) HIV/AIDS sebagai infeksi pembunuh nomor satu di dunia, bahkan pembunuh nomor satu remaja di Afrika. Sedangkan menurut Wikipedia, peringatan Hari AIDS Sedunia dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah (epidemi) AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia); atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV dan lain-lain).
Di Indonesia, penyebaran virus HIV/AIDS terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu melalui hubungan seks yang tidak aman dan bergantian untuk pengguna narkotika suntik (penasun) (Sumber: http://www.alodokter.com/hiv-aids/penyebab, Akses: 1/12/2017).
Ketahuan, dalam perspektif medis, realitas penyakit AIDS merupakan 'karma' perilaku tidak benar alias tidak sehat! Yang ironis, orang terkasih di sekitar ODHA (orang dengan HIV/AIDS) terdampak---di sini, yang saya maksud, buat pionir (yang zina dan pecandu narkotika).
Selanjutnya, artikel ini mencoba-urai peringatan Hari AIDS Sedunia dari perspektif perilaku 'vektor' (pezina cs), kaitannya dengan fenomena digitalisasi gaya bercinta zaman now.
Tanda Kiamat atau Pengulangan Sejarah?
Konon (tahun berapakah?), umat Nabi Luth a.s. ('alaihii salaam) diazab karena tren perilaku LGBT(lesbian, gay, biseksual, dan transgender); termasuk istrinya, seorang lesbian = wanita homoseks. Patut juga diteliti: benarkah William Shakespeare itu seorang gay? Pasalnya, Beliau berhasil memprovokasi kita bahwa patron 'cinta sejati' itu ialah kisah cinta sejoli "Romeo & Juliet" dalam naskah dramanya.
Kemudian dalam mitos Yunani, dikenal peristiwa/perilaku 'Kompleks Oidipus' (Oedipus Complex), yakni hasrat anak untuk secara seksual memiliki orangtua dengan jenis kelamin berbeda (misalnya laki-laki tertarik kepada ibunya dan menganggap ayahnya sebagai saingan, sedangkan perempuan tertarik kepada ayahnya dan menganggap ibunya sebagai saingan). Mitos ini mirip dengan legenda di Tatar Sunda (Jawa Barat), yakni kisah cinta Sangkuriang kepada Dayang Sumbi, ibunya, dan menjadi sejarah 'lahirnya' Gunung Tangkuban Perahu.
Penyimpangan seksual lain misal inses, yaitu hubungan seksual atau perkawinan antara dua orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hukum, atau agama.
Selain itu, Marah Rusli, sastrawan angkatan Balai Pustaka, berhasil mendokumentasi realitas 'kawin paksa' (dijodohkan) di Minangkabau menjadi roman "Siti Nurbaya". Mungkin, antitesisnya (dalam makna negatif) adalah 'kawin lari'.
Perkembangan zaman now, tema 'cinta terlarang' yang senada dengan di atas masih ada, bahkan dengan nomenklatur yang---disepakati---mendunia seperti: dishonest (selingkuh), cinta 'backstreet', 'MBA' (married by accident), nikah 'di bawah tangan' (nikah agama) alias nikah siri (rahasia), atau nikah mut'ah (kawin kontrak).
Peristiwa nikah siri dan kawin kontrak itu, menjadi indikator setback (kemunduran) ke sebelum ada UU No.1/1974 tentang Perkawinan, bahkan ke masa jahiliah (pra-Islam). Di sini, saya memberi apresiasi kepada para pelajar kita yang memperingati Hari AIDS Sedunia kini dengan jalan mundur.
Yang introjektif, justru berkelindan dengan perihidup sehari-hari kita dan dikhawatirkan manifes (mewujud, bukan laten atau potensial lagi) di Indonesia, adalah perilaku bercinta dengan robot. Lho?  Silakan googling (selisik) fenomena ini di negara-negara maju; juga soal disahkannya pernikahan sesama jenis!
Saya sekadar ingin kita saling mengingatkan bahwa fenomena atau realitas tersebut adalah pengulangan sejarah. Karena bermakna negatif, maka untuk zaman now, tidak salah jika peristiwa-peristiwa gaya bercinta itu dinilai sebagai 'tanda kiamat'.
Sedikit soal kiamat (doomsday), ada 'keterangan' bahwa Nabi Muhammad SAW (shallallaahu 'alaihii wasallam) bertanya kepada malaikat Jibril: "Kapan kiamat?" Jibril malah menjawab diplomatis: "Yang bertanya justru lebih tahu!" Padahal jelas, makanya Nabi bertanya karena tidak tahu; dengan kata lain: kelas Nabi pun tidak tahu kapan kiamat bakal terjadi. Yang 'hebat', muncul artikel hoax bahwa kiamat bakal terjadi 61 tahun lagi (dhitung dari sekarang 1439 H, Hijriah, alias 1500 tahun pasca hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah). Heuheu!
Sebagai 'tanda kiamat', mari saling ingatkan: apakah gaya bercinta kita sudah benar = halal = sehat = sakiinah = tenang = gak di-grebeg Hansip atau bakal kena OTT, ...?
Cari Aman atau Cari Penyakit?
Dari mana munculnya tren bercinta dengan robot itu? Mungkin telah dimafhumi bersama, khususnya telah diidentifikasi para cendekia kita, bahwa misalnya disebutkan oleh Nurcholish Madjid sebagai fenomena alienasi (keterasingan), yakni perilaku hidup manusia yang terasing oleh ciptaannya sendiri (seperti oleh produk IT atau iptek, lihat QS 25: 43).
Menurut Jalaluddin Rakhmat, 'alienasi' adalah makna yang diberikan kepada kejatuhan manusia ke bumi. Ketika mereka dicampakkan (dan mencampakkan) Tuhan, mereka bukan hanya terasing dari Tuhan. Mereka terasing dari alam, dari dunia, dan dari diri mereka sendiri. Mereka terlempar ke dunia, tanpa mengetahui ke mana mereka harus pergi. Mereka kehilangan arah. Mereka mengalami keterpisahan dari alam, dari Tuhan, dari sesama manusia, dan dari dirinya sendiri.
Dari mana kita merunut gaya hidup (lifestyle) alienasi hingga menjelma gaya bercinta dengan robot? Karena keterbatasan intelektualitas saya, saya hanya akan menyajikan secara 'zigzag'Â (bahkan bersifat 'labirin' ... mohon maaf). Misalnya, kita mulai dari sejak 'ditemukannya' kertas di Cina, kemudian mesin cetak di Jerman, diciptakannya mesin uap yang mendorong revolusi di Inggris dan Perancis dst (dan seterusnya); artinya: kerjaan manusia dipermudah oleh mesin (produk teknologi).
Di zaman now disebut produk IT, digital, dan 'artifisial' dengan jargon: "Kerja cerdas tanpa perlu kerja keras!" karena segala apa tinggal one touch easy, bahkan pakai 'wireless' (nirkabel, hanya sensor gerak-suara-cahaya atau nunggu 'perintah' otak), sehingga segala apa, segala kehendak kita tinggal tepuk tangan, jentik jari, siul, bahkan tinggal 'niat' saja.
Efeknya, kita berpenyakit hipokinetik beserta derivasinya dan a-sosial alias tidak bersilaturahmi, padahal silaturahmi itu luaskan rezeki dan panjangkan umur (HR Bukhari). Seperti peristiwa nikah (di UU kita: 'kawin') justru menambah pintu-pintu rezeki kita karena otomatis menambah relasi dan peluang bisnis kita, misalnya kita bisa berbisnis karena atau dengan mertua dan relasinya, dengan kakak/adik ipar dan relasinya dst.
Adapun 'robot', menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia): (1) alat berupa orang-orangan dsb yg dapat bergerak (berbuat spt manusia) yg dikendalikan oleh mesin; (2) orang yg menurut saja perintah orang lain; dan (3) orang yg bertindak tanpa pikiran dan perasaan. Nah lo, tanpa 'pikiran' dan 'perasaan', tapi kok dijadikan kekasih?
Itulah penyimpangan gaya bercinta zaman now  dan disepakati seluruh orang waras, apalagi oleh psikolog dan psikiater, bahwa jiwa pecinta robot itu sedang sakit; tetapi fakta lainnya, para pelaku itu ialah orang-orang berpendidikan tinggi dan tentu mampu 'bayar' tinggi berapa pun harga 'kekasih'-nya itu!
Mari berucap: astaghfirullaah, na'uudzubillaahimindzaalik, amin yRa.
Bercinta karena Tuhan
Mengapa terjadi? Silakan self-explanatory dan  self-answer:  Motif ber-cinta kita karena atau atas nama apa/siapa? Apakah fenomena itu dipicu oleh superior kaum hawa dengan gerakanfeminisme garis keras, sehingga kaum adam inferior? Apakah masing-masing gender telah lupa fitrah-nya?
Di sini, saya ajukan 'Hadis': "Suami ialah surga/neraka istri." Insya Allah, akan saya 'tafsirkan': "Istri ialah surga/neraka suami." Bandingkan dengan 'keterangan': "Di bawah telapak kaki ibu, ada surga;" akan saya 'tafsirkan': "Di bawah telapak kaki anak, ada surga."
Mengapa saya tafsirkan demikian? Karena saya meyakini Tuhan (Allah SWT) itu Mahaadil; dan terdapat kata kunci pada dua 'dalil' tersebut, yakni 'beriman' alias suami, istri, ibu, atau anak itu harus beriman kepada Allah SWT. Bukti keberimanannya adalah melakukan apa yang seperti tercantum pada QS 103: 3 (semoga saya tidak sedang ber-dalih, tetapi ber-dalil, dan semoga diluruskan oleh Pembaca yang budiman, terima kasih).
Disebutkan dalam 'Hadis' lain: "Pemuda-pemudi yang cinta dan benci karena Allah, dijamin akan dilindungi di Hari Kiamat."
Kemudian romantika dalam membina hubungan berpacaran (ta'aruf) dan rumah tangga. Ada orang bijak bilang: "Waktu pacaran saling percaya, setelah menikah saling mengerti." Namun ada 'sisi gelap'; selalu ada 'pihak ketiga' yang mengotori kisah-kasih sejoli (sepasang) kekasih. Sebutlah ketika pacaran dan sedang berdua-an, di 'tengah'-nya ialah Setan (Hadis). Adapun setelah menikah, di 'tengah' suami-istri---biasanya---ialah 'oknum sotoy' karena pihak ketiga ini telah intervensi, padahal tidak diminta pendapat atau bantuannya oleh sejoli suami-istri itu.
Ini mungkin sebuah hipotesis bahwa masalah dalam keluarga itu ada dua, yaitu: a-materi dan a-komunikasi. Tidak ada materi, dengan komunikasi (silaturahmi) dapat ditanggulangi misal dengan iuran keluarga besar, yakni sesama anggota keluarga besar saling membantu, saling memberi.
Namun, ketika tidak ada komunikasi, khususnya di antara suami-istri, yang muncul ialah selingkuhan (masalah hati) atau rentenir (masalah ekonomi); dan diperparah oleh pihak ketiga di masing-masing sekitar suami-istri, biasanya yang pro atas nama se-darah atau pamrih dengan semangat memisahkan, bukan menyatukan sepasang kekasih.Â
Jika suami-istri itu sudah beranak, trust me:Â anak akan menjadi tumbal karena perceraian itu melahirkan kebencian; kebalikannya dari perkawinan yang melahirkan buah kasih sayang (anak). Wah, 'bom waktu' jika anak besar dalam kebencian (ingat Hadis: "Cerai itu halal, tapi dibenci Allah"); wow, sudah dibenci Allah, masih berani dilakukan, tunggu saja 'tanggal mainnya'!
Dua lagu Iwan Fals cs  sungguh inspiratif menjadi solusi dalam mengarungi bahtera cinta: Bila hanya diam aku tak tahu/Batu juga diam kamu 'kan bukan batu (lagu "Ya atau Tidak") dan  Orang kalah jangan dihina/dengan cinta kita bangunkan (lagu "Kesaksian").
Wahai kekasih, bicaralah dari hati ke hati. Hanya kita yang miliki cinta kita. Cinta kita itu, kita minta dari Tuhan, kita pinjam, akhirnya kita miliki; dan Tuhan, Pemilik kita. Wahai kekasih, cintailah aku karena Tuhan. Karena aku milik Tuhan, begitu pun kamu. Kekuatan apa yang dapat mengalahkan Cinta (sifat Tuhan: Rahmaan-Rahiim)?
Addendum: Omong soal AIDS ini, seperti 'canda', tapi 'serius' bahwa AIDS itu juga kependekan dari Aku Ingin Duit Sekarang; ya, virus 'Duit' bahkan sejak zaman past selalu seperti menjadi solusi alias 'tuhan'!
Ujungberung, 1 Desember 2017
c.q. Artikel ini dikirim dulu ke academia.edu dan ke status fb saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H