Mohon tunggu...
Aluska Alus
Aluska Alus Mohon Tunggu... -

the deeper wisdom bringing in its own way the special request to pass

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bule Hunter (Cara Sopan Menikmati Erotisme)

10 September 2014   17:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:06 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ikut terkikik ketika mendengarkan cerita dari sekumpulan wanita amat dewasa tentang seorang teman mereka. Saya ada disitu secara tak sengaja. Tapi kenapa saya ada disitu bersama mereka itu tidak penting untuk dibahas.

Obrolan yang lebih pekat nuansa gossipnya, oleh para wanita itu, dengan apik dibungkus dengan simpati, keprihatinan. Tapi tetap saja itu adalah jenis pembicaraan yang dapat dikategorikan untuk memuaskan emosi sekumpulan wanita amat dewasa itu. Saya terkikik kikik mendengar cerita mereka, tapi juga lebih terkikik melihat emosi mereka yang telanjang. Jelaslah, saya terkikik karena para wanita itu dengan luwes dan sigap membumbuinya dengan celetukan yang nyerempet nyerempet. Bukan nyerempet lagi, tapi vulgar. Tidak apa apa, hanya untuk kalangan terbatas koq.

Ceritanya, mereka mempunyai seorang teman. Teman wanita yang di mata mereka tidak cantik. Mereka berusaha berbaik hati dengan memperbaiki kesan mereka terhadap wanita yang menjadi objek gossip dengan mengatakan teman mereka itu eksotik. Bukan eksotik di mata mereka, tapi di mata para bule.

Para wanita, yang mengkategorikan diri sebagai sekumpulan wanita dewasa yang baik baik itu, kelihatan serius membahas teman wanita mereka itu. Seperti hujan di tengah siang bolong, teman wanita mereka, yang sempat hilang bertahun tahun itu, tiba tiba menghubungi salah seorang di antara mereka. Mereka berkumpul di cafe yang nyaman sambil menyesap juice yang sehat, tidak ada yang merokok, tubuh dan wajah mereka masing masing kelihatan terawat dengan baik, dan mulut mereka sibuk melemparkan cerita tentang wanita itu yang dibungkus apik dengan simpati.

Kisah wanita itu, menurut mereka, cukup "tragis". Sementara, teman temannya masih menyimpan kekaguman pada teman teman pria mereka dengan paling berani hanya menulis di buku diary, atau saling curhat saat keluar main. Wanita, teman mereka itu, sudah bertualang dengan pria bule. Wanita itu sendiri yang menceritakan petualangannya dengan pria pria bule. Jadi, itu bukan gossip.

Bayangkan, pada tahun tahun seumuran para wanita itu bersekolah SMA, berkeliaran di hotel mencari bule akan dianggap wanita nakal, super nakal. Kasarnya, dapat disamakan dengan pelacur. Rasanya, sampai sekarang juga demikian.

Singkat cerita, wanita itu sampai berhenti sekolah. Mereka berusaha mengenang, "mungkin dikeluarkan", tapi mereka enggan membahas soal itu. Yang pasti, teman mereka tidak menyelesaikan SMAnya. Ya, mungkin karena kepala sekolah kemudian tahu petualangannya dengan pria bule.

Sampai kemudian teman teman si wanita itu terkejut, wanita yang secara bisik bisik dan juga dalam hati mereka hujat sebagai wanita murahan, walau tentu di depannya mereka tetap bisa bermanis muka, ternyata menikah dengan bule. Tidak main main, bule itu memiliki jabatan di oil company. Terlihat dari rumahnya yang berada di daerah elite, mobilnya. Tentu terlihat nyata melalui perhiasaan yang dipakainya yang bukan kelas Monet. Berlian asli diikat dengan emas.

Mereka, beberapa kali, diundang ke rumah teman mereka itu. Diam diam mereka tak mampu menutup perasaan iri, cemburu, bahkan mungkin dengki. Bagaimana mungkin wanita yang sejak muda "liar" di mata mereka mendapat keberuntungan yang bahkan hanya mampu diimpiankan oleh para wanita yang selama hidupnya telah menjaga moralitas sebagai wanita baik baik. Bermoral.

Wanita itu sekarang hidup mewah Menjadi wanita terhormat. Punya beberapa anak. Cantik dan ganteng. Indo. Setiap tahun, beberapa kali, selalu liburan di tempat tempat yang bagi orang Indonesia kebanyakan tidak akan berani dihadirkan dalam impian sekalipun. Semua itu mereka saksikan melalui foto foto di album dan rekaman video yang mereka tonton bersama di rumah wanita itu. Mungkin, diam diam, para wanita baik baik itu merasa shock. Mereka yang hidup baik baik malah harus berhemat ini itu demi keluarga mereka. Sudah senang bisa ke Puncak dan Bandung, paling jauh Bali. Sementara, wanita liar di mata mereka menjelma menjadi wanita terhormat.

Mungkin, lebih mengacaukan emosi para wanita yg seumur hidup berusaha menjadi wanita baik baik di mata orang tua, sanak saudara, lingkungan RT, mereka mendapatkan suami teman mereka itu terlihat begitu mencintainya. "Tidak tahukah pria itu betapa jahanamnya hidup istrinya sejak SMA," mungkin, begitu rutuk mereka di dalam hati.

Saya terkikik tertahan, ketika kemudian para wanita itu tidak dapat menyembunyikan perasaannya masing masing ketika mengetahui wanita itu kemudian bercerai. Disini, tragisnya, saya dapat jelas melihat kilau kepuasan di mata para wanita itu. Mereka, memang, berusaha menyembunyikan kepuasan akan perceraian teman wanita mereka itu. Walau mereka berusaha keras membungkusnya dengan kata kata yang terdengar penuh simpati. "Kasihan ya, padahal dia sudah jadi wanita baik baik lho, tapi koq bisa begitu, meninggalkan suami dan anak anak untuk pria tua, paranormal."

Wanita itu, tanpa pikir panjang, meninggalkan anak anak dan suaminya demi seorang paranormal yang pernah mendapat pekerjaan dari suaminya. Apakah paranormal tua itu ganteng dan kaya. Tidak. Malah salah seorang dari para wanita itu, yang masih berhubungan dengannya, sempat sempatnya ke rumah wanita itu. Si wanita itu, tak mampu menyembunyikan emosi kemenangan. Akhirnya.  Dia berbagi cerita: "Rumahnya seperti gubuk, jauh dari jalan raya. Listriknya saja remang remang."

Setelah berpanjang kata kisah ini berjalan, bukan wanita itu yang menjadi substansinya.

Tapi, tentang, seks. Fantasi erotisme.

Wanita itu di masa mudanya bisa dikatakan memiliki fantasi erotisme yang pasti tidak jauh berbeda dengan teman temannya. Hanya, dia, memiliki dorongan, entah apa itu, kemudian menjadi lebih berani, memanifestasikannya. Dengan bule.

Kenapa harus dengan bule? Lebih aman, mungkin.

Jelas aman, karena para pria bangsa kita amat sangat munafik. Mereka doyan perempuan, sembarang perempuan, bahkan lebih dari bule. Tapi dengan keegoan yang sangat tinggi, khas pria Indonesia, mereka dengan mudah melemparkan tuduhan wanita yang berani tidur dengan para pria sebelum pernikahan adalah wanita murahan. Para pria Indonesia tetap menuntut wanita baik baik. Wanitanya juga begitu. Tetap tersembunyi pikiran pikiran nakal itu rapat rapat.

Dengan sikap bermoralnya, para pria Indonesia akan cepat menilai begitu rendah para wanita yang berani memperlihatkan nafsunya. Seraya, mereka pun, sigap memanfaatkan kesempatan memuaskan nafsunya mencari para wanita seperti itu untuk menikmati erotisme paling bejat yang ada dalam pikiran para pria.

Siapa, sekarang, yang berani mengatakan bahwa erotisme yang berkeliaran di pikiran pria dan wanita berbeda? Caranya saja, mungkin, berbeda. Kualitasnya, sama. Tergantung manifestasinya, karena mereka juga ingin tetap menyandang status sebagai wanita dan pria baik baik.

Saya, mengira, itu sebabnya wanita Indonesia mencari bule. Bule hunter. Karena, di bawah sadarnya sudah terkompatibilitas seperangkat moral. Wanita itu tahu, jika dia melakukannya dengan para pria Indonesia, maka dia akan dengan cepat dituduh bejat. Pria Indonesia sangat suka menampilkan citra mereka para pria bermoral. Tampil seakan tidak berdosa. Apalagi para wanitanya. Tuntutan tradisi, budaya kita. Agama!!!!

Yang saya bicarakan adalah teman wanita dari sekumpulan wanita baik baik itu. Tentu, ini berbeda, dengan para wanita dan  pria antar bangsa yang saling jatuh cinta dan menikah baik baik.

Tapi, mau siapapun itu, semua, tak terkecuali, memiliki pikiran erotis yang perlu pelampiasan. Kalau tidak akan membuat siapa pun itu menjadi aneh. Kalau tidak menjadi sangat puritan. Ya menjadi ,sebaliknya, sangat bermoral. Dan, tentu ada kelompok, menjadi yang paling tebesar, mencari cara yang sopan untuk melampiaskan keerotisan pikirannya.

Silahkan, untuk membantahnya, tapi bukankah disini juga menjadi ajang katalisator bagi pikiran pikiran erotis yang sekian lama mengendap. Erotisme yang terbungkus dalam berbagai bentuk  tulisan. Menuliskan erotisme yang tidak berani dimanifestasikan dalam hidup yang nyata. Atau yang tidak didapat di dunia nyata. Karena, masih dengan kekuatiran yang sama, di dunia nyata akan mudah di cap sebagai wanita tidak baik, cacat moral, jika berani membicarakan erotisme di tempat umum.

Tidak percaya? Perhatikan ketika arisan, ngumpul ngumpul, hang out di cafe, bukankah cerita yang nyerempet nyerempet, semi porno atau yang vulgar blas akan menimbulkan gelak tawa. Kegairanan. Kemudian ada yang malu malu hanya mendengarkan, ada yang menjadi biangnya. Ya, akan lebih banyak yang menjadi celetuker. Tapi, semua, puas dengan cara masing masing. Ya, pasti ada yang menggerutu, itu porno, tidak boleh, tapi tetap ketika sendirian kemudian mengulang sendiri cerita itu dengan fantasinya.

Apapun alasannya, untuk ilmu pengetahuan, berbagi pengetahuan, sebenarnya, silahkan jujur atau sekalian mendebatnya, semua itu hanya untuk memenuhi nafsu erotisme yang tersembunyi. Apakah untuk menambah kemahiran menulis, tidak juga. Lihat saja, berapa banyak tulisan mengenai seks sebagai pengetahuan, sebutlah akademis, tapi di kolom kolom komen jatuh jatuhnya juga mencandainya sebagai stimulan erotis.

Apalagi, memang ada, kanal kanal khusus disini yang memberi kesempatan untuk memuaskan pikiran erotis. Baik itu di kanal fiksi, maupun kanal lifestyle. Semua kanal, kalau mau, juga bisa digunakan untuk  memberi kesempatan untuk, mari jujur, bererotis ria. "Ngawur. Gak mungkin." Oh ya, cek komen komennya. Mau seserius apa pun artikel itu, kemudian ada saja yang memberi stimulan untuk memuaskan pikiran erotis, walau setipis apa pun. Jika bersambut, ya silahkan teruskan. Jika tidak, mohon tunggu kesempatan lain di artikel lain, dan jangan kuatir pasti ada yang muncul sebagai penstimulan, pelempar bola. Kemudian cekikik cekikik menjadi liar tapi terkendali.

Kita semua, tetap ingin disebut sebagai wanita baik baik. Juga para prianya ingin tetap disebut sebagai pria baik baik. Bermoral. Bukankah disini juga menjadi ajang cari jodoh. "Ya, enggaklah, gak seperti itu!" Ok. Bukankah disini juga untuk memuaskan erotis, "Ya enggaklah. Ngaco. Keterlaluan!" Ok. Apa disini hanya tempat untuk melatih diri menjadi menulis yang mahir? Apakah disini untuk menyalurkan bakat menulis? Apakah disini sebagai tempat untuk berekspresi secara baik baik? "Ya, seperti itu. Benar itu!" Ok

Bacalah buku buku psikologi, psikiatri tentang seks. Sigmund Freud sudah menyatakan, hasil penelitiannya, pikiran manusia itu adalah sepenuhnya tentang seks. Ya, seks. Erotisme. Segala sesuatu bisa menjadi penstimulan pikiran erotis. Tidak percaya? Kenapa kemudian ada anak bayi menjadi korban perkosaan. Kenapa ada nenek nenek yang diperkosa. Kenapa, baru baru ini, ada 4 biarawati, tua, ya tua, diperkosa? Apa yang menstimulan mereka sampai begitu joroknya tidak mampu menahan nafsu pikiran erotis mereka? Lebih, tepatnya, siapa? Siapa, yang perlahan lahan, hari demi hari menitipkan pikiran erotis dengan cara yang halus, sopan dan baik baik, sehingga yang membacanya secara tidak sadar menyimpan dalam memorinya. Apapun dan siapapun itu adalah penstimulan erotis namanya.

Ketidapuasan di kamar, ketidakpuasan dengan pasangan, ingin memuaskan erotisme yang ada dalam pikiran, menjadi terpuaskan pada era baru ini. Bukan lagi sembunyi sembunyi membaca buku buku porno, menikmati majalah pria dewasa. Setiap orang ingin memanifestasikan pikiran erotisnya untuk diketahui umum. Kalau bisa malah membagikannya. Bergelut melalui bacaan itu lebih sensasional. Tidak percaya lagi? Kemudian untuk apa tetap banyak majalah pria dewasa, buku buku semi atau porno sevulgarnya. Tapi, bukankah, lebih banyak yang terstimulan dengan yang soft, yang halus, yang sensualitasnya nanti diolah oleh fantasi fantasi di tempat tempat tersembunyi. Kepuasannya lebih dahsyat.

Secara moral, dibungkuslah berbagai pikiran erotis itu dengan cara yang sopan. Wanita baik baik, pria baik baik, berbagi erotisme dengan cara yang baik baik. Melalui tulisan "baik baik."

Awalnya, bangunlah citra yang baik baik dan bicarakanlah tentang erotismenya dengan sebaik baiknya. Apakah itu dengan alasan untuk berbagi, memberikan pengetahuan pada yang lainnya, tapi ujungnya bisa tetap bererotis ria, tanpa perlu menanggung citra sebagai wanita atau pria yang begajul, bejat. Kalau mau dilanjutkan, silahkan di inbox, atau melalui media sosial lainnya yang lebih terjamin privacynya. Semua tahu sama tahu, kalau ada yang ingin membuka rahasia, rahasianya juga akan dibuka. Sudah ada, kode etik, sekali lagi tahu sama tahu.

Tidak perlu mengaku, tapi berapa banyak malam malam, sampai dengan sukarela begadang setiap malam untuk cekakak cekikik disini. Cekakak cekikik soal yang lucu? Oh, tidak, tidak perlu mengaku, tetapi malam malam yang membuat addict, mampu begadang tiap malam, dikesunyian malam, adalah untuk cekakak cekikik yang nyerempet nyerempet erotisme bukan? Tanpa harus merasa bersalah. karena semua yang ikut adalah wanita dan pria baik baik.

Berkelompok kelompok, masing masing sudah membangun kelompok untuk saling menggial gialkan hormon dengan saling melempar kata kata, kalimat kalimat yang erotis. Tergantung kadarnya. Masing masing memiliki para penstimulan favorit. Ya, sebutlah, gigolo gigolo erotis siap sepanjang malam melayani para wanita yang ingin tetap disebut wanita baik baik dan juga pria pria bermoral. Tapi ketika diamati komen komen yang berserakan bahkan lebih dahsyat dibanding buku buku porno.

Erotisme semakin menjadi jadi, karena dilakukan oleh sekumpulan orang baik baik, para ibu yang baik, para profesional yang baik, para pekerja yang baik, wanita muda baik baik. Termasuk para wanita dan para pria yang rajin beragama. Semua pun pandai berbagi cerita yang baik baik, ideal, saling memberi motivasi yang baik baik, yang penuh etika, moral. Sekaligus menyimpan dendam rindu, tinggal menunggu siapa yang akan memulai stimulan itu. Bukankah itu lebih erotis? Saling bercanda, saling mengolok, saling menjodohkan, memiliki sebutan sebutan pribadi. Ungkapan ungkapan pribadi. Setiap malam pun tidak sepi lagi. Dan, ini bagusnya, tetap menjadi orang orang baik dan juga tetap bermoral.

Siapa yang berani membantah, bahwa komen komen itu, berani sumpah cuma bahan cecandaan belaka. Komen komen yang dibungkus dengan candaan dan olokan itu sebetulnya adalah manifestasi erotisme yang terus berusaha disembunyikan. Puas, karena keerotisan itu mendapat jalan keluarnya, sekaligus tetap dalam citra yang sebaiknya.

Saat ini, memang semakin terbuka kesempatan melampiaskan erotisme tanpa harus di cap sebagai wanita murahan, pria dengan nafsu yang meledak ledak. Disini tidak perlu tanggung jawab, karena sudah tersedia berbagai alasan kalau pun ada yang ingin menuduh macam macam. Semua akan membungkus dengan citra wanita baik baik, pria baik baik, dan segala omongan berbau porno itu hanya candaan belaka. Tapi, periksalah dashboard di pikiran, perasaan dan hati masing masing. Itu bukan cuma candaan, itu manifestasi dari sebuah keinginan.

Keinginan paling besar dari keakuan seseorang, menurut para ahli, adalah nafsu seks. Keinginan untuk menjadi yang terpopuler, yang paling disukai, dipuja, dianggap paling pintar, paling tahu tentang banyak hal kehidupan, tentang pengetahuan akademis yang dimiliki, tentang profesi,  jatuh jatuhnya semua itu adalah untuk mendatangkan kepuasan seks. Ya, seks. EROTISME. Kenapa bisa begitu? Karena ada ketidapuasan yang tidak termanifestasikan dalam hidup yang nyata. Secara virtual, kehendak kehendak itu kemudian, sekarang, dapat terpuaskan. Menjadi, suatu tantangan tersendiri, tetap menjaga citra sebagai wanita baik baik, pria baik baik tapi sekaligus yang di dunia nyata agak sulit di dapat, tapi di dunia virtual bisa terlampiaskan.

Perasaan apa yang diperoleh ketika mendapat HL, TA atau Highlight? Perasaan puas, merasa terapresiasi, merasa sudah menjadi penulis yang hebat? Memiliki pertemanan paling banyak, mendapat voting paling banyak, mendapat komen paling banyak? Untuk apa? Sekedar memenuhi kebutuhan apresiasi, atau itu beralasan semua itu bukan yang menjadi tujuan? Nah, sekarang, bandingkan dengan kepuasan seks, kepuasan erotis? Apakah ada bedanya? Semua pasti menjawab ada, bahkan bersikeras sangat berbeda. Oh ya? Coba didalami kembali? Dan, bacalah, kisah kisah para penulis penulis besar pada zamannya.Apa penyebab mereka menjadi penulis?

Ketidapuasan di dunia nyata, akan terlampiaskan di dunia tulis menulis. Ya, salah satunya. Oh, itu memerlukan, bakat, talenta, latihan. Benar! Sekarang coba banding rasanya kepuasan seks dengan kepuasan yang diperoleh, mengintip ngintip berapa banyak yang sudah membaca tulisan yang diupload? "Ya, termasuk kamu!". Ya, benar, termasuk saya.

Di dunia virtual, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk membicarakan ukuran buah dada, ukuran penis, gaya bersenggama, bagaimana cara memuaskan istri dan suami. Bagian mana yang paling sensitif. Berlagak bertanya bagaimana caranya menghadapi malam pertama. Bagaimana membangkitkan gairah pasangan. Bagaimana menjaga bentuk tubuh, mengencangkan buah dada yang kendor. Bagaimana bisa lama ketika berhubungan. Segala macam bisa menjadi tulisan. Tolong cek, jujur, apakah itu demi ilmu pengetahuan, atau kemudian menjadi tempat untuk memuaskan erotisme? "Tidak, itu semua demi pengetahuan" Coba cek lagi. Bukankah ada buku buku teks, ilmiah, termasuk yang ditulis secara populer mengenai hal itu. Atau, sekarang apa saja bisa di browsing dan akan ada situs yang menjelaskan secara detil abahkan oleh seorang ahli di bidang itu. Tapi mengapa, harus, disini? Coba, jujur, karena disini interaktif, menjadi stimulan instan untuk memuaskan perangkat erotisme. Celakanya, hal itu lebih memuaskan ketika ada yang membacanya, lebih sensasional ketika ada yang memberi komen, apalagi ada yang menginbox. Karena, pada dasarnya, menurut para ahli, manusia adalah living animal, yang seperti hewan ingin bisa bersenggama kapan saja, dimana saja, dan di hadapan puluhan mata sekalipun. Bukankah itu puncak erotisme? "Tidak!" "Tidak." Dan "Tidak." Hanya orang orang baik yang ada disini, dan tidak ada seorang pun yang memiliki pikiran sekotor itu." Ok

Tapi, coba pikirkan, bukankah selalu akan ada para pria yang baik baik siap mengambil posisi sebagai pelempar umpan. Mereka, bercitra, pria baik baik, mereka menyediakan diri untuk menulis yang selama ini tabu, bahkan sampai sekarang, tetapi mereka membuka kesempatan untuk membicarakannya secara terbuka. Mereka dengan senang hati menjadi gigolo virtual, dan para wanita baik baik itu, sekali lagi, tidak usah merasa bersalah karena terpuaskan. Instan pula. Bisa menetap, tergantung seberapa jauh stimulan erotis yang didapatnya. Atau, sesekali waktu melakukan hibernasi, agar citra baik baik itu tidak luntur. Karena, itu hanya tulisan koq. Itu adalah tulisan baik baik, tulisan khusus orang dewasa. Tulisan yang bisa dinikmati kapan saja, dimana saja, dan secara diam diam memuaskan erotisme yang ada. Karena, sampai sekarang pun, bukan hanya di Indonesia, bahkan di luar negeri, tidak lumrah para wanita menenteng nenteng majalah pria dewasa. Atau membaca buku yang di tempat umum yang dari judulnya saja, akan banyak orang menarik nafas dan langsung dalam pikirannya mengumpat; "Kelihatannya baik baik, tapi bacaannya. Porno begitu!" Sampai sekarang, baik pria apalagi wanita akan membaca yang porno itu, kalau bisa, di dalam kamar terkunci.

Tapi disini berbeda, kalau pun ketika ada yang menikmati tulisan tulisan orang dewasa disini. Kalaupun ada yang memergoki, dengan cepat, dapat mengclick dan voila screen berisi potongan berita tentang hidup sehat.

Buku "Bule Hunter" boleh jadi patut dihujat. Disni, tempat yang aman.

Semua orang bisa menyelinap tanpa bersalah menikmati keerotisan. Tanpa harus merasa bersalah. Berbilang giogolo virtual dengan gaya masing masing akan memuaskan impian erotisme. Atau, bukankah akan lebih sensasional jika yang erotis itu ternyata dituliskan oleh wanita baik baik. Film porno, bukan sedikit, yang menggambarkan pelaku yang bernafsu besar lagi liar itu adalah biarawati, guru sekolah, suster, dokter yang kelihatan baik baik tapi memiliki nafsu yang sama liarnya dengan pelacur kelas murahan.

Erotisme tidak mengenal status sosial, profesi, gelar akademis atau apa pun. Erotisme dimiliki oleh semua orang sejak bertumbuhnya, berkembangnya hormon hormon reproduksi. Moralitas, perangkat nilai, norma yang akan mengeremnya. Di tempat umum tentu harus di rem, dimana pun, bahkan di tempat kaum nudis, tidak sembarangan kemudian orang bisa bercnita seperti hewan di tempat itu. Tapi, disini, bisa kapan saja. Di keheningan malam, di keheningan pagi, adalah waktu yang ideal. Oh, siang hari, sore hari pun sama, karena dunia virtual tidak mengenal matahari, bulan, bintang. 24 jam penuh. Kapan saja, dimana saja, siapa saja.

Dibanding disini, buku Bule Hunter, belum apa apa.

Sebuah buku berbeda dengan dunia virtual interaktif. Buku tetap monolog, penulis dan pembacanya. Apakah buku Bule Hunter itu jorok, erotis, mengumbar nafsu seks, menjadi stimulan untuk orang melakukannya? Di dunia virtual, seperti disini, malah lebih erotis lagi, lebih sensasional, lebih menstimulan karena dilakukan oleh orang orang yang mengaku dirnya adalah orang baik baik. Kalau pun ada tulisan seperti itu, jangan kuatir, tersedia alasan itu untuk pengetahuan. Komen komennya juga hanya untuk cekakak cekikik yang kemudian di bawa tidur dengan perasaan puas.

Disini, di dunia virtual ini, bicara seks lebih aman. Tidak merusak citra. Bahkan lebih sensasional dengan kevulgaran yang terjaga karena disalingcandai dengan orang orang yang citranya semua baik baik saja.

BULE HUNTER. OOOh NO. Itu vulgar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun